tag:blogger.com,1999:blog-29478683993630154302024-02-08T09:14:33.556-08:00Hukum dan PeradilanD.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.comBlogger20125tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-49041946960652059692013-05-21T19:20:00.002-07:002013-05-21T19:23:05.123-07:00<div style="text-align: center;">
<b>PROBLEMATIKA PENERAPAN LEMBAGA ACTIO PAULIANA DALAM PERKARA KEPAILITAN</b></div>
<div style="text-align: center;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>Oleh: D.Y. Witanto</b></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
Abstrak</div>
<div style="text-align: justify;">
Lembaga actio pauliana dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU bertujuan untuk melindungi kepentingan kreditor yang dirugikan oleh tindakan hukum debitor yang tidak diwajibkan oleh undang-undang untuk mengalihkan hak kebendaannya. Pengajuan tuntutan actio pauliana terhadap debitur pailit dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan diajukan oleh kurator kepada Pengadilan Niaga dimana domisili debitor berada, namun dalam praktiknya penerapan lembaga actio pauliana dalam perkara kepailitan menimbulkan banyak kendala dan permasalahan karena proses pembuktian terhadap tuntutan actio pauliana tidak selalu mudah dan sederhana karena pelaksanaannya tidak hanya akan melibatkan para pihak dalam perkara kepailitan saja, namun juga akan melibatkan pihak ketiga yang terkait dengan pengalihan asset dan kekayaan debitor. </div>
Kata kunci: actio pauliana, kepailitan, utang<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
<b>Latar Belakang masalah</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
Sering tidak kita sadari bahwa setiap kebendaan yang kita miliki demi hukum menjadi jaminan dari seluruh utang-utang yang ada (vide: Pasal 1131 KUH Perdata), baik jaminan terhadap utang yang timbul dari sebuah perjanjian, maupun utang yang lahir dan ditentukan oleh undang-undang, namun dalam praktiknya lembaga jaminan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUH Perdata itu banyak mengandung kelemahan, karena terhadap hak kebendaan tertentu yang tidak diikat oleh jaminan secara khusus (gadai, hak tanggungan dan fidusia), debitor tetap berwenang untuk mengalihkan setiap kebendaan itu kepada pihak ketiga, artinya seberapa pun besarnya utang yang di miliki debitor, ia masih tetap mempunyai hak untuk mengalihkan harta bendanya kepada pihak lain. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika kita telaah lebih lanjut uraian diatas, maka seakan ada dua klausula yang saling tidak mendukung, disatu sisi undang-undang menyatakan bahwa seluruh kebendaan milik si debitor adalah jaminan bagi utang-utangnya, namun disisi lain debitor masih tetap bisa mengalihkan setiap kebendaan itu secara bebas, sehingga bukan tidak mungkin debitor-debitor yang tidak beritikad baik akan berusaha mengalihkan terlebih dahulu hak kebendaannya kepada pihak lain, sebelum utang-utangnya mulai jatuh tempo (opeisbaar) sehingga pada saatnya si kreditor akan kesulitan untuk mengambil pelunasan dari harta benda milik si debitor karena telah lebih dulu dialihkan kepada pihak ketiga. </div>
<div style="text-align: justify;">
Terhadap persoalan diatas pembentuk undang-undang sebenarnya telah memberikan upaya perlindungan bagi kreditur yang beritikad baik untuk mengajukan pembatalan terhadap setiap perjanjian debitor dengan pihak ketiga yang dapat merugikan kepentingannya disaat kreditor memerlukan pemenuhan pembayaran utang-utang dari pihak debitor. Hak untuk membatalkan setiap tindakan hukum debitur itu kemudian dikenal dengan istilah “actio pauliana” </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Lembaga actio pauliana memiliki kemiripan dengan istilah “fraudulent transfer law” di America Serikat dan claw back di Italia. Fraudulent transfer law modern di Amerika Serikat berasal dari England’s Statute of 13 Elizabeth yang disahkan pada 1571 yang selanjutnya berkembang menjadi Uniform Fraudulent Convenyence Act (UFCA), the Bankruftcy Act of 1975 dan The Uniform Fraudulent Transfer Act (UFTA). Lembaga-lembaga tersebut ditujukan untuk melarang debitor melakukan tindakan-tindakan curang yang dilakukan dengan cara menghalangi, menunda, menipu para kreditornya melalui transfer harta kekayaan sebelum pernyataan pailit sehingga mengurangi harta kekayaan yang menjadi budel pailit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam perkembangannya the Bankruptcy Code memperluas istilah fraudulent transfer hingga mencakup constructively transfers, yaitu ketika debitor menjual harta kekayaannya dengan harga rendah dan dari hasil penjualan harta kekayaannya itu menyebabkan debitor menjadi pailit. Dalam penjualan asset dengan harga murah yang mengakibatkan debitor menjadi pailit dapat dipersangkapan telah melakukan Constructive fraud dengan syarat bahwa jika harga penjualan itu jauh sekali dari nilai kekayaan pada umumnya atau dengan kata lain nilai penjualan tersebut tidak masuk akal, maka hal ini dipandang sebagai bentuk tindakan debitor yang curang untuk menghindari kewajiban pembayaran utang-utangnya kepada para kreditor kongkuren berdasarkan pernyataan pailit. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam sistem hukum perdata Indonesia lembaga Actio Pauliana diatur dalam Pasal 1341 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “meskipun demikian tiap orang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh si berutang dengan nama apapun juga yang merugikan orang-orang berpiutang asal dibuktikan bahwa ketika perbuatan dilakukan baik si berutang maupun orang dengan atau untuk siapa si berutang itu berbuat mengetahui bahwa perbuatan itu membawa akibat yang merugikan orang-orang berpiutang” pengaturan norma yang sama juga ditemui dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (yang selanjutnya disebut UU Kepailitan dan PKPU) berbunyi “untuk kepentingan harta pailit kepada pegadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan” dua ketentuan tersebut pada prinsipnya memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk melindungi kepentingan kreditor atas tindakan debitor yang dapat merugikan kreditor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Actio pauliana dalam Pasal 1341 ayat (1) KUH Perdata maupun dalam Pasal 41 UU Kepailitan dan PKPU mengandung beberapa unsur pokok antara lain:</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li>Actio pauliana merupakan hak kreditur/kurator</li>
<li>Ditujukan kepada tindakan hukum debitur</li>
<li>Tidakan debitor tidak diwajibkan oleh undang-undang</li>
<li>Menimbulkan kerugian bagi kreditor. </li>
</ul>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam praktiknya tuntutan dengan menggunakan lembaga actio pauliana sering menemui kendala, karena dalam beberapa hal actio pauliana akan berbenturan dengan asas facta sun servanda berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata dan adanya kewajiban pembuktian dalam hukum perdata terhadap tuntutan atas dasar adanya itikad buruk dalam sebuah hubungan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 533 KUH Perdata yang berbunyi “itikad baik selamanya harus dianggap ada pada tiap-tiap pemegang kedudukan, barangsiapa menuduh akan itikad buruk kepadanya harus membuktikan tuduhan itu” sedangkan dalam praktiknya tidak selalu mudah untuk membuktikan keberadaan itikad buruk pada perbuatan dobitor yang mengalihkan asset dan kekayaannya, karena menurut Pasal 1341 ayat (2) pihak ketiga yang mendapatkan haknya karena itikad baik harus tetap dilindungi oleh hukum, selain itu dalam perkara kepailitan yang yang menganut asas pemeriksaan sederhana juga tidak dapat diterapkan pada persoalan actio pauliana yang mengandung beban pembuktian yang rumit, sehingga ada beberapa Putusan Mahkamah Agung yang berpendapat bahwa mengenai gugatan actio pauliana dalam perkara pailit tetap harus diajukan ke Pengadilan Negeri, tentunya hal ini akan menimbulkan problem baru karena jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 41 jo Pasal 1 angka 7 UU Kepailitan dan PKPU yang menyebutkan bahwa pengadilan sebagaimana disebutkan dalam UU Kepailitan adalah Pengadilan Niaga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
jika kita telaah bunyi rumusan pasal 42, Pasal 44 dan Pejelasan Pasal 43, UU Kepailitan dan PKPU, maka beban pembuktian dalam tuntutan actio pauliana terhadap perjanjian tidak atas beban berada di pihak debitor pailit dan pihak ketiga yang melakukan perbuatan hukum dengan debitor apabila perbuatan hukum debitor tersebut dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum putusan pernyataan pailit yang membawa kerugian bagi kepentingan kreditor. Jadi, apabila kurator menilai bahwa ada perbuatan hukum tertentu misalnya jual-beli, hibah dan pemberian jaminan utang dari debitor dengan pihak ketiga dalam jangka waktu satu tahun (sebelum putusan pernyataan pailit) merugikan kepentingan kreditor, maka debitor dan pihak ketiga wajib membuktikan bahwa perbuatan hukum tersebut wajib dilakukan oleh mereka dan perbuatan hukum tersebut tidak merugikan harta pailit. Namun jika kita simak Pasal 41 ayat (2) dan Pasal 43 UU Kepailitan dan PKPU, maka justru tersimpul bahwa beban pembuktian berada di pihak kurator. Disinilah ada beberapa hal yang perlu untuk dikaji secara lebih mendalam menyangkut persoalan-persolaan yang melingkupi proses penyelesaian utang-utang debitor melalui lembaga actio pauliana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Permasalahan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan uraian-uraian diatas, dapat ditarik suatu benang merah permasalahan menyangkut penerapan lembaga actio pauliana dalam perkara kepailitan menyangkut apa sajakah kendala-kendala yang ada dalam penerapan lembaga actio pauliana di pengadilan niaga menyangkut perara kepailitan dan bagaimana alternatif solusi yang dapat dilakukan oleh para kreditor kongkuren?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Pembahasan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Kendala Kompetensi Pemeriksaan Gugatan Actio Pauliana Dalam Kasus Kepailitan</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Kepailitan atau biasa disebut sita umum, merupakan suatu proses dimana seorang debitor yang memiliki dua atau lebih kreditur, ia tidak melaksanakan kewajiban pembayaran utangnya kepada seorang atau beberapa orang kreditur, sehingga atas pernyataan dari pengadilan si debitur dinyatakan tidak cakap lagi untuk mengurusi harta kekayaannya dan menempatkan ia di bawah pengelolaan kurator dalam rangka pemberesan utang-utangnya kepada para kreditur kongkuren. Sejak debitor dinyatakan pailit, maka seluruh hartanya akan terhimpun dalam suatu budel yang kemudian akan menjadi bagian pelunasan utang-utangnya. Dalam hukum kepailitan tidak disyaratkan bahwa debitor harus telah tidak mampu untuk membayar utangnya, artinya bisa saja debitor dinyatakan pailit meskipun ia sebenarnya masih mampu untuk membayar utangnya, jika ia tidak melakukan kewajiban pembayaran terhadap salah satu dari beberapa kreditornya, sehingga pailit tidak sama pengertiannya dengan insolvensi. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam perkara kepailitan berlaku prinsip pembuktian sederhana (ex: Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU) dimana kreditor hanya cukup membuktikan bahwa benar ada satu atau beberapa utang yang telah jatuh tempo dan debitor tidak melakukan kewajiban pembayaran utangnya. Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja mengatakan bahwa prisip pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan meliputi eksistensi utang debitor yang telah jatuh tempo dan eksistensi dari dua atau lebih kreditor yang memiliki piutang terhadap debitor yang dimohonkan pailit. Pembuktian sederhana adalah pembuktian yang lazim disebut dengan pembuktian secara sumir.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan prinsip kesederhanaan diatas maka jika perkara permohonan kepailitan yang diajukan tersebut ternyata mengandung pembuktian yang rumit menyangkut keberadaan utang debitor atau masih ada perselisihan mengenai kebenaran utang debitor sehingga memerlukan pembuktian secara timbal balik dari kedua belah pihak, maka permohonan tersebut akan dianggap bukan menjadi kompetensi pemeriksaan perkara pailit akan tetapi menjadi wilayah kompetensi pemeriksaan perkara wanprestasi biasa, hal tersebut sebagaimana pertimbangan Mahkamah Agung dalam perkara Nomor: 843 K/Pdt.Sus/2009 tentang permohonan pailit atas PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) yang menyatakan bahwa pembuktian kasus pailit TPI tidak sederhana karena eksistensi adanya utang masih dalam konflik. Selain itu dalam perkara kepailitan keberadaan utang harus sudah jelas dan tidak dipersoalkan lagi, sehingga jika masih ada persoalan mengenai keberadaan utang, maka bukan menjadi kewenangan hukum kepailitan, hal mana diungkapkan oleh MA dalam Putusan Perkara Kepailitan Nomor: 08 K/N/2004 terhadap PT Prudential Life Assurance yang diajukan oleh Lee Boon Siong bahwa dalam sengketa PT Prudential Life Assurance keberadan utang masih disengketakan sehingga tidak dapat dibuktikan secara sederhana sesuai Pasal 8 Ayat (4) jo Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa jika terjadi keadaan dimana antara kreditor dan debitor masih mempertentangkan mengenai keberadaan utang, sehingga memerlukan pembuktian secara timbal balik dari kedua belah pihak, maka persoalan tersebut bukan menjadi kompetensi pemeriksaan dalam perkara kepailitan, lalu bagaimana dengan perkara gugatan actio pauliana yang timbul atas adanya pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga, apakah tetap masih menjadi kewenangan Pengadilan Niaga ataukah menjadi kewenangan Pengadilan Negeri?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU berbunyi: untuk kepentingan harta pailit kepada pegadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan Pasal 1 angka 7 menyebutkan bahwa “pengadilan sebagaimana disebutkan dalam UU Kepailitan adalah Pengadilan Niaga” maka ada korelasi antara ketentuan Pasal 41 ayat (1) diatas dengan Pasal 1 angka 7 UU Kepailitan dan PKPU diatas, artinya kata “pengadilan” yang disebutkan dalam Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU tersebut tidak lain maksudnya adalah “Pengadilan Niaga.” Namun kemudian muncul persoalan apakah mungkin dalam perkara gugatan actio pauliana yang diajukan oleh kurator atas terjadinya kepailitan dapat diperiksa dengan proses pembuktian yang sederhana? mengingat tuntutan atas actio pauliana itu timbul karena adanya pernyataan pailit. Jika kita berbicara tentang actio pauliana, maka tidak bisa dilepaskan dari keterkaitan dengan keberadaan pihak ketiga yang menerima pengalihan harta kekayaan si debitor tersebut, lalu masih mungkinkan dilakukan proses pembuktian yang sederhana jika dalam suatu sengketa telah melibatkan pihak ketiga?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Bukti bahwa gugatan actio pauliana mengandung beban pembuktian yang tidak sederhana dapat kita lihat dalam rumusan Pasal 41 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU yang berbunyi “Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor” berdasarkan ketentuan pasal diatas kurator harus mampu membuktikan bahwa pada saat debitor melakukan transaksi ia mengetahui atau sepatutnya mengetaui bahwa perbuatan hukum itu akan menimbulkan kerugian bagi kreditor. Dalam praktinya tidak selalu mudah untuk membuktikan keadaan itu, sehingga wajar jika Mahkamah Agung dalam Putusan Peninjauan Kembali perkara kepailitan PT Fiskaragung Perkasa Tbk yang menyebutkan bahwa actio pauliana sebagai pembatalan perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit dengan pihak ketiga merupakan suatu sengketa yang penyelesaiannya harus dilakukan melalui suatu gugatan perdata ke Pengadilan Negeri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Namun timbul persoalan lain jika pengajuan gugatan actio pauliana atas adanya pernyataan pailit menjadi wewenang Pengadilan Negeri, karena hal itu akan menimbulkan antara perkara pailit dan perkara actio pauliana menjadi terpisah-pisah sehingga akan mempersulit upaya pemberesan dan pengurusan budel pailit dan hal ini akan menimbulkan penyelesaian perkara pailit menjadi berlarut-larut. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU memang telah menyebutkan secara tegas bahwa actio pauliana merupakan bagian dari kewenangan Pengadilan Niaga, namun oleh karena dalam actio pauliana tidak hanya terkait antara para pihak dalam perkara kepailitan akan tetapi juga terkait dengan pihak ketiga yang menerima pengalihan asset atau kekayaan debitor, maka seharusnya undang-undang juga mengatur mekanisme hukum acara yang lebih jelas bagi kedudukan pihak ketiga untuk bisa mempertahankan haknya dalam proses acara di Pengadilan Niaga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Kendala Tentang Batasan Waktu Pengalihan Asset Debitor Yang Dianggap Beritikad Buruk</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 42 UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan bahwa “apabila perbuatan hukum yang merugikan Kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan Debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2)”… ketentuan tentang batasan waktu 1 (tahun) sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal diatas, menunjukan seakan-akan bahwa hukum hanya mengakui jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum adanya pernyataan pailit yang dapat menimbulkan kerugian bagi kreditor, padahal mungkin saja pengalihan asset itu telah dilakukan 2 (dua) tahun sebelum pernyataan pailit, namun pada saat itu jelas-jelas telah ada utang yang telah jatuh tempo pada salah satu kreditor dan pengalihan asset tersebut dilakukan dengan cara yang tidak wajar. Apakah perbuatan tersebut tidak dapat dikelompokan kedalam bentuk pengalihan asset yang beritikad buruk, hanya karena jangka waktunya melebihi 1 (satu) tahun sebelum pernyataan pailit?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sebenarnya lebih tepat jika batasan untuk menentukan tempus dalam pengalihan asset atau kekayaan yang dianggap beritikad buruk itu didasarkan pada sejak telah adanya salah satu utang yang jatuh tempo (opeisbaar), sehingga lebih mudah untuk mengkonstruksikan mengenai adanya itikad buruk pada si debitor ketika kewajiban pembayaran utang telah timbul, namun justru debitur mengalihkan asset dan harta kekayaannya kepada pihak ketiga secara curang sehingga menimbulkan kerugian bagi kreditur-kreditur kongkuren yang dijamin utangnya dengan jaminan umum dari hak kebendaan debitur. Lain persoalan jika debitur mengalihkan hak kebendaannya itu dengan suatu tujuan untuk menimbulkan keuntungan secara ekonomi, sehingga akan menambah jumlah asset dan kekayaannya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam pengalihan asset yang sifatnya cuma-cuma seperti hibah, kurator tidak harus membuktikan bahwa debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, ia akan dianggap mengetahui jika hibah tersebut terjadi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum pernyataan pailit. Ketentuan tersebut tidak menjelaskan secara tegas, mengenai jangka waktu satu tahun itu dihitung dari sejak tindakan hukum yang mana apakah sejak lahirnya kesepakatan hibah sebagai akibat dari perjanjian konsensuil atau sejak objek hibah tersebut dilevering. Hal ini tentunya membawa akibat hukum yang tidak sederhana, mengingat perjanjian dalam sistem hukum perdata menganut asas konsensuil dan obligaoir, dimana tidak selalu kesepakatan yang lahir itu dilanjutkan dengan penyerahan objek perjanjian pada saat itu juga.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak semua pengalihan asset yang menimbulkan kekayaan debitor menjadi berkurang dapat menjadi dasar pengajuan tuntutan actio pauliana, asalkan kekayaan debitor yang berada dalam budel sita umum (kepailitan) masih mencukupi untuk membayar kewajiban-kewajiban pembayaran kepada kepada para kreditornya. Yang mejadi ukuran dapat atau tidaknya suatu pengalihan asset itu sebagai tindakan curang jika pada akhirnya menimbulkan jumlah kekayaan dalam budel pailit tidak mencukupi untuk memenuhi seluruh kewajiban utang kepada pra kreditor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Kendala Dalam Proses Pembuktian Gugatan Actio Pauliana Yang Tidak Selalu Mudah Dan Sederhana</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Sekilas telah diulas diawal bahwa, terhadap tuntutan pembatalan setiap perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor pailit yang mengakibatkan kerugian bagi para kreditornya tidaklah selalu mudah proses pembuktiannya, terutama menyangkut klausula hukum bahwa debitor dan pihak ketiga tersebut harus memenuhi unsur pengetahuan yaitu mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan hukum tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak kreditor. Sudikno Mertokusumo mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “membuktikan” dalam arti yuridis adalah memberi dasar-dasar yang cukup kepada Hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran yang diajukan. Sehingga kurator harus dapat meyakinkan Hakim bahwa dalam pengalihan asset tersebut debitor dan pihak ketiga setidaknya dapat di pandang bahwa ia mengetahui atau sepatutnya mengetaui bahwa pengalihan itu akan menimbulkan kerugian bagi para kreditornya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Terhadap pengalihan dalam bentuk hibah atau hadiah Pejelasan Pasal 43 UU Kepailitan dan PKPU telah menentukan bahwa kurator tidak perlu membuktikan bahwa penerima hibah tersebut mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan yang dilakukan akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, sehingga kewajiban pembuktian itu ada pada pihak si penerima hibah, namun tidak begitu jika peralihan asset itu dilakukan dengan bentuk perjanjian timbale balik, maka berdasarkan Pasal 41 ayat (2) dan Pasal 42 UU Kepailitan beban pembuktian itu diberikan oleh undang-undang kepada para pihak secara berimbang.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Setiap pihak ketiga yang menerima pengalihan asset dan kekayaan milik debitor harus tetap dilindungi sepanjang ia dapat dipandang sebagai pihak ketiga yang beritikad baik, misalnya bagi mereka yang melakukan transaksi jual beli melalui media internet terhadap harta dan kekayaan milik si debitor pailit dengan nilai jual yang wajar sebelum adanya pernyataan pailit sedangkan ia tidak pernah bertemu langsung dengan si penjual (debitor pailit). Dalam kasus lain mungkin saja bentuk perbuatan hukum yang dianggap merugikan pihak kreditor itu justru dilakukan oleh debitor dengan sesama kreditor yang lain dengan cara memberikan kedudukan yang istemewa terhadap sebagian harta-harta milik debitor yang pada umumnya dilakukan dengan membuat jaminan khusus dengan salah satu kreditor kongkuren padahal itu bukan tindakan yang diwajibkan, hal mana akan menimbulkan kerugian bagi kreditor-kreditor yang lain.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam rumusan pasal 41 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU menyebutkan “akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor” sehingga sering terjadi perbedaan pendapat sejauh mana sebuah tindakan atau keadaan itu bisa dikatagorikan dapat mengakibatkan kerugian bagi kreditor, misalanya dalam sebuah tindakan tukar guling asset, pihak debitor memiliki sebidang tanah dengan harga NJOP 1 juta/ meter, namun harga dipasaran mungkin saja bisa melebihi nilai NJOP, lalu untuk kepentingan usahanya debitor melakukan tukar guling dengan sebidang tanah yang lain yang luasnya lebih kecil dan harga NJOP lebih rendah namun posisi tahah tersebut dipandang lebih menguntungkan bagi bidang usahanya. Jika dipandang dari segi nilai tanah mungkin perbuatan debitor bisa dianggap akan merugikan pihak kreditor karena nilai asset tersebut menjadi berkurang, namun dari sudut pandang lain meskipun debitor mengalami kerugian pada nilai tanahnya ia akan mendapatkan keuntungan dari sisi bisnis karena posisi tanahnya sangat strategis dengan bidang usaha yang dijalankannya, sehingga ia akan mendapatkan nilai keuntungan yang jauh lebih besar dari kerugian selisih nilai tanah tersebut, lalu tiba-tiba karena sesuatu hal usahanya kolep dan debitor dinyatakan pailit, apakah dalam konteks seperti itu perbuatan tukar guling antara debitor dan pihak ketiga bisa dikatagorikan sebagai tindakan yang beritikad buruk dan dapat merugikan pihak kreditor?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 49 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU menentukan setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian harta debitor yang tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus mengembalikan benda tersebut kepada kurator dan dilaporkan kepada Hakim Pengawas, muncul persoalan jika benda yang menjadi objek pembatalan tindakan hukum melalui actio pauliana itu ternyata telah musnah namun bukan diakibatkan oleh kesalahan pihak ketiga pemegang benda tersebut karena adanya keadaan di luar kemampuan orang itu untuk mempertahankan benda tersebut (force majeur), misalnya sebuah mobil dan pada saat setelah tuntutan actio pauliana itu dikabulkan ternyata mobilnya telah musnah di telan banjir, lalu siapa yang kemudian harus menanggung resiko mengganti nilai benda tersebut? Jika resiko itu tetap berada di tangan si pemegang benda terakhir, lalu bagaimana prosedur penuntutannya apakah kurator melalui pengadilan bisa melakukan eksekusi terhadap benda yang lain sebagai penggati benda yang musnah tersebut?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Inilah mungkin kesulitan-kesulitan jika actio pauliana tetap menjadi kewenangan pemeriksaan Pengadilan Niaga, karena dalam lembaga actio pauliana mengandung keterlibatan pihak lain diluar para pihak dala perkara kepailitan dan atas adanya tuntutan actio pauliana tidak menutup kemungkinan materi sengketanya menjadi berkembang ke masalah-masalah lain di luar persoalan kepailitan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Kendala Mengenai Subjek Yang Dapat Mengajukan Tuntutan Actio Pauliana Yang Berkaitan Dengan Perkara Kepailitan</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika kita simak ketentuan Pasal 47 UU Kepailitan dan PKPU yang berbunyi “Tuntutan hak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 46 diajukan oleh Kurator ke Pengadilan” maka hanya kuratorlah yang berwenang untuk mengajukan tuntutan actio pauliana, sedangkan kreditor hanya memiliki kewenangan untuk mengajukan bantahan atas tuntutan actio pauliana yang diajukan oleh kurator, jika kita telaah lebih lanjut keberadaan lembaga actio pauliana sesungguhnya dibentuk untuk melindungi kepentingan kreditor, namun kreditor sendiri tidak diberi kewenangan untuk mengajukan tuntutan itu, artinya ia harus melalui kurator. Timbul persoalan jika ternyata kurator tidak mau mengajukan tuntutan itu sedangkan kreditor merasa dirugikan oleh tindakan debitor atas pengalihan asset sebelum adanya pernyataan pailit, apa yang dapat dilakukan oleh krediror?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam suatu kasus justru kerugian yang diderita oleh pihak kreditor mengandung sebab karena tindakan kurator sendiri yang tidak cermat dalam melakukan pengelolaan budel pailit sehingga jumlah budel palit menjadi berkurang, hal ini sebagaimana terjadi dalam perkara tuntutan actio pauliana yang diajukan oleh kurator PT Omtraco Multi Arta ditolak oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi dengan alasan bahwa kerugian yang timbul terhadap kreditor merupakan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan kurator sendiri, mengenai kasus tersebut dapat diuraikan sebagaimana termuat dalam William E. Daniel kurator PT Ometraco Multi Arta v. PT Ometraco Multi Arta, dkk sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Debitor PT Ometraco Multi Artha pada 13 November 1998 dinyatakan pailit. Kurator debitor telah menjual atau mengeksekusi obligasi-obligasi sebelum jatuh tempo dengan dibawah harga melalui pialang PT Citramas Securindo dan pialang PT Sentra Investindo seharga Rp 8.157.182.750,00, sehingga harga tidak sesuai dengan harga yang disetujui oleh debitor PT Ometraco Multi Artha dan PT Duta Trada Internusa, sehingga mengakibatkan kerugian bagi kreditor PT Ometraco Multi Artha. Mahkamah Agung berpendapat seharusnya kurator memberitahukan terlebih dahulu kepada PT Ometraco Multi Artha dan PT Duta Trada Internusa atau mengembalikan obligasiobligasi tersebut atau kurator menunggu sampai obligasi jatuh tempo, sehingga akan terlihat apakah tindakan PT Ometraco Multi Artha dan PT Duta Trada Internusa merugikan kreditor-kreditornya atau tidak. Kurator tidak seharusnya mengajukan actio pauliana setelah kurator sendiri menjual obligasi-obligasi tersebut. Apa yang dilakukan oleh PT Ometraco Multi Artha dan PT Duta Trada Internusa tidak terbukti telah merugikan kepentingan kreditor.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung diatas bahwa jika kerugian itu justru muncul karena kekeliruan dari tindakan kurator sendiri, maka kerugian itu tidak dapat dituntut dengan lembaga actio pauliana, malaupun Mahkamah Agung sendiri tidak memberikan upaya alternatif yang bisa dilakukan oleh kreditor jika terjadi keadaan seperti itu agar ia bisa mendapatkan pelunasan utang secara penuh dari harta-harta milik debitor yang telah dinyatakan pailit.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Actio pauliana merupakan hak yang diberikan kepada kreditor melalui kurator untuk mengajukan pembatalan atas tindakan hukum yang dapat merugikan kepentingannya, oleh karena pengaturan actio pauliana dalam Pasal 41 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU sebagai hak, sehingga batalnya tindakan-tindakan hukum debitor tidak terjadi dengan sendirinya (ex tunc) melainkan harus ada upaya pembatalan (ex nunc), karena tuntutan actio pauliana tidak selalu harus ditujukan bagi semua perbuatan hukum debitor namun jika salah satu pembatalan atas pengalihan asset itu dianggap telah mencukupi untuk melunasi kewajiban pembayaran kepada para kreditor-kreditor, maka tindakan-tindakan hukum yang lainnya tidak perlu untuk dibatalkan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Penutup</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Kesimpulan</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Meskipun UU Kepailitan dan PKPU telah memberikan ketegasan bahwa actio pauliana dalam perkara kepailitan merupakan bagian dari kewenangan pemeriksaan Pengadilan Niaga, namun dalam praktiknya tidak selalu mudah untuk diperiksa dengan prinsip pemeriksaan perkara kepailitan, karena tuntutan actio pauliana bukan hanya akan melibatkan para pihak dalam perkara kepailitan saja namun juga akan melibatkan pihak ketiga diluar para pihak dalam perkara kepailitan, bahkan tidak menutup kemungkinan dalam tuntutan actio pauliana materinya aan berkembang menjadi luas karena benda yang dialihkan oleh debitor kepada pihak ketiga musnah dalam penguasaan pihak ketiga namun kemusnahan itu bukan karena kesalahan si pemegang terakhir benda tersebut. Hal-hal tersebut menimbulkan proses pembuktian menjadi tidak mudah dan sederhana lagi. Disamping itu pembatasan waktu satu tahun tidak selalu dapat memberikan perlindungan bagi pihak kreditur karena mungkin saja tindakan itu dilakukan sebelum jangka waktu satu tahun dari pernyataan pailit namun nyata-nyata dilakukan secara curang dan telah menimbulkan kerugian bagi kreditur.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pemberian kewenangan untuk mengajukan tuntutan actio pauliana menurut UU Kepailitan dan PKPU hanya kepada kurator sehingga menimbulkan kecenderungan bahwa jika kurator tidak memiliki inisitaif yang baik untuk mengajukan tuntutan actio pauliana, padahal nyata-nyata dari tindakan-tindakan debitor itu telah menimbulkan jumlah bodel pailit menjadi tidak sepadan dengan utang-utang debitor kepada para kreditornya, maka kreditor tidak mampu untuk berbuat apa-apa, karena Pasal 47 ayat (2) UU Kepailitan menyebutkan bahwa yang dapat mengajukan actio pauliana adalah kurator.<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Saran</i></div>
<div style="text-align: justify;">
Dari uraian-uraian diatas, maka penulis memberikan saran agar para pembentuk undang-undang bisa memberikan aturan dan mekanisme yang lebih jelas menyangkut eksistensi pemeriksaan actio pauliana setelah adanya pernyataan pailit dengan merevisi UU Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, karena bagaimanapun juga proses pembuktian dalam perkara tuntutan actio pauliana tidak sama dengan proses pembuktian dalam perkara kepailitan, sehingga tidak menutup kemungkinan sifat yang mudah dan sederhana tidak mungkin lagi akan tercapai dalam proses pemeriksaan perkara actio pauliana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Daftar Pustaka</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Bravika Bunga Ramadhani, Penyelesaian Utang Piutang melalui Kepailitan (Study Kasus Pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tentang PT. Prudential Life Insurance), Makalah Hukum http://ejournal.undip.ac.id</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perihatan yang Lahir Dari Perjanjian, Buku II, Citra Aditya Bandung, 1996</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dianduan, blogspot.com, artikel berjudul “Pembuktian Sederhana Dalam Perkara Kepailitan” Juli 2012</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Douglas G. Baird & Thomas H. Jackson, “Fraudulent Conveyence Law and its Proper Domain” 38 Vand. L. Rev. 829. 1985 </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kartini Mulyadi dan Gunawan Didjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, PT Raja Grafindi Persada, Jakarta, 2004, </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Man Sastrawidjaya, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT. Alumni, Bandung, 2006</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Martiman Prodjohamidjojo, Proses kepailitan Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan, CV. Mandar Maju, Bandung, 1999</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mc Coid, “Contructively Fraudulent Conveyances: Transfer for Inadequate Consideration, “ 62 Tex. L. Rev.639, 1983.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siti Anisah, Perlindungan Terhadap Kepentingan Kreditor Melalui Actio Pauliana, Makalah Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT Liberty, Yogyakarta, 1998, </div>
<div style="text-align: justify;">
Victor. M Situmorang dan Hendri Sukarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tuti Simorangkir, Kurator PT Fiskaragung Perkasa, Tbk. v. PT Fiskaragung Perkasa Tbk. dkk, dalam putusan Peninjauan Kembali Nomor: 12 PK/N/2000 </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yulianto Trilaksono, Makna Actio Pauliana Sebagai Perlindungan Hukum Kreditor dalam kepailitan, http://yuliantotrilaksono.blogspot.com/</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Perundang-undangan</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU</div>
<div style="text-align: justify;">
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)</div>
<div style="text-align: justify;">
Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR).</div>
<div style="text-align: justify;">
Rechtsreglement Buitengewessen (RBg).</div>
<div style="text-align: justify;">
Reglement op de Burgelijke Rechtsvordering (Rv).</div>
D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-92168504903130817662013-05-01T04:07:00.003-07:002013-05-01T04:11:07.086-07:00Artikel dalam Majalah Varia Peradilan edisi Januari 2013<br />
BENARKAH PUTUSAN PEMIDANAAN YANG TIDAK MEMUAT AMAR PENAHANAN BATAL DEMI HUKUM DAN NON EXECUTABLE ?<br />
<br />
Oleh: D.Y. Witanto, SH<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
Sejak munculnya pendapat hukum dari Prof. Yusril Ihza Mahendra tertanggal 15 Mei 2012 yang disampaikan kepada DPR-RI perihal amar penahanan di dalam putusan, sontak menimbulkan kebingungan di kalangan para hakim karena menurut pendapat tersebut putusan yang tidak memuat perintah penahanan sebagaimana di atur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP batal demi hukum (null and void) dan tidak dapat dieksekusi, padahal pemahaman di dalam praktik selama ini tidaklah demikian, karena penahanan merupakan tindakan yang bersifat diskresioner, hal ini dapat kita lihat dari beberapa ketentuan di dalam KUHAP antara lain dalam Pasal 20 ayat (3) yang berbunyi “untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan” dan Pasal 190 huruf a yang berbunyi “selama pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk menahan terdakwa apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup.” Kata “berwenang” dan kata “dapat” dalam dua rumusan pasal diatas memberikan pengertian bahwa tindakan penahanan merupakan bentuk kewenangan (hak) bukan sebagai bentuk kewajiban, bahkan kewenangan itu bersifat limitatif karena hanya dapat diterapkan jika memenuhi syarat objektif sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
“penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut :</div>
<div style="text-align: justify;">
Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3) Pasal 296, Pasal 335 ayat (1) Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi bea dan cukai, terakhir diubah dengan staatblaad tahun 1931 nomor 471) Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-Undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara tahun 1955 nomor 8) Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara tahun 1976 nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewenangan diskresioner dalam tindakan penahanan dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, bahwa hakim berhak untuk memilih apakah ia akan melakukan penahanan ataukah tidak, namun jika ada kekhawatiran bahwa terdakwa akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, maka hakim boleh memerintahkan agar terdakwa ditahan, sedangkan hak untuk menilai keadaan tersebut diberikan undang-undang kepada hakim secara subjektif.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menyangkut penerapan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP memang banyak menimbulkan perdebatan karena menurut ketentuan Pasal 197 ayat (2) jika tidak dipenuhi ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan l pasal tersebut, mengakibatkan putusan batal demi hukum, sehingga jika diartikan secara kaku menurut makna tekstual, maka semua putusan yang tidak mencantumkan amar status penahanan sebagaimana disebutkan dalam pasal 197 ayat (1) huruf k adalah batal demi hukum, termasuk jika hakim tidak berkehendak untuk melakukan penahanan. Namun apakah makna sebenarnya memang demikian? Mari kita telaah lebih lanjut agar kita dapat memahami bahwa sesungguhnya ada konflik norma diantara beberapa ketentuan KUHAP sehingga menimbulkan perbedaan pendapat terhadap penerapan status penahanan di dalam amar putusan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Telah disebutkan diatas bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat (4) jo Pasal 190 huruf a penahanan hanya dapat diterapkan terhadap terdakwa yang disangka melakukan tindak pidana yang diancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih atau diancam oleh tindak pidana tertentu yang disebutkan dalam pasal 21 ayat (4) huruf b, sehingga selain dari tindak pidana yang disebutkan oleh pasal 21 ayat (4) tersebut, maka terdakwa tidak boleh ditahan, lalu kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k diatas, bahwa jika tidak ditentukan amar penahanan dalam putusan pemidanaan, maka putusan tersebut menjadi batal demi hukum, lalu apakah kemudian semua tidak pidana termasuk yang ancamannya dibawah 5 tahun juga harus tetap ditentukan status penahanannya padahal perkara tersebut tidak pernah ditahan dan memang tidak diperbolehkan untuk ditahan berdasarkan Pasal 21 ayat (4) karena pasal tersebut mengandung kalimat “penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam bentuk tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.”</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kerancuan dapat terjadi ketika hakim hendak menjatuhkan pidana percobaan (vide pasal 14 a KUHP), karena jika kita mengikuti pendapat bahwa amar perintah penahanan itu harus ada di dalam setiap putusan pemidanaan bagi terdakwa yang sebelumnya tidak ditahan, lalu bagaimana mungkin pada satu diktum dinyatakan terdakwa tidak perlu menjalani pidana, namun pada diktum yang lain terdakwa diperintahkan untuk ditahan, sehingga ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k itu sebenarnya hanya bisa diterapkan terhadap keadaan antara lain: jika sebelumnya terdakwa tidak ditahan kemudian hakim berpendapat perlu dilakukan penahanan atau jika sebelumnya terdakwa ditahan dan tetap akan dikenakan penahanan atau jika sebelumnya terdakwa ditahan kemudian hakim berpendapat perlu untuk dikeluarkan dari tahanan, sedangkan terhadap keadaan: jika sebelumnya terdakwa tidak ditahan dan hakim tetap berpendapat bahwa terdakwa tidak perlu ditahan, maka hal itu sesungguhnya tidak terikat oleh pasal 197 ayat (1) huruf k karena tidak ada keharusan untuk mencantumkan amar "memerintahkan agar terdakwa tetap tidak ditahan" hal tersebut mengandung makna yang homogen dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf i tentang "ketentuan barang bukti" jika dalam suatu perkara penuntut umum tidak pernah mengajukan barang bukti karena tindak pidana tersebut tidak ada barang buktinya, apakah hakim tetap wajib untuk mencantumkan ketentuan barang bukti di dalam amar putusan? Dan jika itu tidak dicantumkan, apakah putusannya menjadi batal demi hukum karena dalam pasal 197 ayat (2) menyebutkan, bahwa jika tidak memenuhi ketentuan pada ayat (1) huruf i putusan menjadi batal demi hukum? Tentunya tidaklah demikian karena ketentuan undang-undang harus memiliki makna yang rasional. Jika tidak ada keadaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf i maupun huruf k, maka kewajiban untuk menerapkan pasal tersebut juga menjadi tidak ada dan putusan itu tidak dapat dinyatakan batal demi hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (3) KUHAP, jelas disebutkan bahwa penahanan dilakukan untuk kepentingan “pemeriksaan” sehingga ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k yang mensyaratkan adanya perintah penahanan di dalam putusan sebenarnya mengandung makna yang kontraproduktif karena setelah putusan itu diucapkan, berarti seluruh proses mengadili dalam tingkat pengadilan tersebut telah selesai, sehingga tidak ada lagi kepentingan pemeriksaan atas penahan tersebut dan jika perkara itu diajukan upaya hukum, maka kewenangan melakukan penahanan akan beralih kepada pengadilan yang dimintakan upaya hukum pada saat terdakwa atau penuntut umum menyatakan banding/kasasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertentangan norma yang paling nyata dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 193 ayat (2) huruf a yang berbunyi “pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan apabila dipenuhi ketentuan pasal 21 dan terdapat alasan yang cukup untuk itu” kata “dapat” dalam ketentuan pasal tersebut tidak bisa ditafsirkan lain, bahwa perintah penahanan dalam putusan hanya sebatas hak yang boleh dipilih secara bebas oleh hakim, sehingga jika pasal 197 ayat (1) huruf k dimaknai sebagai sebuah kewajiban yang mengandung akibat batal demi hukum, maka pasal tersebut akan bertentangan dengan beberapa pasal KUHAP yang lain, yaitu: Pasal 21 ayat (4), Pasal 190 huruf a dan Pasal 193 ayat (2) huruf a yang kesemuanya merumuskan penahanan itu sebagai kewenangan hakim yang bersifat diskresioner.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka sebenarnya putusan yang batal demi hukum menurut Pasal 197 ayat (1) huruf k jo Pasal 197 ayat (2) itu adalah jika dalam pertimbangan putusan, hakim menghendaki agar terdakwa ditahan, namun ternyata kehendak itu tidak di tuangkan di dalam amar putusan, sehingga antara pertimbangan dengan amar tidak memiliki korelasi, namun jika memang terdakwa sebelumnya tidak ditahan dan hakim berpendapat tetap tidak perlu dilakukan penahanan, maka putusan yang tidak memuat status penahanan itu tidak dapat dikatagorikan sebagai putusan yang batal demi hukum karena status penahanan itu tidak pernah ada dan keadaan tersebut tidak termasuk dalam ruang lingkup pengaturan Pasal 197 ayat (1) huruf k dan jika Pasal 197 ayat (1) huruf k itu kemudian diartikan bahwa perintah penahanan itu harus ada didalam setiap putusan pemidanaan, maka putusan-putusan yang telah dijatuhkan atas tindak pidana yang nilai ancaman hukumannya dibawah 5 tahun atau dalam perkara-perkara pelanggaran semuanya akan batal demi hukum dan non executable, karena terhadap perkara-perkara tersebut hakim dilarang untuk memerintahkan tindakan penahanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika pendapat tersebut kemudian dijadikan patokan oleh DPR untuk menganggap bahwa putusan pengadilan batal demi hukum, maka hal tersebut sangatlah keliru, mengingat semua kerancuan itu bermula dari adanya konflik norma di dalam KUHAP sendiri, sehingga seharusnya DPR (legislatif) lebih bertanggung jawab atas fenomena yang terjadi selama ini dan jika DPR hendak menyatakan putusan pengadilan tersebut batal demi hukum, maka DPR harus terlebih dahulu menyatakan bahwa KUHAP juga batal demi hukum, karena putusan pemidanaan yang tidak mencantumkan status penahanan dalam hal terdakwa tidak ditahan sesungguhnya didasarkan pada ketentuan Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP, jadi jika saat ini terjadi kerancuan di didalam penerapan KUHAP lalu siapakah yang salah, hakimkah atau pembentuk undang-undangkah? Wallohualam…</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ket: tulisan ini hanya merupakan telaahan bebas terhadap fenomena hukum yang terjadi dan tidak ditujukan sebagai analisis terhadap sebuah kasus hukum tertentu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Penulis adalah penulis dan pemerhati hukum</div>
<div>
<br /></div>
D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-64921319958681772712013-03-28T04:05:00.003-07:002013-03-28T04:05:56.019-07:00<div style="text-align: center;">
<b>KONFLIK PENALARAN MENYANGKUT UNSUR "KEKUATAN GAIB" DALAM PASAL 293 RUU KUHP</b></div>
<div style="text-align: center;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>Oleh: D.Y. Witanto</b></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Ketika RUU KUHP akan dilakukan pembahasan oleh DPR muncul polemik terhadap substansi beberapa pasal yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar dalam Hukum Pidana, salah satu ketentuan pasal yang sering menjadi perdebatan tersebut adalah Pasal 293 yang oleh beberapa kalangan disebut dengan "delik santet" penulis sendiri sebenarnya tidak sependapat jika Pasal 293 RUU KUHP tersebut disebut dengan delik santet karena dalam rumusan unsur Pasal 293 sama sekali kita tidak temukan kata/istilah santet, yang ada hanyalah frasa "kekuatan gaib" sedangkan kekuatan gaib tidak selalu dalam bentuk santet dan selain itu unsur kekuatan gaib dalam pasal 293 bukanlah unsur pokok yang menjadi identitas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 293 ayat (1) RUU KUHP selengkapnya berbunyi "setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak katagori IV" jika kita telaah secara cermat rumusan pasal diatas, maka sesungguhnya unsur kekuatan gaib itu tidak dirumuskan dalam bentuk perbuatan (kata kerja) karena unsur yang menunjukan bentuk perbuatan dalam pasal tersebut adalah "menyatakan dirinya", "memberitahukan" "menimbulkan harapan" "menawarkan" dan "memberikan bantuan jasa" sedangkan kekuatan gaib itu hanyalah sebatas isi (konten) dari perbuatan si pelaku dalam bentuk pernyataan diri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tindak pidana (strafbaarfeit) oleh beberapa sarjana sering juga diistilahkan sebagai perbuatan pidana atau peristiwa pidana. menurut Simon perbuatan pidana/peristiwa pidana adalah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. (CST. Cansil, 2007: 38), sehingga jika kita uraikan, maka pengertian tindak pidana tersebut terdiri dari beberapa komponen antara lain:</div>
<div style="text-align: justify;">
1. Komponen perbuatan</div>
<div style="text-align: justify;">
2. Komponen kesalahan dan sifat melawan hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
3. Komponen ancaman pidana </div>
<div style="text-align: justify;">
4. Komponen subjek hukum</div>
<div style="text-align: justify;">
5. Komponen pertanggungjawaban pidana</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Unsur perbuatan dalam suatu rumusan delik merupakan unsur pokok yang menjadi identitas dan ciri khas dari delik tersebut, misalnya unsur "mengambil" pada Pasal 362 tentang Pencurian, atau unsur "menghilangkan nyawa" pada Pasal 338 tentang Pembununan. Unsur perbuatan pada umumnya dinyatakan dalam bentuk kata kerja baik yang bersifat aktif (en doen) maupun pasif (een nalaten). (Lamintang, 1997: 93) </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kembali pada rumusan Pasal 293 RUU KUHP, bahwa pembentuk undang-undang telah merumuskannya dalam bentuk delik formil (formeel delict) yaitu suatu delik yang dianggap telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang. (Lamintang, 1997: 213, ibid), sehingga Pasal 293 tidak memandang bahwa akibat dari perbuatan itu harus telah timbul, karena essensi dari suatu delict dalam katagori formil ada pada perbuatannya sendiri yang telah bertentangan dengan ketentuan yang diatur oleh undang-undang hukum pidana dan telah diancam pidana bagi siapa saja yang melanggarnya, sedangkan unsur "kekuatan gaib" dalam rumusan Pasal 293 bukanlan sebagai perbuatan melainkan isi dari sebuah pernyataan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Memang harus kita akui bahwa unsur "kekuatan gaib" dalam Pasal 293 adalah unsur yang paling seksi, bahkan saking seksinya telah membuat para pakar dan ahli-ahli hukum terbuai oleh keberadaan unsur tersebut, sehingga orang yang membaca rumusan Pasal 293 langsung berkesimpulan bahwa kekuatan gaib telah ditarik oleh pembentuk undang-undang kedalam ranah hukum yang sebenarnya syarat dengan logika pembuktian secara rasional, maka tidak heran jika kebanyakan orang mempertanyakan tentang bagaimana cara membuktikan kekuatan gaib dengan metoda pembuktian secara hukum? Inilah barangkali yang sering kita dengar dalam diskusi-diskusi di berbagai media menyangkut eksistensi Pasal 293 RUU KUHP, padalah jika kita cermat dalam membaca rumusan Pasal tersebut, maka sebenarnya kekuatan gaib itu bukanlah unsur pokok dari tindak pidananya melainkan hanya isi dari pernyataan diri si pelaku, contoh perbuatan materiil yang dapat dipidana dengan Pasal 293 tersebut antara lain misalnya: "A berkata kepada B dan C bahwa ia memiliki kekuatan gaib dan bisa membuat orang lain mati dengan kekuatan itu" yang harus dibuktikan bukanlan bagaimana bentuk kekuatan gaib itu melainkan apakah benar A telah berkata kepada B dan C seperti itu? jadi sama sekali tidaklah sulit untuk bisa membuktikannya karena cukup B dan C bersaksi di pengadilan bahwa benar A telah berkata ia memiliki kekuatan gaib dan dapat membuat orang lain mati dengan kekuatan itu kepada B dan C, maka tindak pidana dalam Pasal 293 telah dianggap terbukti,hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh H. Sarifuddin Sudding bahwa fokus kriminalisasi dalam Pasal 293 ditekankan pada perbuatan menawarkan/memberikan jasa dengan ilmu santet untuk membunuh atau mencelakakan orang lain bukan pada substansi santetnya. (Sarifuddin Sudding, dikutip dari http://hanura.com/web/article)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berbeda halnya jika Pasal 293 itu dirumuskan sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
"Setiap orang yang menyantet atau melakukan santet terhadap orang lain dipidana penjara paling lama 5 tahun" maka materi santet itu harus dibuktikan karena ia dirumuskan dalam bentuk perbuatan. Tidak mungkin undang-undang dirumuskan dalam bentuk seperti itu karena rumusan seperti itu akan memaksa hukum untuk menjangkau wilayah-wilayah yang non ilmiah.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pasal 293 dalam RUU KUHP sebenarnya mirip dengan Pasal 546 ayat (1) KUHP yang berbunyi "barangsiapa menjual, menawarkan menyerahkan membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagikan jimat penangkal atau benda lain yang dikatakan olehnya mempunyai kesaktian" coba perhatikan kata "yang dikatakan olehnya mempunyai kesaktian" jika kita tidak cermat memaknai kalimat tersebut, maka kita akan tersesat seakan-akan yang harus dibuktikan adalah "kesaktiannya" padahal kesaktian itu hanya merupakan isi dari perkataan si pelaku. Jadi sebenarnya Pasal 293 RUU KUHP itu merupakan tindak pidana tentang informasi yang menyesatkan meskipun tidak pula bisa kita katakan sama persis dengan tindak pidana penipuan sebagaimana dalam Pasal 378 KUHP.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika kita lihat penjelasan dari Pasal 293 maka sesungguhnya maksud pembentuk undang-undang merumuskan pasal tersebut untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya. Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet) sehingga misi pembentuk undang-undang mencantumkan ketentuan Pasal 293 dalam RUU KUHP adalah untuk meminimalisasi praktik-praktik perdukunan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Suatu perbuatan dirumuskan sebagai tindak pidana karena perbuatan itu telah nyata-nyata meresahkan masyarakat dan menimbulkan terganggunya rasa aman dan tentram dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Yang menjadi persoalan dalam ketentuan Pasal 293 RUU KUHP adalah menyangkut apakah pernyataan seseorang tentang kepemilikan kekuatan gaib telah menimbulkan rasa nyaman dan tentram dalam masyarakat menjadi terganggu? Memang keberadaan santet di Indonesia telah menjadi fenomena sosial di masyarakat, sehingga menimbulkan miss persepsi dan miss interaksi diantara komponen masyarakat, sebagai contoh terjadinya tindakan main hakim sendiri terhadap orang yang diduga sebagai dukun santet padahal hal itu baru sebatas dugaan dan prasangka masyarakat, atau maraknya iklan-iklan di majalah klenik yang menawarkan jasa kepada masyarakat untuk melakukan santet. Konflik persepsi di masyarakat tidak berada dalam dimensi supranatural karena yang dijangkau oleh hukum bukan materi santet atau ilmu gaibnya, namun semata hanya ditujukan pada hubungan-hubungan sosial yang terganggu oleh adanya pernyataan atau informasi menyesatkan yang menimbulkan keresahan di masyarakat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka tidak pada tempatnya jika kita mempersoalkan tentang bagaimana membuktikan ilmu santet dengan media pembuktian secara hukum, karena meskipun Pasal 293 RUU KUHP mengandung unsur ilmu gaib, namun pokok perbuatan materiilnya bukan pada substansi santet dan ilmu gaibnya akan tetapi pada proses perbuatan dalam bentuk pernyataan diri atau penawaran jasa. Masyarakat seharusnya bisa mendapatkan informasi yang lebih proporsional menyangkut essensi Pasal 293 ini agar tidak salah mengartikan substansi Pasal 293 RUU KUHP tersebut, walaupun kita cukup prihatin karena konflik penalaran itu justru timbul dari statement para pakar-pakar hukum yang telah tidak cermat dalam memahami substansi Pasal 293 RUU KUHP tersebut. Wallohualam...</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-48802208967441973732012-07-23T20:17:00.000-07:002012-07-23T20:26:22.798-07:00<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 14pt;">HUKUM ACARA PERDATA</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 14pt;">Tentang</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 14pt;">Ketidakhadiran Para Pihak Dalam
Proses Berperkara </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 14pt;">(Gugur dan Verstek)</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Oleh: D.Y. Witanto</span></i></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div style="mso-element-anchor-horizontal: column; mso-element-anchor-vertical: paragraph; mso-element-linespan: 2; mso-element-wrap: around; mso-element: dropcap-dropped; mso-height-rule: exactly;">
<table align="left" cellpadding="0" cellspacing="0" hspace="0" vspace="0">
<tbody>
<tr>
<td align="left" style="padding-bottom: 0cm; padding-left: 0cm; padding-right: 0cm; padding-top: 0cm;" valign="top"><div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; mso-element-anchor-horizontal: column; mso-element-anchor-vertical: paragraph; mso-element-linespan: 2; mso-element-wrap: around; mso-element: dropcap-dropped; mso-height-rule: exactly; mso-line-height-rule: exactly; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;">S</span></b></div>
</td>
</tr>
</tbody></table>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">empitnya
ruang lingkup pengaturan undang-undang menyangkut persoalan ketidakhadiran
dalam proses berperkara telah menimbulkan banyak masalah di dalam praktik
persidangan perkara perdata, khususnya dalam perkara-perkara yang mengandung
sengketa (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">contentiosa</i>). Undang-undang
hanya mengatur mengenai ketidakhadiran pihak penggugat hanya dalam Pasal 124
HIR/148 RBg saja, sedangkan terhadap ketidakhadiran pihak tergugat hanya diatur
oleh Pasal 125-129 HIR/149-153 Rbg, sehingga tidak heran jika persoalan
mengenai ketidakhadiran para pihak dalam proses berperkara tidak pernah menjadi
bahan kajian secara khusus dan tersendiri, namun hanya sebatas menjadi bab atau
bahkan sub-bab dari pembahasan tentang hukum acara perdata secara umum, padahal
konsekuensi dan akibat hukum atas ketidakhadiran itu dapat berdampak luas bagi
para pihak yang berperkara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Banyak muncul problematika yang disebabkan oleh
perbedaan pendapat di kalangan praktisi maupun akademisi menyangkut penerapan
beberapa aturan di dalam hukum acara terhadap ketidakhadiran para pihak dalam
proses berperkara, antara lain menyangkut mengenai keabsahan panggilan, ruang
lingkup kehadiran dan ketidakhadiran, proses pembuktian dalam acara <i style="mso-bidi-font-style: normal;">verstek</i>, upaya hukum terhadap putusan di
luar hadir dan jangka waktu untuk mengajukan perlawanan (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">verzet</i>). Kondisi tersebut di picu oleh adanya kekosongan hukum (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">vacuum of law</i>) dan ketidakjelasan secara
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">tekstual </i>dalam rumusan undang-undang
hukum acara perdata yang berlaku saat ini (HIR, RBg maupun Rv) yang secara
substansial merupakan hasil <i style="mso-bidi-font-style: normal;">konkordansi</i>
dari undang-undang peninggalan kolonial.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kesalahan dan kekeliruan hakim dalam menerapkan
ketentuan acara terhadap ketidakhadiran para pihak, kerap merugikan kepentingan
salah satu pihak, karena setiap putusan yang dijatuhkan di luar hadir selalu
didahului oleh proses pemeriksaan secara sepihak. Dalam buku ini penulis
mencoba untuk mengungkap segala seluk beluk dan persoalan mengenai ketidakhadiran
para pihak dalam proses berperkara, bahkan penulis mencoba untuk menyajikan
beberapa permasalahan menarik yang belum pernah diungkap dan dibahas sebelumnya,
sekaligus dengan berbagai bentuk usulan solusinya, sehingga diharapkan buku ini
dapat memberikan gambaran yang jelas, terang dan menyeluruh menyangkut
konsekuensi hukum yang dapat diterapkan terhadap ketidakhadiran para pihak di
dalam proses berperkara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Untuk memperkaya kajian dan pembahasan dalam buku ini
penulis mencoba memadukan antara aturan perundang-undangan, yurisprudensi,
SEMA, teori-teori hukum dan konsep-konsep penalaran yang dibangun berdasarkan pengamatan
dan pengalaman di dalam praktik, sehingga diharapkan dapat memberikan
penjelasan secara lebih luas bagi khalayak pembaca yang ingin mempelajari
tentang teknik-teknik persidangan dalam perkara perdata, khususnya menyangkut
tentang putusan gugur dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">verstek</i>.
Kandungan dalam buku ini juga akan bermanfaat bagi para praktisi (hakim dan
advokat) maupun para akademisi (dosen dan mahasiswa) karena substansinya
mencakup khasanah, baik teori maupun praktik. Buku tersebut rencananya terbagi
atas 5 bab sebagai berikut:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAB. I </span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">PENDAHULUAN</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kewenangan Pengadilan Negeri dalam
Memeriksa </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perkara Perdata (1)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Sistematika Putusan Perkara
Perdata (10)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Judul Dan Nomor Putusan </span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(10)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Irah-Irah Putusan </span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(11)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Identitas Para Pihak</span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (14)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Duduk Perkara </span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(15)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Alat-Alat Bukti </span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(16)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pertimbangan Hukum </span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(17)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Amar Putusan </span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(20)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">8.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Uraian Penutup </span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(20)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">9.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Tanda Tangan Hakim Dan Panitera </span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(21)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level1 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penggolongan Jenis-Jenis
Putusan Dalam Perkara Perdata. (21)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Berdasarkan Fungsinya</span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (21)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Berdasarkan Sifatnya</span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (24)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Berdasarkan Isinya </span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(26)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l11 level3 lfo2; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Berdasarkan Kehadiran Para Pihaknya</span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (27)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l4 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Fungsi Dan Makna Kehadiran
Para Pihak Dalam Proses Berperkara (29)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l4 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pengertian Dan Penggunaan
Istilah Bagi Ketidakhadiran Para Pihak (33)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l4 level1 lfo10; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pengaturan Putusan Di Luar
Hadir Dalam Undang-Undang (36)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAB 2</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">PRINSIP-PRINSIP YANG BERLAKU PADA PUTUSAN DI LUAR
HADIR</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Gugur Dan Verstek
Berlaku Pada Perkara Contentiosa (49)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Di Luar Hadir
Dijatuhkan Dengan Prinsip Kehati-Hatian. (51)</span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l10 level1 lfo9; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penilaian Tentang Sah atau Tidaknya Panggilan
Terhadap Para Pihak. </span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(51)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l10 level1 lfo9; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penilaian Tentang Alasan Ketidakhadiran </span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(52)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l10 level1 lfo9; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penilaian Tentang Jarak antara Tempat Tinggal
Para Pihak Dengan Pengadilan</span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (54)</span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Dalam Putusan Verstek Hakim
Wajib Memberikan Pertimbangan Yang Cukup (Voldoende Gemotiveerd) (55)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prinsip Perlindungan Hak Dan
Kepentingan Pihak Yang Hadir Mematuhi Panggilan. (57)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Di Luar Hadir
Merupakan Sanksi Bagi Pihak Yang Ingkar Terhadap Panggilan Pengadilan (58)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Di Luar Hadir
Menggunakan Prinsip Acara Persidangan Yang Sederhana (59)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">G.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Ketidakhadiran Salah Satu
Pihak Mengesampingkan Kewajiban Mediasi (60)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">H.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prinsip Kehadiran Salah Satu
Dari Tergugat Menghalangi Dijatuhkan Putusan Verstek (62)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l1 level1 lfo8; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">I.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prinsip Putusan Gugur
Mengesampingkan Putusan Verstek (63)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAB 3</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">SYARAT-SYARAT
DIJATUHKAN PUTUSAN DI LUAR HADIR</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penggugat/Tergugat Telah
Dipanggil Secara Sah (65)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prosedur Pemanggilan Dalam
Perkara Perceraian (81)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penggugat/Tergugat Tidak
Memenuhi Panggilan Pengadilan. (83)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Dalam Hal
Penggugat/Tergugatnya Lebih Dari Seorang, Ketidakhadiran Bersifat Menyeluruh. (91)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penggugat/Tergugat Tidak
Mengutus Wakilnya Yang Sah. (94)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Ad. 1. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kuasa Secara Umum</i> (91)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Ad. 2. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kuasa Khusus </i>(97)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Tidak Hadirnya
Penggugat/Tergugat Tanpa Alasan Yang Sah. (104)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">G.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Tergugat Tidak Mengajukan
Eksepsi Kewenangan Mengadili. (110)</span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo4; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kompetensi Absolut</span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (111)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l0 level1 lfo4; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kompetensi Relatif</span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (113)</span></li>
</ol>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level2 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prinsip Gugatan Berdasarkan Domisili
Tergugat (Actor Secquitor Forum Rei) (113)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level2 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prinisp Gugatan Berdasarkan
Domisili Penggugat (113)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level2 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prinsip Gugatan Berdasarkan
Tempat Dimana Barang Tetap Berada (Forum Rei Sitae) (114)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level2 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prinsip Gugatan Berdasarkan
Domisili Pilihan (114)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l8 level2 lfo3; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">e.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Prinsip Gugatan Berdasarkan
Pengadilan Yang Ditunjuk Oleh Undang-Undang (115)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAB. 4</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BENTUK PUTUSAN
DI LUAR HADIR (GUGUR DAN VERSTEK)</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pengantar (119)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Verstek Yang Berisi
Mengabulkan Seluruh Gugatan (132)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Verstek Yang Berisi
Mengabulkan Sebagian Gugatan (134)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Verstek Yang Berisi
Penolakan Gugatan (136)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l7 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Verstek Yang
Menyatakan Gugatan Tidak Dapat Diterima (139)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAB. 5</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">PERLAWANAN TERHADAP PUTUSAN VERSTEK (VERZET)</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penggunaan Istilah Verzet Di
Dalam Praktik (143)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Sifat Perlawanan Terhadap
Putusan Verstek (Verzet) (144)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level1 lfo5; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Tenggang Waktu Pengajuan
Perlawanan (148)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level7 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Jika Diberitahukan Langsung Kepada Si Tergugat, Berlaku
Jangka Waktu Perlawanan Selama 14 Hari Sejak Pemberitahuan </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(150)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level7 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Jika Tidak Diberitahukan Secara Langsung Kepada Si Tergugat,
Maka Perlawanan Dapat Diajukan Sampai Hari Ke 8 Setelah Teguran (Aanmaning) </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(152)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level7 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Jika Atas Teguran (Aanmaning) Tergugat Tidak Hadir, Maka
Dapat Diajukan Sampai Hari Ke 8 Sesudah Dijalankan Sita Eksekusi </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(155)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level7 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Hak Mengajukan Perlawanan Jika Pemberitahuan Dilakukan
Secara Umum Melalui Pemerintah Daerah </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(162)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level7 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Beberapa Permasalahan Dalam Praktik Tentang Jangka Waktu
Pengajuan Perlawanan (Verzet) Terhadap Putusan Verstek </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(164)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level1 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pihak-Pihak Yang Berhak
Mengajukan Perlawanan (171)</span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l3 level1 lfo7; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Hak Untuk Mengajukan Perlawanan Adalah Hak
Bagi Tergugat Yang Dikalahkan Oleh Putusan Verstek </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(172)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l3 level1 lfo7; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penggugat Tidak Memiliki Hak Untuk Mengajukan
Perlawanan </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(173)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l3 level1 lfo7; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Dalam Hal Tergugat Meninggal Dunia Para Ahli
Waris Dapat Menggantikan Posisi Tergugat Untuk Mengajukan Perlawanan </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(174)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l3 level1 lfo7; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perlawanan Dapat Diajukan Oleh Kuasa Tergugat
Yang Sah </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(175)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l3 level1 lfo7; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Dalam Hal Para Ahli Waris Belum Dewasa, Maka
Perlawanan Dapat Diajukan Oleh Seorang Walinya Yang Sah </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(176)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l3 level1 lfo7; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Dalam Hal Tergugat Dinyatakan Tidak Cakap
Bertindak Karena Gangguan Jiwa Setelah Putusan Verstek Dijatuhkan, Maka
Pengampu Berhak Untuk Mengajukan Perlawanan </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(177)</span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level1 lfo5; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Proses Acara Persidangan Verzet (178)</span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l6 level1 lfo6; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perkara Perlawanan Terhadap Putusan
Verstek Tidak Diberikan Nomor Perkara Baru.</span></i><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (178)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l6 level1 lfo6; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pihak Pelawan Wajib Membayar Panjar Biaya
Perkara</span></i><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (178)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l6 level1 lfo6; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Komposisi Para Pihak Dalam Acara
Perlawanan (Verzet) Terhadap Putusan Verstek </span></i><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (180)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l6 level1 lfo6; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Ketidakhadiran Para Pihak Dalam Acara Verzet </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(181)</span></li>
</ol>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level2 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Ketidakhadiran Penggugat/Terlawan (181)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level2 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Ketidakhadiran Tergugat/Pelawan (182)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l9 level2 lfo5; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Ketidakhadiran Pelawan Maupun
Terlawan (185)</span></div>
<ol start="5" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l6 level1 lfo6; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Tata Cara Proses Persidangan Acara
Perlawanan </span></i><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (186)</span></li>
</ol>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l2 level1 lfo12; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Bentuk Dan Isi Putusan
Perlawanan Terhadap Putusan Verstek (214)</span></div>
<div class="MsoListParagraph" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l2 level1 lfo12; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">G.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Beberapa Permasalahan Yang
Terjadi Di Dalam Praktik (215)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 36.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; mso-list: l5 level7 lfo11; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Permasalahan Menyangkut Amar Dapat Dijalankan Lebih Dulu
(Uitvoerbaar Bij Voorraad) Dalam Putusan
Verstek</span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> </span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">(215)</span></div>
<ol start="2" style="margin-top: 0cm;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l5 level1 lfo11; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Permasalahan Menyangkut Pembuktian Dengan
Saksi-Saksi Dalam Putusan Verstek</span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (226)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l5 level1 lfo11; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pengajuan Banding Menutup Hak Bagi Tergugat
Untuk Mengajukan Perlawanan</span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (229)</span></li>
<li class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-top: 6.0pt; mso-list: l5 level1 lfo11; text-align: justify;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Permasalahan Menyangkut Sita Eksekusi Yang
Pernah Diletakan</span></i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> (233)</span></li>
</ol>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-bottom: 6.0pt; margin-left: 0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 6.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">DAFTAR PUSTAKA</span></b></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-bottom: 12.0pt; margin-left: 54.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 12.0pt; tab-stops: 18.0pt; text-align: justify; text-indent: -54.0pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 12pt;">Lampiran:</span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-72275603843584559122012-05-21T18:47:00.002-07:002012-05-21T18:47:53.712-07:00<link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="City" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="-->
<m:smallfrac m:val="off">
<m:dispdef>
<m:lmargin m:val="0">
<m:rmargin m:val="0">
<m:defjc m:val="centerGroup">
<m:wrapindent m:val="1440">
<m:intlim m:val="subSup">
<m:narylim m:val="undOvr">
</m:narylim></m:intlim>
</m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="footnote text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="footnote reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="Hyperlink"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if !mso]><img src="http://img2.blogblog.com/img/video_object.png" style="background-color: #b2b2b2; " class="BLOGGER-object-element tr_noresize tr_placeholder" id="ieooui" data-original-id="ieooui" />
<style>
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
</style>
<![endif]--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Wingdings;
panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:2;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;}
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
h3
{mso-style-priority:9;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-link:"Heading 3 Char";
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0in;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0in;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-outline-level:3;
font-size:13.5pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Footnote Text Char";
margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
span.MsoFootnoteReference
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-unhide:no;
vertical-align:super;}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-unhide:no;
color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:purple;
mso-themecolor:followedhyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
span.Heading3Char
{mso-style-name:"Heading 3 Char";
mso-style-priority:9;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Heading 3";
mso-ansi-font-size:13.5pt;
mso-bidi-font-size:13.5pt;
font-weight:bold;}
span.FootnoteTextChar
{mso-style-name:"Footnote Text Char";
mso-style-noshow:yes;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Footnote Text";}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;}
/* Page Definitions */
@page
{mso-footnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") fs;
mso-footnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") fcs;
mso-endnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") es;
mso-endnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") ecs;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:181943290;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1596305672 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l1
{mso-list-id:460810567;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:551597450 -1677401042 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l2
{mso-list-id:823200148;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-66704786 -1677401042 320643404 911607118 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l2:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:1.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l2:level3
{mso-level-start-at:4;
mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:117.0pt;
text-indent:-.25in;}
@list l3
{mso-list-id:1012300211;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1690280172 -1259184620 154196010 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l3:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l3:level2
{mso-level-tab-stop:1.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l4
{mso-list-id:1193306937;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-773837966 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l4:level1
{mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l5
{mso-list-id:1254626106;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:34783066 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l5:level1
{mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l6
{mso-list-id:1679654138;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:665459606 -1677401042 -1629746680 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l6:level1
{mso-level-tab-stop:.5in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l6:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:1.0in;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l7
{mso-list-id:1862740422;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1526455060 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;}
@list l7:level1
{mso-level-number-format:bullet;
mso-level-text:;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
font-family:Symbol;}
ol
{margin-bottom:0in;}
ul
{margin-bottom:0in;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
</style>
<![endif]-->
</m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: center;">
<b><span lang="PT-BR" style="font-size: 14pt;">PROBLEMATIKA
PENANGANAN <i>CYBER CRIME</i> DALAM PERSPEKTIF
ASAS TERITORIAL DI INDONESIA<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: center;">
<b><span style="font-size: 14pt;">D.Y. Witanto<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">[1]</span></b></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><b><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></b><!--[endif]--><b>PENDAHULUAN<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
Dinamika
perubahan sosial <i>(social changes) </i>dalam
masyarakat tidak dapat dibatasi seiring dengan perkembangan teknologi dan
informasi yang terus berkembang dengan sangat pesat, bahkan diluar kontrol dan
kendali pranata hukum yang tersedia. Perkembangan itu telah mendesak pada perubahan
kultur dan prilaku masyarakat kearah <i>dekadensi</i>
<i>psikososial</i>. Perubahan prilaku pada sub
sistem masyarakat juga berpengaruh pada <i>prevalensi</i>
tingkat kejahatan dengan <i>segmen-segmen </i>tertentu
yang tidak lagi dilakukan secara <i>konvensional</i>
dan <i>manual</i> namun telah menggunakan
perangkat-perangkat teknologi yang sulit untuk dilacak baik <i>locus</i>, <i>tempus</i> maupun <i>aktor
delictinya</i>. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
Berkembangnya
kejahatan berbasis teknologi yang terjadi pada dimensi maya ternyata belum mampu
ditanggulangi sepenuhnya melalui pendekatan hukum, khususnya hukum pidana (<i>penal approach</i>), maka untuk menyikapi
kenyataan itu, negara-negara di dunia dan pakar-pakar teknologi mulai melakukan
kajian untuk membentuk suatu kebijakan kriminal <i>(criminal policy</i>) dalam menanggulangi meluasnya kejahatan mayantara
(<i>cyber crime</i>) yang tanpa disadari terus
berkembang pesat, baik kualitas maupun kuantitasnya. Upaya pemberantasan
kejahatan dunia maya tidak cukup hanya dengan melakukan reformasi system hukum,
namun juga harus dibarengi dengan upaya membangun kerjasama antar negara dalam
penanganan kejahatan yang berskala internasional.</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
Lembaga-lembaga
<i>profit</i> maupun <i>non profit</i> yang menggunakan sistem teknologi informatika sebagai
basis penyimpan dan pengolah data mulai merasa resah dengan merajalelanya tindakan-tindakan
usil para <i>hacker</i> dan <i>cracker</i>, karena hampir pada setiap ruang
<i>cyber</i> yang menggunakan <i>maximum security system</i> ternyata masih
sanggup di jebol oleh para <i>hacker</i> dan
<i>cracker</i>. Disisi lain meluasnya pornografi
dan pornoaksi dengan menggunakan <i>cyber
system</i> juga menjadi problem yang belum terpecahkan melalui kebijakan hukum
nasional saat ini, karena meningkatnya kebutuhan manusia terhadap system
informasi global dalam setiap aspek kehidupan telah mendorong tingginya
penggunaan fasilitas internet dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan upaya-upaya
pembatasan yang saat ini terus dilakukan juga belum menunjukan hasil yang <i>significan</i>.</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
Kesulitan
yang terjadi dalam melakukan penganggulangan dan pemberatantasan kejahatan
mayantara lebih disebabkan karena antara pelaku dan korban pada umumnya tidak
berada pada suatu tempat yang sama, atau bahkan sama sekali tidak pernah
bertemu di dunia yang nyata. sehingga sangat sulit untuk menetukan <i>locus</i> dan <i>tempus</i> <i>delictinya</i> dengan
metode atau teori hukum pidana pada umumnya, sedangkan berkaitan dengan
penegakan hukum (<i>law enforcement)</i> terhadap
kejahatan mayantara yang berdimensi trans nasional para penegak hukum selalu
terkendala dengan batas yuridiksi suatu negara. Dalam ketentuan perundang-undangan
hukum pidana kewenangan penegakan hukum selalu dibatasi oleh batas yuridiksi (<i>teritorialitas</i>) yang tidak mungkin di
tembus tanpa adanya perjanjian<i> </i>ekstradisi
atau perjanjian khusus antar negara. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
Seiring
dengan berkembangnya zaman yang terus bergerak menuju era serba teknologi yang
berbasis informatika dan<i> </i>telematika,<i> </i>maka aktifitas komunikasi manusia di
seluruh belahan dunia sudah tidak mungkin lagi dibatasi oleh batas kewenangan territorial
suatu negara. Dunia komunikasi dan transaksi bisnis yang berskala internasional
sudah menjadi bagian kehidupan manusia dan terus berkembang dengan sangat cepat
sebagai suatu kebutuhan yang tidak terelakan pada saat ini. Mewabahnya
kejahatan dunia maya (<i>cyber crime</i>)
baik dalam bentuk kejahatan informasi (<i>information
crime</i>) seperti <i>pornografi</i> dan <i>pornoaksi</i> maupun kejahatan lain yang
menggunakan fasilitas teknologi informatika seperti pembobolan sistem perbankan
yang dilakukan antar negara sudah menjadi persoalan seluruh negara di dunia,
sehingga untuk menanggulanginya tidak mungkin dilakukan secara manual dan parsial,
namun harus menggunakan sistem teknologi dan melibatkan seluruh negara-negara
yang ada di dunia.</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<b>B.<span> </span>CYBER CRIME MENURUT PANDANGAN HUKUM PIDANA<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Menurut <b>Marc Ansel</b> bahwa Ilmu Hukum Pidana Modern (<i>modern criminal science</i>) mengandung tiga komponen yang antara lain
”<i>criminology</i>” ”<i>criminal law</i>” dan ”<i>penal
policy</i>” dikemukakan juga olehnya bahwa ”<i>penal
policy</i>” adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai
tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara
lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang,
tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada
para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Kejahatan ekstra teritorial (<i>trans nasional</i>) atau biasa disebut
Tindak Pidana Internasional adalah kejahatan yang melibatkan yuridiksi dari dua
atau beberapa negara sekaligus. Pertautan antara dua atau beberapa negara yang
sama-sama punya kewenangan untuk melakukan penegakan hukum</span><span lang="SV"> dapat terjadi karena terdapat beberapa titik
singgung antara lain:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></i><!--[endif]--><i>Memiliki
dampak pada lebih dari satu negara;<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i><span lang="FI"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></i><!--[endif]--><i><span lang="FI">Menyangkut
lebih dari satu kewarganegaraan;<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i><span lang="PT-BR"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span></i><!--[endif]--><i><span lang="PT-BR">Menggunakan sarana/prasarana yang
melampaui batas-batas suatu negara;<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="PT-BR">Dalam hal suatu kejahatan mengandung
salah satu dari 3 (tiga) titik singgung diatas, maka sudah termasuk dalam
dimensi Hukum Pidana Internasional yang penanganannya tidak bisa lagi hanya
melibatkan kompetensi dari satu negara,<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
namun harus melibatkan dua atau beberapa negara yang sama-sama berwenang untuk
melakukan proses penengakan hukum berdasarkan ketentuan hukum dinegaranya.
Kewenangan suatu negara menurut prinsip hukum internasional dibatasi oleh dua
hal: <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="PT-BR"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span lang="PT-BR">kekuasaan itu terbatas pada batas
wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu; dan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="FI"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span lang="FI">kekuasaan
itu berakhir dimana kekuasaan suatu negara lain dimulai.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Era globalisasi telah membawa semua
tatanan kehidupan serba teknologi dan internet, hampir semua sisi kehidupan
manusia bisa berhubungan dengan internet, baik siang maupun malam baik dalam
kehidupan bisnis, pendidikan maupun hiburan, dari fenomena itulah kemudian sisi
negatif dari penggunaan internet tidak bisa dihindari, pelaku-pelaku yang
memiliki kemampuan akses kedunia internet dapat menyalahgunakan pemanfaatannya
untuk sebuah tindakan jahat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Menurut <b>kepolisian Inggris</b> <i>Cyber
Crime</i> <i>adalah segala macam penggunaan
jaringan komputer untuk tujuan kriminal dan/atau <span> </span>kriminal berteknologi tinggi dengan menyalahgunakan
kemudahan teknologi digital</i><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.
<b>Indra Safitri</b> memberikan pembatasan
mengenai kejahatan dunia maya sebagai <i>jenis
kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa
batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi
yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari
sebuah informasi yang disampaikan dan di akses oleh pelanggan internet</i>.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Sedangkan <b>PBB dalam kongres ke X tahun
2000</b> menyatakan bahwa <i>cyber crime
atau computer-related crime mencakup keseluruhan bentuk-bentuk baru dari
kejahatan yang ditujukan pada komputer, jaringan komputer dan para penggunanya,
dan bentuk kejahatan-kejahatan tradisional yang sekarang dilakukan dengan
menggunakan atau dengan bantuan peralatan komputer</i><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Menurut ketentuan Pasal 2 KUHP bahwa: <i>”ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu delik di
Indonesia</i>” ketentuan tersebut merupakan landasan berlakunya <i>asas teritorial</i> terhadap penegakan hukum
pidana yang terjadi dalam wilayah Negara Indonesia, namun demikian terhadap
Pasal 2 diatas terdapat pengecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 3 yang
menyebutkan <i>”Ketentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar wilayah
Indonesia melakukan delict didalam perahu atau pesawat udara Indonesia</i>”, dan
Pasal 4 yang menyebutkan pengecualian berdasarka jenis-jenis kejahatan
tertentu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah memberikan beberapa fasilitas
menyangkut penanganan tindak pidana mayantara (<i>cyber crime</i>) yang dilakukan oleh orang yang berada di luar wilayah yuridiksi
Negara Indonesia, yaitu dengan melakukan kerjasama pada saat penangkapan dan penyidikan
kasus tersebut. Hampir pada setiap tindak pidana yang melibatkan beberapa
yuridiksi suatu negara memerlukan penangangan secara <i>ekstra ordinary</i> karena kewenangan dalam melakukan tindakan-tindakan
<i>pro justicia</i> akan terbentur dengan
batas kewenangan berlakunya sistem hukum pidana dalam suatu negara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Beberapa perjanjian kerjasama yang dapat
menjadi contoh dalam penanganan kejahatan mayantara <i>(cyber crime) </i>dalam dimensi internasional antara lain seperti yang
pernah dilakukan oleh negara-negara di Eropa dengan ”<i>Draft Convention on Cyber Crime</i>” disitu diatur mengenai tata cara
penanganan kejahatan mayantara yang melibatkan negara-negara peserta kerjasama
tersebut. Sedangkan PBB sendiri telah beberapa kali melakukan kongres dalam
rangka membahas penanggulangan kejahatan ini, dengan dikeluarkanya beberapa
kebijakan dalam menyangkut pencegahan dan penanganan kejahatan mayantara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<b><span lang="FI">C.<span> </span>CYBER
CRIME DALAM DIMENSI KEJAHATAN INTERNASIONAL<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Dalam sistem penanggulangan kejahatan,
setiap kejahatan harus di bedakan antara kejahatan biasa (<i>ordinary crime</i>) dan kejahatan luar biasa (<i>extra ordinary crime). </i>Metoda penanggulangan kejahatannya<i> </i>tidak bisa disamakan antara satu
kejahatan dengan kejahatan yang lain tergantung dari jenis dan karakteristik
kejahannya. Kejahatan yang bersifat <i>ekstra
ordinary</i> tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan <i>law inforcement</i> pada umumnya, namun harus menggunakan sistem-sistem
dan pranata yang khusus karena akan berhadapan dengan beberapa persoalan dalam upaya
penanggulangannya<span> </span>antara lain:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="FI"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span lang="FI">persoalan
teritorial<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="FI"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span lang="FI">persoalan
pembuktian<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="FI"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span lang="FI">persoalan
locus dan tempus delicti; dan<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="FI"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span lang="FI">persoalan
dampak/akibat yang ditimbulkannya <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<i><span lang="FI">Cyber
Crime</span></i><span lang="FI"> merupakan salah
satu <i>genus</i> dari kelompok kejahatan <i>ekstra ordinary</i> karena mengandung
beberapa<i> variable</i> seperti yang disebutkan
diatas, sehingga metode penanggulangannya harus dilakukan secara khusus
melibatkan para pemangku kepentingan (<i>stake
holder</i>) dan ahli-ahli dibidang <i>cyber</i>,
bahkan dalam kasus-kasus tertentu <i>cyber
crime</i> harus melibatkan kebijakan politik antar bangsa untuk bisa menaggulanginya,
baik dengan perjanjian ekstradisi maupun dengan perjanjian-perjanjian internasional
lainnya dalam bentuk konvensi intenasional.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<b>Nazura Abdul Manap</b> membedakan tipe-tipe
dari <i>cyber crime</i> menjadi 3 (tiga)
yaitu:</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Symbol;"><span>·<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><i>Cyber crimes
againts property, meliputi Theft (berupa theft of information, theft of
propoery dan theft of services), Fraud/Cheating, Forgery, dan Mischeif.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Symbol;"><span>·<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><i>Cyber crimes
againts persons, meliputi pornography, cyberharassment, cyber stalking dan
cyber-trespass. Cyber-trespass meliputi Spam E-mail, Hacking a Web Page dan
Breaking into Personal Computer.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: Symbol;"><span>·<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><i>Cyber-terrorism.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[8]</span></b></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 43 Ayat (8) disebutkan bahwa <i>“dalam rangka mengungkap tindak pidana informasi
elektronik dan transaksi elektronik penyidik dapat bekerja sama dengan penyidik
negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti”</i>ketentuan tersebut dapat
memberikan fasilitas hukum kepada para penegak hukum (penyelidik dan penyidik) untuk
melakukan kerjasama penyidikan lintas negara dengan penagak hukum di negara
lain, namun hal tersebut tetap tidak dapat terlepas dari respon dan hubungan
baik antar negara, artinya tanpa adanya hubungan ekstradisi dan kerjasama antar
negara para penegak hukum tetap tidak bisa menerobos batas kewenangan suatu
negara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="PT-BR">Ruang lingkup <i>Cyber law</i> antara lain sebagaimana diungkapkan oleh <b>Jonathan Rosenoer</b> dalam <i>Cyber law, the law of internet</i> sebagai
berikut:<o:p></o:p></span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="a">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="FI">Hak Cipta (<i>copy right</i>)<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="FI">Hak Merek (<i>trade mark</i>)<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="FI">Pencemaran nama baik (<i>defamation</i>)<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="FI">Fitnah, penistaan, penghinaan (<i>hate speech</i>)<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="SV">Serangan terhadap fasilitas komputer (<i>hacking, viruses, illegal access</i>)<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="SV">Pengaturan sumber daya internet seperti <i>IP address domein name</i> dll <o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="SV">Kenyamanan individu <i>(privacy</i>)<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;">Prinsip kehati-hatian (<i>duty care</i>)</li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;">Tindakan kriminal biasa
yang menggunakan TI sebagai alat;</li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;">Isu prosedural seperti
yuridiksi, pembuktian, penyidikan dll</li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="SV">Kontrak/transaksi elektronik dan tanda tangan
digital;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="SV">Pornografi termasuk pornografi anak;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="SV">Pencurian melalui internet;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="SV">Perlindungan konsumen;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt;"><span lang="SV">Pemanfaatan internet dalam aktivitas
keseharian manusia seperti e-<i>commerce,
e-government, e-education</i> dan lain sebagainya<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="SV">Dalam rangka upaya untuk menanggulangi <i>cyber crime</i> tersebut Resolusi Kongres
PBB ke VIII/1990 mengenai <i>Computer
Related Crime</i> mangajukan beberapa kebijakan antara lain sebagai berikut:<o:p></o:p></span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Menghimbau negara anggota untuk
mengintensifkan upaya-upaya penanggulangan penyalahgunaan komputer yang
lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut:<o:p></o:p></span></li>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="a">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="FI">Melakukan modernisasi hukum pidana
materiil dan hukum acara pidana;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan
dan pengamanan komputer;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Melakukan langkah-langkah untuk
membuat peka (<i>sensitif</i>) warga
masyarakat, aparat pengadilan dan penegak hukum, terhadap pentingnya
pencegahan kejahatan yang berhubungan dengan komputer (untuk selanjutnya
dalam kutipan ini disingkat dengan istilah <i>Cyber Crime</i> (CC)<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Melakukan upaya-upaya pelatihan
(training) bagi para hakim pejabat dan aparat penegak hukum mengenai
kejahatan ekonomi dan <i>Cyber Crime</i>
(CC)<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Memperluas <i>rule of crime</i> dalam penggunaan komputer dan mengajarkannya
melalui kurikulum informasi;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Mengadopsi kebijakan perlindungan
korban <i>Cyber Crime</i> (CC) sesuai
dengan deklarasi PBB mengenai korban dan mengambil langkah-langkah untuk
mendorong melaporkan adanya <i>Cyber
crime</i> (CC)<o:p></o:p></span></li>
</ol>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Menghimbau negara anggota
meningkatkan kegiatan nasional dalam upaya penanggulangan <i>Cyber crime</i> (CC)”<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="FI">Merekomendasikan kepada komite
Pengendalian dan Pencegahan kejahatan (<i>Committee
on Crime Prevention and Control</i>) PBB untuk:<o:p></o:p></span></li>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="a">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Menyebarluaskan pedoman dan standar
untuk membantu negara anggota menghadapi <i>Cyber crime</i> (CC) ditingkat nasional, regional dan
internasional;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Mengembangkan penelitian dan
analisis lebih lanjut guna menemukan cara-cara baru menghadapi problem <i>Cyber crime</i> (CC) dimasa yang akan
datang;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Mempertimbangkan <i>Cyber Crime</i> (CC) sewaktu meninjau
pengimplementasian perjanjian ekstradisi dan bantuan kerjasama dibidang
penanggulangan kejahatan <a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></li>
</ol>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="SV">Selanjutnya menyangkut penangangan
kejahatan mayantara yang berdimensikan lintas negara (trans nasional) atau
internasional maka negara-negara di Eropa telah melakukan kerjasama dengan
membuat kesepakatan yang dikenal dengan ”<i>Draft
Convention on Cyber Crime</i> berisi:<o:p></o:p></span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="1">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Tiap pihak (negara) akan mengambil
langkah-langkah legislatif dan pihak lain yang diperlukan untuk menetapkan
yuridiksi terhadap setiap tindak pidana yang ditetapkan sesuai dengan
Pasal 2 sampai Pasal 11 konvensi ini apabila tindak pidana itu dilakukan;<o:p></o:p></span></li>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="a">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Didalam wilayah teritorialnya;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Diatas kapal yang mengibarkan bendera
negara yang bersangkutan;<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Diatas pesawat yang terdaftar
menurut hukum negara yang bersangkutan; atau<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Oleh seorang dari warga negaranya
apabila tindak pidana itu dapat dipidana menurut hukum pidana ditempat
tindak pidana itu dilakukan atau apabila tindak pidana itu dilakukan
diluar yuridiksi teritorial setiap negara;<o:p></o:p></span></li>
</ol>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Setiap negara berhak untuk tidak
menerapakan atau hanya menerapkan aturan yuridiksi sebagaimana disebut
dalam Ayat (1) b – Ayat (1) d pasal ini dalam kasus-kasus atau
kondisi-kondisi tertentu.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Tiap pihak (negara) akan mengambil
langkah-langkah yang diperlukan untuk menerapkan yuridiksi terhadap tindak
pidana yang ditunjuk dalam Pasal 24 (1) konvensi ini (pasal tentang ekstradisi)
dalam hal tersangka berada dalam wilayahnya dan negara itu tidak
mengekstradisi tersangka itu kenegara lain (semata-mata berdasar alasan
kewarganegaraan tersangka) setelah adanya permintaan ekstradisi.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Konvensi ini tidak meniadakan
yuridiksi kriminal yang dilaksanakan sesuai dengan hukum domestik (hukum
negara yang bersangkutan).<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 6pt; margin-top: 6pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Apabila lebih dari 1 (satu) pihak
(negara) menyatakan berhak atas yuridiksi tindak pidana dalam konvensi ini
maka para pihak yang terlibat akan melakukan konsultasi untuk menetapkan yuridiksi
yang paling tepat untuk penuntutan.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="SV">Berdasarkan ketentuan 1 sub (a) diatas
bahwa penanganan dilakukan berdasarkan asas teritorial atau yuridiksi
teritorial yang berlaku, baik apabila pelaku dan korbannya berada diwilayah
teritorialnya ataupun komputer yang diserang berada diwilayahnya tetapi
sepelaku penyerangan terhadap keamanan komputer tidak berada diwilayahnya. Ketentuan
ini merupakan perluasan dari asas teritorial yang berlaku pada sistem hukum
pidana di masing-masing negara, sedangkan pada ketentuan 1 sub (b) diatas
menyangkut menganai asas nasionalitas. Pada ketentuan ayat (2) menunjukan bahwa
masing-masing negara berhak untuk mengajukan keberatan (<i>reservasi</i>) terhadap pemberlakuan pada ketentuan Ayat (1) sub b, c
dan d, kecuali pada sub a yang harus diperlukan untuk menjamin negara yang
menolak melakukan ekstradisi warga negaranya, tetap mempunyai kemampuan untuk
melakukan investigasi dan proses menurut hukumnya sendiri.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="SV">Tata cara penanganan diatas merupakan contoh
yang pernah dilakukan oleh negara-negara di Eropa sehingga terhadap kejahatan
mayantara yang ruang lingkupnya internasional dapat ditangani dan ditanggulangi
berdasarkan ketentuan yang telah disepakati oleh negara-negara yang membuat
kesepakatan tersebut, hal ini mengingat bahwa penanganan kejahatan (tindak
pidana) pada setiap negara yang berdaulat memiliki kekuasaan yuridiksi
masing-masing yang harus senantiasa dihormati oleh negara lain, sehingga tidak
mudah untuk melakukan penerobosan kedalam yuridiksi negara lain tanpa adanya
perjanjian antar negara.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="SV"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><b><span lang="FI"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><!--[endif]--><b><span lang="FI">PENUTUP<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Cyber crime menurut sifatnya adalah
kejahatan yang sulit untuk dideteksi dengan pendekatan hukum pidana pada
umumnya karena terjadi pada dunia maya yang perbuatannya sulit dibuktikan
secara nyata, disamping itu kejahatan mayantara (<i>cyber crime</i>) kerap dilakukan oleh orang yang pandai dan ahli
dibidang teknologi dan terkadang menembus batas teritorial suatu negara,
seperti seseorang yang melakukan kejahatannya terhadap sistem komputer di
Indonesia namun sipelaku tersebut berada di luar Indonesia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Dalam keadaan demikian, maka perlu adanya
penangan secara khusus yang dimulai dari reformasi kebijakan hukum pidana (<i>penal policy</i>) sampai kepada kebijakan
politik dengan negara-negara lain untuk mengantisipasi dan menanggulangi
kejahatan yang ruang lingkupnya internasional. Pemerintah saat ini sudah mulai
melakukan reformasi hukum di bidang teknologi informasi dengan dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Elektronik dan Transaksi
Elektronik, sehingga secara substansial penyalahgunaan teknologi informasi
telah mulai di kriminalisasi dalam bentuk yang lebih kongkrit.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: 27pt;">
<span lang="FI">Dampak yang dialami sekarang dengan
meluasnya kejahatan mayantara telah memaksa adanya suatu sikap dan upaya dari
pemerintah yang lebih serius dalam menanggulangi kejahatan mayantara dengan
beberapa pendekatan sebagai berikut:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="FI"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span lang="FI">Pemerintah
Indonesia harus terus melakukan kerjasama dengan negara-negara lain didunia menyangkut
pencegahan dan penanganan kejahatan mayantara yang melibatkan yuridiksi
internasional<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="FI"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span lang="FI">Memperbaiki
sistem hukum pidana di Indonesia terutama menyangkut asas teritorial dalam KUHP
agar dapat lebih fleksibel dalam menjangkau kasus-kasus tindak pidana mayantara
yang berskala internasional;<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span lang="FI"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span lang="FI">Memberikan
pendidikan khusus bagi para penegak hukum baik Polisi, Jaksa maupun Hakim
dibidang kejahatan mayantara. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 0.75in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify;">
<b><span lang="FI">DAFTAR PUSTAKA<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;">
<b><span lang="SV">Abdul Wahib dkk</span></b><span lang="SV">. <i><u>Kejahatan Mayantara (Cyber Crime)</u></i>,
Refika Aditama Bandung, 2005<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;">
<b><span lang="SV">Andi Hamzah, </span></b><i><u><span lang="SV">Hukum Acara Pidana Indonesia</span></u></i><span lang="SV">, Sapta Artha Jaya, Jakarta, 1986<o:p></o:p></span></div>
<h3 style="margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<span style="font-size: 12pt; font-weight: normal;">--------------
<i><u>Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan
Kejahatan Internet (Cybercrime) di Indonesia</u></i><u>,</u> dikutip dari <a href="http://andi-hamzah.blogspot.com/2009/10/upaya-pencegahan-dan-penanggulangan.html">http://andi-hamzah.blogspot.com/2009/10/upaya-pencegahan-dan-penanggulangan.html</a>,
Rabu 28 Okyober 2009</span><span style="font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></h3>
<div class="MsoFootnoteText">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;">
<b><span lang="SV">Barda Nawawi Arif</span></b><span lang="SV">, <i><u>Kapita Selekta Hukum Pidana</u></i>,
Citra Aditya Bangung, 2003<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in; text-align: justify;">
<i><span lang="SV">-------------- <u>Bunga
Rampai Kebijakan Hukum PidanaPerkembangan Penyusunan KUHP baru</u></span></i><span lang="SV">, Kencana Praneda Media Group, Jakarta,
2008<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin: 6pt 0in 6pt 1in; text-align: justify; text-indent: -1in;">
<b><span lang="SV">Engelbrecht, </span></b><i><u><span lang="SV">Kitab Undang-Undang Hukum Pidana</span></u></i><span lang="SV">, PT internusa Jakarta 1989<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin: 6pt 0in 6pt 63pt; text-indent: -63pt;">
<b><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">Indra
Safitri</span></b><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">,
Makalah tentang: <i><u>Tindak Pidana Dunia
Cyber</u>, </i>Inseden Legal Jurnal Form Indonesian Capital & Invesment
Market; 1999<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;">
<b>Marc Ancel,</b> <i><u>Social Defence, A Modern Approach to Criminal Problems</u></i> (<st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">London</st1:city></st1:place> Rautladge &
Kegan Paul 1965</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;">
<b>Mas Wigrantoro Roes Setyadi</b>, situs
internet “<i><u>Seri Pengenalan Cyber Law;
Apa dan Bagaimana?</u></i> Global Internet Policy Initiative (GIPI)</div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin: 6pt 0in 6pt 9pt; text-indent: -9pt;">
<b><span style="font-size: 12pt;">Mochtar
Kusumaatmadja</span></b><span style="font-size: 12pt;">, <i><u>Pengantar Hukum Internasional</u></i>, PT Alumni <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">Bandung</st1:place></st1:city>, 2003<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin: 6pt 0in 6pt 1in; text-align: justify; text-indent: -1in;">
<b>Opeinheim-Lauterpacht</b>, <i><u>International Law</u></i>, vol. 8, <st1:place w:st="on"><st1:city w:st="on">London</st1:city></st1:place>, 1955</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin: 6pt 0in 6pt 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;">
<b><span lang="SV">Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008</span></b><span lang="SV"> <i><u>Tentang Informasi Elektronika dan
Trasnsaksi Elektronika</u></i><o:p></o:p></span></div>
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <span> </span>Penulis adalah Hakim pada Pengadilan
Negeri Blambangan Umpu</div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <span> </span>Marc Ancel, <i>Social Defence, A Modern Approach to Criminal Problems</i> (London
Rautladge & Kegan Paul 1965), hlm: 4-5</div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> <span lang="SV"><span> </span>Opeinheim,
<i>International Law</i>, vol. 8, hlm: 451<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> <span lang="SV"><span> </span>Mochtar
Kusumaatmadja, <i>Pengantar Hukum
Internasional</i>, PT Alumni Bandung, hlm: 18<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="SV"> <span> </span>Abdul
Wahib dkk. <i>Kejahatan Mayantara (Cyber
Crime)</i>, Refika Aditama Bandung, hlm: 40 <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn6">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> <span lang="SV"><span> </span>Indra
Safitri, <i>Makalah tentang: Tindak Pidana
Dunia Cyber, Inseden Legal Jurnal Form Indonesian Capital & Invesment
Market</i>;<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div id="ftn7">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <span> </span>Barda Nawawi Arif, <i>Kapita Selekta Hukum Pidana</i>, Citra Aditya Bangung, hlm: 259</div>
</div>
<div id="ftn8">
<h3 style="margin: 0in 0in 0.0001pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt; font-weight: normal;">[8</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;"></span><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">]</span></b></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-size: 10pt;"> <span> </span></span><span style="font-size: 10pt; font-weight: normal;">Andi
Hamzah, <i>Upaya Pencegahan Dan
Penanggulangan Kejahatan Internet (Cybercrime) di Indonesia</i>, dikutip dari <a href="http://andi-hamzah.blogspot.com/2009/10/upaya-pencegahan-dan-penanggulangan.html">http://andi-hamzah.blogspot.com/2009/10/upaya-pencegahan-dan-penanggulangan.html</a>,
Rabu 28 Okyober 2009</span><span style="font-size: 10pt;"><o:p></o:p></span></h3>
<div class="MsoFootnoteText">
<br /></div>
</div>
<div id="ftn9">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> <span lang="SV"><span> </span>Mas
Wigrantoro Roes Setyadi, “<i>Seri Pengenalan
Cyber Law</i>; <i>Apa dan Bagaimana</i>? Global
Internet Policy Initiative (GIPI)<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div id="ftn10">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 0.25in; text-indent: -0.25in;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> <span lang="SV"><span> </span>Barda
Nawawi Arif, <i>Loc.cit</i>, hlm: 244<o:p></o:p></span></span></div>
</div>
<div id="ftn11">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span> </span><i>Ibid</i>,
hlm: 224</div>
</div>
<div id="ftn12">
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0in 6pt 63pt; text-align: justify; text-indent: -63pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <span lang="SV" style="font-size: 10pt; line-height: 150%;">Abdul
Wahib dkk. <i>Op.cit </i>hlm: 76</span><span lang="SV"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText">
<br /></div>
</div>
</div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-49474942581555935172012-05-21T01:48:00.001-07:002012-05-21T01:48:49.621-07:00<link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="-->
<m:smallfrac m:val="off">
<m:dispdef>
<m:lmargin m:val="0">
<m:rmargin m:val="0">
<m:defjc m:val="centerGroup">
<m:wrapindent m:val="1440">
<m:intlim m:val="subSup">
<m:narylim m:val="undOvr">
</m:narylim></m:intlim>
</m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText
{mso-style-priority:99;
mso-style-link:"Footnote Text Char";
margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
span.MsoFootnoteReference
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
vertical-align:super;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:.5in;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:0in;
margin-left:.5in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:0in;
margin-left:.5in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:.5in;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
span.FootnoteTextChar
{mso-style-name:"Footnote Text Char";
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Footnote Text";}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-hansi-font-family:Calibri;}
/* Page Definitions */
@page
{mso-footnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") fs;
mso-footnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") fcs;
mso-endnote-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") es;
mso-endnote-continuation-separator:url("file:///C:/DOCUME~1/USER/LOCALS~1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_header.htm") ecs;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:139467298;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1788561032 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l1
{mso-list-id:371812146;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1819248348 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l2
{mso-list-id:1076631646;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-180570072 -1687360996 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:.75in;
text-indent:-.25in;}
@list l3
{mso-list-id:1485051295;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1808056370 67698711 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l3:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-text:"%1\)";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l4
{mso-list-id:2086493880;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:690649430 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l4:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
ol
{margin-bottom:0in;}
ul
{margin-bottom:0in;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";}
</style>
<![endif]-->
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">PROBLEMATIKA SEPUTAR "<i>KANIBALISME</i>" PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><span> </span>(Suatu Kajian
Normatif dan Empirik)<o:p></o:p></span></b></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<b><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">D.Y.
Witanto</span></i></b><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[1]</span></b></span><!--[endif]--></span></span></b></span></a><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br />
<br />
<b>A. PENDAHULUAN.<o:p></o:p></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Istilah
"<i>kanibalisme<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[2]</span></b></span><!--[endif]--></span></span></a></i>"
memang tidak lazim digunakan dalam sebuah tulisan hukum terlebih menyangkut persoalan
penerapan undang-undang, namun penulis sengaja memilih menggunakan istilah
tersebut agar bisa memberikan kesan yang <i>ekstrim</i>
bagi fenomena hukum yang terjadi selama ini dalam proses penerapan UU Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, karena ternyata undang-undang tersebut
bukan hanya bisa melindungi hak dan kepentingan anak, namun juga bisa memangsa
dan membinasakan anak, hal ini bisa kita lihat dari fakta yang terjadi
dilapangan, dimana sejak lahirnya UU Perlindungan Anak sampai dengan saat ini,
puluhan bahkan ratusan anak telah dipidana oleh undang-undang tersebut. Suatu kenyataan
yang sangat ironis mengingat judul undang-undang tersebut berbunyi "<i>Perlindungan Anak</i>" tapi
kenyataannya malah menjadi media untuk memenjarakan anak. Berpijak dari realita
tersebut, maka tidak ada istilah lain yang lebih pantas untuk menggambarkan
keadaan itu selain dengan kata "<i>kanibalisme</i>".<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Semangat
tulisan ini dilatarbelakangi oleh buah pikiran Bapak <b>Gatot Supramono</b> (Hakim Tinggi PT Banjarmasin) dalam artikel Varia
Peradilan edisi Nomor 313 Bulan Desember 2011 yang berjudul "<i>Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam
Hubungannya Dengan UU Perlindungan Anak</i>"<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
menurut penulis ide-ide progresif dalam tulisan tersebut perlu terus dikaji
secara lebih mendalam menyangkut beberapa hal yang sering menjadi pertentangan
batin dalam proses penegakan hukum yang melibatkan pelaku dan korban dari
kalangan anak-anak, atau setidaknya tulisan ini dapat menyajikan gambaran yang
lebih jelas menyangkut problematika seputar penerapan UU Perlindungan Anak yang
dalam beberapa hal sering tidak sejalan dengan tujuan lahirnya
undang-undang tersebut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Penulis
sependapat dengan intisari tulisan Bapak <b>Gatot
Supramono</b> bahwa UU Perlindungan Anak tidak mungkin diterapkan terhadap pelaku
tindak pidana yang berasal dari kalangan anak-anak, karena kewajiban perlindungan
yang dibebankan oleh undang-undang tentunya hanya tertuju kepada mereka (subjek
hukum) yang telah dewasa, sehingga tidak mungkin seorang anak dibebankan
kewajiban oleh undang-undang untuk melindungi sesama anak yang lain, sedangkan
ia sendiri adalah orang yang masih dipandang belum cakap untuk melindungi
kepentingannya sendiri, oleh karena itu tidak mungkin seorang anak harus dipidana
karena telah melanggar kewajiban dan tanggung jawab untuk melakukan
perlindungan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Idealnya
tindak pidana yang dilakukan oleh seorang anak cukup hanya diterapkan KUHP,
walaupun melibatkan korban dari kalangan anak-anak, karena KUHP mengadung
ancaman pidana yang lebih ringan dibandingkan UU Perlindungan Anak. Namun
demikian kerumitan yang ada saat ini tidak sebatas sampai disitu, karena banyak
perkara anak yang sudah terlanjur di ajukan ke pengadilan dengan dakwaan UU
Perlindungan Anak, sedangkan menurut Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 48 tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, pengadilan dilarang menolak perkara yang diajukan
kepadanya dengan alasan tidak ada atau kurang jelas hukumnya. Berkaitan dengan hal
itu, maka muncul beberapa pertanyaan antara lain: Apa yang dapat dilakukan oleh
pengadilan terhadap anak yang didakwa melakukan tindak pidana perlindungan anak
dan bagaimana seorang hakim dapat menggunakan <i>diskresinya</i> bagi persoalan tersebut jika unsur-unsur perbuatannya
memang terbukti dan apakah mungkin penerapan UU Perlindungan Anak dapat di kesampingkan
meskipun perbuatan materiilnya nyata-nyata terpenuhi?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Memang
persoalannya cukup pelik, namun jika hakim berpijak pada bunyi irah-irah
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" pada setiap
kepala putusan, maka sesungguhnya seorang hakim masih memiliki alasan untuk
menentukan setiap perkara dengan pendekatan yang lebih <i>progresif</i>, asalkan tetap memiliki landasan keadilan yang dapat
dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan YME dan hukum itu sendiri.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Melakukan terobosan hukum terhadap ketentuan yang telah baku bagi sebagian
kalangan memang akan dianggap sebagai <i>anomali
</i>penegakan hukum, karena menurut faham kaum <i>legisme </i>substansi penegakan hukum itu tidak lain hanya sebagai
simbol dari kepastian hukum semata (<i>rechtzekerheid</i>).
Namun tidak begitu bagi aliran faham hukum <i>progresif</i>
dimana penerobosan hukum bukanlah suatu hal yang tabu, karena jiwa penegakan
hukum bukanlah yang bersifat <i>tekstual</i>,
namun terkandung pada nilai keadilan yang dapat dirasakan oleh para <i>justitiabel</i> dan masyarakat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">B.
BEBERAPA ALASAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK TIDAK DAPAT DITERAPKAN TERHADAP
PELAKU TINDAK PIDANA DARI KALANGAN ANAK-ANAK.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">1.
Anak adalah pribadi yang belum mampu dibebani kewajiban untuk melakukan
perlindungan.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Anak
merupakan insan pribadi yang memiliki dimensi khusus dalam kehidupannya, dimana
selain tumbuh kembangnya memerlukan bantuan orang tua, faktor lingkungan juga
memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi kepribadian si anak
ketika menyongsong pase kedewasaannya kelak. Anak adalah sosok yang akan
memikul tanggung jawab di masa yang akan datang, sehingga atas kesadaran itu
negara merasa perlu untuk campur tangan dalam melakukan perlindungan terhadap
hak dan kepentingan anak demi kelangsungan masa depan bangsa yang lebih baik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pase
usia yang dikatagorikan sebagai anak menurut pandangan Pasal 1 angka 1 UU
Perlindungan Anak adalah sejak manusia itu masih dalam kandungan, usia balita,
sampai ia menginjak remaja dengan batas usia 18 (delapan belas) tahun. Para
pembentuk undang-undang mungkin memandang bahwa pada usia 18 tahun terjadi pase
peralihan dalam pribadi manusia dari anak-anak menuju dewasa, walaupun secara
sosiologis dan psikologis hal itu tidak selalu menjadi ukuran yang tepat karena
banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kedewasaan manusia, seperti
kematangan intelektual dan sosial.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut
<b>John Locke</b> anak adalah pribadi yang
masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari
lingkungan. <b>Augustinus</b> menyebutkan
bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan
untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah
belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat
memaksa, <b>Sobur</b> mengartikan anak
sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan
orang dewasa dengan segala keterbatasan. Sedangkan <b>Haditono</b> berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan
pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak
merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk
belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam
kehidupan bersama.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Anak
merupakan <i>analogi</i> dari sosok manusia yang
belum dewasa, karena ukuran kedewasaan salah satunya ditentukan oleh usia,
selain oleh tindakan perkawinan dan kemadirian sosial. Memang pengertian pasal
1 angka 1 dalam UU Perlindungan Anak mengandung keganjilan karena hanya usia
saja yang menjadi ukuran, sedangkan perkawinan tidak turut menjadi penentu,
padahal Pasal 1 Angka 1 UU Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak definisi
anak ditentukan oleh usia dan tindakan perkawinan, sehingga timbul pertanyaan
apakah pelanggaran terhadap seseorang yang usianya dibawah 18 tahun, namun
telah atau pernah melakukan perkawinan tetap harus dinyatakan melanggar
ketentuan perlindungan anak?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kedewasaan
menunjuk pada suatu pase dalam diri manusia, dimana kepribadian seseorang telah
mencapai suatu tingkat kematangan. berdasarkan pada pengertian tersebut, maka
secara <i>a contratio</i> anak dapat
diartikan sebagai sebuah pase pada pertumbuhan manusia yang belum sampai pada
tingkat kematangan secara emosional dan sosial, sehingga mustahil jika orang
yang belum matang pribadinya harus dibebankan kewajiban-kewajiban yang tidak
mungkin mampu untuk dipikulnya. Menurut pasal 19 UU Perlindungan Anak, seorang anak
memiliki beberapa kewajiban antara lain:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>a)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menghormati
orang tua, wali dan guru.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>b)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mencintai
keluarga, masyarakat dan menyayangi teman.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>c)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mencintai
tanah air, bangsa dan negara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>d)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menunaikan
ibadah sesuai dengan ajaran agamanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>e)<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Melaksanakan
etika dan akhlak mulia (ditambah dengan kewajiban-kewajiban lain yang layak
dibebankan kepada anak seperti belajar dan menuntut ilmu; red).<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">2.
<span> </span>Penerapan UU Perlindungan Anak Terhadap Seorang
Anak Bertentangan dengan Tujuan Lahirnya Undang-Undang</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebagaimana
disebutkan dalam konsideran UU Perlindungan Anak huruf d yang berbunyi: "<i>bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul
tanggung jawab tersebut maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial dan
berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan
kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya
serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi</i>", maka jelas bahwa anak
adalah pihak yang berhak mendapatkan perlindungan, sedangkan kewajiban
perlindungan itu hanya ditujukan kepada mereka yang dipandang cakap oleh hukum
untuk bertindak dengan penuh tanggung. Hal itu bisa kita lihat juga dalam
pasal 20 yang menyebutkan bahwa "<i>Negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban bertanggung jawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak</i>" rumusan pasal tersebut sesungguhnya
telah menutup kemungkinan bahwa anak juga menjadi bagian yang ditunjuk sebagai
pihak yang harus bertanggung jawab dalam tugas penyelenggaraan perlindungan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Untuk
menerjemahkan suatu aturan perundang-undangan tidak cukup hanya dengan memaknai
rumusan dalam teks pasal demi pasal, namun perlu adanya pemahaman yang mendalam
melalui pendekatan sosiologis, filosofis dan historis terhadap lahirnya
undang-undang tersebut. Memang harus diakui bahwa pembentuk undang-undang telah
lalai dalam mencantumkan klausul pembatas yang memberikan <i>limitasi</i> terhadap berlakunya aturan pidana dalam undang-undang
tersebut, sehingga frase "<i>setiap
orang</i>" dalam pasal-pasal ketentuan pidana dapat dikecualikan bagi
subjek hukum yang berusia dibawah 18 tahun atau setidaknya bisa menambahkan
kalimat dibelakang rumusan pasal 1 angka 16 UU Perlindungan Anak menjadi "<i>setiap orang adalah orang perseorangan atau
korporasi <b>yang tidak termasuk dalam
katagori sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 1 undang-undang ini</b></i>"
agar tidak menimbulkan multi tafsir dalam proses penegakan hukum dilapangan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sudah
hampir sepuluh tahun sejak UU Perlindungan Anak diundangkan tidak pernah ada
inisiatif dari pembentuk undang-undang untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu
yang <i>krusial</i> dalam ketentuan UU
Perlindungan Anak, hal tersebut sangat berbeda dengan undang-undang yang lain,
dimana dalam kurun waktu lima tahun saja bisa beberapa kali mengalami
perubahan, padahal jika kita simak latar belakang lahirnya UU Perlindungan Anak
tersebut, maka terlihat begitu sangat <i>urgen</i>
dan penting atas keberadaannya bagi kelangsungan masa depan bangsa.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Setiap
ketentuan perundang-undangan harus memiliki <i>relevansi</i>
antara pasal yang satu dengan pasal yang lain, sehingga tidak boleh mengartikan
suatu pasal hanya dengan membaca pasal itu secara <i>parsial</i> tanpa mengaitkan dengan pasal-pasal yang lain. Ketentuan
pidana sebagaimana tercantum dalam Bab XII juga tidak bisa terlepas kaitannya
dengan ketentuan pasal 20 yang mengatur tentang siapa saja yang mengemban
tanggung jawab untuk menyelenggarakan perlindungan, sehingga akan terbentuk
suatu pemahaman bahwa ketentuan pidana dalam pasal 77 sampai dengan pasal 90
itu hanya berlaku bagi mereka yang memikul tanggung jawab untuk melakukan
perlindungan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Jika
UU Perlindungan Anak diterapkan juga terhadap anak yang melakukan tindak
pidana, maka hal itu sesungguhnya akan menciderai makna dan cita-cita lahirnya
undang-undang tersebut, karena tujuan dibentuknya UU Perlindungan Anak adalah
untuk melindungi hak dan kepentingan anak, bukan menjadi media untuk memenjarakan
anak seperti realita yang banyak terjadi saat ini. Karena berdasarkan pasal 59
jo pasal 64, anak yang sedang berhadapan dengan hukum justru berhak mendapatkan
perlindungsn secara khusus.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pembentuk
undang-undang seharusnya mencantumkan secara jelas tentang siapa sebenarnya subjek
hukum yang dapat dikenakan pelanggaran terhadap ketentuan pidana dalam UU
Perlindungan Anak, sehingga tidak menimbulkan multi tafsir, yang pada akhirnya
justru akan merugikan kepentingan anak. Para penegak hukum, baik polisi, jaksa
dan hakim pada umumnya hanya melihat rumusan undang-undang secara <i>tekstual</i>, dimana ketika tidak ada
pembatasan yang tegas menyangkut unsur "<i>setiap orang</i>" dalam rumusan <i>delict</i> selalu diasumsikan bahwa semua orang dapat dikenakan oleh
undang-undang tersebut tidak terkecuali juga seorang anak, padahal hal tersebut
tidak sesuai dengan jiwa dan kehendak yang terkandung dalam undang-undang itu
sendiri.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">3.
<span> </span>Ancaman Pidana Dalam UU Perlindungan
Anak Tidak Sesuai untuk Diterapkan Terhadap Anak.</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">UU
Perlindungan Anak mengandung ancaman pidana yang cukup berat, dari beberapa
pasal yang ada, penulis akan mengambil contoh dua pasal yang menyangkut pelanggaran
susila terhadap anak antara lain:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 19.45pt 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 81<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 19.45pt 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">(1)<i> Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 19.45pt 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span> </span>(2)<i>
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap
orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.<o:p></o:p></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 19.45pt 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pasal 82<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 0in 19.45pt 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa,
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling
sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 40.5pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kedua
pasal tersebut mengandung ancaman pidana maksimum masing-masing selama 15 (lima
belas) tahun dengan batas minimal pidana masing-masing selama 3 (tiga) tahun. Seperti
halnya pidana penjara, pidana denda juga mengandung batas nilai minimum yaitu masing-masing
sebesar Rp. 60.000.000 (enam puluh juta rupiah). Disamping itu UU Perlindungan
Anak juga mengandung sistem penjatuhan pidana pokok secara kumulatif, dimana antara
penjara dan denda harus diterapkan secara bersamaan, karena kata yang digunakan
untuk menghubungkan dua pidana pokok tersebut adalah kata “<i>dan</i>” sehingga hakim terikat untuk menerapkan kedua jenis pidana
tersebut. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 40.5pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
bentuk dan jenis pidana yang terkandung dalam Pasal 81 dan 82 diatas, maka
sesungguhnya tidak mungkin ancaman pidana tersebut dapat diterapkan bagi pelaku
kejahatan dari kalangan anak-anak. Hal ini didasarkan pada dua alasan antara
lain:<o:p></o:p></span></div>
<ol start="1" style="margin-top: 0in;" type="a">
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ancaman
pidana tersebut mengandung batas minimal, baik pidana penjara maupun
denda, sehingga hal itu akan bersinggungan dengan ketentuan Pasal 26 ayat
(1) UU Pengadilan Anak yang mengatur bahwa pidana penjara bagi anak paling
lama setengah dari maksimum ancaman pidana umtuk orang dewasa. Persoalannya
adalah apakah Pasal 26 ayat (1) tersebut dapat <i>mereduksi</i> batas minimal pidana dalam UU Perlindungan anak,
meskipun UU Pengadilan anak menentukan jenis “<i>tindakan</i>” yang dapat diterapkan terhadap anak?<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ancaman
pidana denda dalam UU Perlindungan anak memiliki batas minimum yang cukup
besar seperti dalam Pasal 81 dan 82 sebesar 60.000.000 (enam puluh juta
rupiah), sehingga persoalannya adalah apakah ketentuan Pasal 26 ayat (1)
UU Pengadilan Anak juga dapat mereduksi batas minimum pidana denda? Karena
sangat tidak rasional jika nilai denda sebesar itu diterapkan terhadap seorang
anak.<o:p></o:p></span></li>
</ol>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 40.5pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
dua alasan diatas, maka sepatutnya kita menyimpulkan bahwa para pembentuk
undang-undang tidak menghendaki ketentuan pidana tersebut diterapkan bagi seorang
anak, karena bagaimana mungkin seorang anak harus dibebankan pidana denda sebesar
itu, sedangkan ia sendiri belum memiliki penghasilan, sehingga penjatuhan
pidana denda tersebut pada akhirnya akan menjadi hukuman bagi orang tuanya dan
jika denda itu tidak mampu dibayar, maka akan menjadi tambahan penderitaan
secara fisik bagi si anak karena pidana denda akan selalu disubstitusikan
dengan pidana kurungan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">4. <span></span>Penerapan UU Perlindungan Anak
Terhadap Beberapa Tindak Pidana Anak Akan Meniadakan Makna Perlindungan.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Terdapat
suatu kecenderungan, bahwa jika UU Perlindungan Anak juga diterapkan terhadap
pelaku kejahatan dari kalangan anak-anak, maka pada akhirnya akan meniadakan
makna perlindungan itu sendiri, kenapa demikian? Karena dalam beberapa tindak
pidana seperti pada perkelahian antar anak-anak yang mengakibatkan luka pada
kedua belah pihak atau perbuatan cabul/persetubuhan yang dilakukan secara suka
sama suka oleh sesama anak, dimana antara pelaku dan korban keduanya memiliki
peran yang seimbang, sehingga keduanya bisa dipandang sebagai pelaku. Lalu jika
keduanya menjadi pelaku dan kemudian sama-sama dipidana. Lalu undang-undang
tersebut sesungguhnya melindungi siapa? Dalam kasus persetubuhan antara sesama
anak, dimana kedua belah pihak saling melaporkan satu dengan yang lain, maka meskipun
pihak perempuan akan menjadi pihak yang lebih dirugikan, namun bukan berarti
bahwa pihak laki-laki tidak berhak melaporkan perbuatan tersebut, karena UU
Perlindungan Anak tidak membatasi korbannya harus berjenis kelamin perempuan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Inilah
sebenarnya problematika terbesar dalam proses impelentasi UU Perlindungan Anak,
dimana makna perlindungan itu menjadi hilang karena telah salah kaprah dalam menerapkannya
dan yang ada hanyalah proses “<i>kanibalisme</i>”
dimana UU Perlindungan Anak digunakan untuk memangsa dan membinasakan anak yang
seharusnya dilindungi oleh undang-undang tersebut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Belum
lagi tuntas dengan persoalan diatas, dalam praktik sering terjadi antara pelaku
dan korban pelanggaran susila kemudian menikah. Dalam kondisi demikian, apakah
si pelaku masih tetap layak untuk dipidana? Sedangkan ketentuan pidana dalam UU
Perlindungan Anak tidak dirumuskan dalam bentuk delik aduan (<i>klacht delict</i>) sehingga tidak ada celah
untuk menghentikan perkara yang telah mulai diproses dan apakah mungkin
tindakan pernikahan itu bisa menjadi alasan pembenar (<i>rechtvaardigingsgronden</i>) yang dapat menghapuskan sifat melawan
hukum (<i>wederrechtelijk</i>) pada
perbuatan si pelaku.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Rasanya itu juga sulit untuk diterapkan karena tidak ada instrument dalam
ketentuan hukum pidana yang bisa menjadikan tindakan perkawinan itu sebagai
alasan pembenar (<i>rechtvaardigingsgronden</i>)
yang dapat meniadakan pertanggungjawaban pidana (<i>strafuitsluitingsgronden</i>),<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
karena selain itu akan menimbulkan dampak negatif bagi nilai kesakralan sebuah
perkawinan, disaat persetubuhan diluar nikah harus <i>dilegitimasi</i> menjadi suatu perbuatan yang tidak melanggar hukum oleh
tindakan pernikahan dikemudian hari, selain itu akan memicu orang untuk dengan
mudah melakukan persetubuhan diluar nikah dengan satu pertimbangan jika kemudian
diproses secara hukum mereka lalu melakukan pernikahan untuk bisa menghindari
sanksi pidana, padahal sesungguhnya dalam keadaan apapun persetubuhan diluar
nikah tetap harus dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma agama dan norma kemasyarakan lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">C.
DISKRESI HAKIM DALAM UPAYA MEMECAHKAN PROBLEMATIKA PENERAPAN UNDANG-UNDANG
PERLINDUNGAN ANAK TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ANAK.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ada
beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan oleh hakim jika menghadapi persoalan sebagaimana
diuraikan diatas, namun dari sekian kemungkinan itu masing-masing memiliki
konsekuensi hukum. Beberapa kemungkinan tersebut antara lain:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Metode
pemecahan masalah melalui pendekatan unsur "<i>setiap orang</i>"<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Seorang
anak yang didakwa dengan UU Perlindungan Anak sesungguhnya mengandung persoalan
pada essensi subjek hukumnya, walaupun bukan berarti bahwa subjek hukum yang
diajukan itu keliru menyangkut orangnya (<i>error
in persona</i>), karena rumusan tindak pidana dalam UU Perlindungan Anak
termasuk dalam katagori <i>delicta proria</i>.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Yang menjadi persoalan disini adalah karena subjek hukum tersebut bukanlah kualitas
yang dihehendaki oleh undang-undang seperti halnya beberapa <i>delict </i>dalam UU Tindak Pidana Korupsi yang
mensyaratkan subjek hukumnya harus seorang pegawai negeri. Sedangkan persoalan
dalam penerapan UU Perlindungan Anak subjek hukum yang dihendaki adalah orang
dewasa dan anak bukanlah orang yang dimaksud oleh unsur “<i>setiap orang</i>” dalam rumusan pasal UU Perlindungan Anak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Ada
dua kemungkinan jika kualitas subjek hukum yang diajukan mengandung kekeliruan
antara lain dengan cara menyatakan unsur “<i>setiap
orang</i>” tidak terpenuhi, sehingga terdakwa dinyatakan bebas dari dakwaan
Penuntut Umum, namun hal itu mengandung sedikit pergesekan dengan pengertian
putusan bebas menurut Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menyatakan bahwa putusan
bebas itu dijatuhkan jika kesalahan terdakwa atas “<i>perbuatan</i>” yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan, sedangkan unsur “<i>setiap orang</i>”
dalam rumusan pasal bukanlah bagian dari unsur perbuatan, sehingga tidak
terbuktinya unsur “<i>setiap orang</i>” sulit
untuk disimpulkan sebagai alasan yang bisa membebaskan terdakwa, hal ini pernah
terjadi pada perkara pembunuhan <b>Udin</b>
wartawan bernas, dimana terdakwa <b>Iwik</b>
diputus bebas dengan alasan tidak terbukti unsur “<i>barangsiapa</i>” yang sempat menjadi <i>kontroversi</i>.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kemungkinan
lain bahwa kekeliruan dalam unsur “<i>setiap
orang</i>” itu bisa diakomodir melalui ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP,
diamana hakim dapat menyatakan bahwa dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima.
Menurut <b>M. Yahya Harahap</b> ada
beberapa keadaan yang dapat dipandang bahwa dakwaan penuntut umum tidak dapat
diterima antara lain karena:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tindak
pidana yang didakwakan sedang bergantung pemeriksaannya<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span></i><!--[endif]--><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Orang
yang diajukan sebagai terdakwa keliru<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sistematika
dakwaan keliru<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bentuk
dakwaan yang diajukan keliru<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 40.5pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Namun
yang menjadi persoalan adalah, apakah hakim tetap berwenang untuk menentukan
dakwaan tidak dapat diterima dengan alasan adanya kekeliruan dalam unsur “<i>setiap orang</i>”, meskipun tanpa adanya
eksepsi dari terdakwa atau penasehat hukum terdakwa? dengan berpegang teguh
pada prinsip bahwa prosedur penyelesaian perkara pidana harus dilakukan secara tepat
dan sempurna, maka meskipun tidak ada eksepsi dari terdakwa/penasehat hukum seyogyanya
hakim tetap berwenang untuk menyatakan suatu dakwaan tidak dapat diterima untuk
menghindari pelanggaran HAM bagi orang yang diajukan kepersidangan dengan
dakwaan yang tidak cermat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menyangkut
amar putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima bisa kita temukan
dalam Putusan Peninjauan Kembali MA-RI Nomor: 13 PK/Pid/2011. Majelis Hakim PK
menyatakan bahwa dakwaan Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat diterima, dengan
alasan Penuntut Umum tidak cermat dalam membuat surat dakwaan yang tidak
mempergunakan Undang-Undang Pers yang sifatnya khusus.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Putusan PK tersebut bisa menjadi dasar bahwa kekeliruan dalam menerapkan
undang-undang dapat menjadi alasan suatu dakwaan tidak dapat diterima. Kekeliruan
dalam menerapkan UU Perlindungan Anak terhadap seorang anak sesungguhnya
mengandung persoalan yang hampir mirip, hanya perbedaannya bahwa disini
Penuntut Umum telah tidak cermat dalam menggunakan undang-undang yang
seharusnya hanya diberlakukan terhadap orang dewasa.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Metode
pemecahan masalah dengan tetap memberlakukan KUHP.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Opsi
pemecahan kedua adalah dengan cara mengesampingkan UU Perlidungan Anak dan
tetap menerapkan KUHP meskipun KUHP tidak turut didakwakan, hal ini
dilatarbelakangi oleh alasan bahwa rumusan <i>delict</i>
dalam UU Perlindungan Anak mengandung kemiripan dengan <i>delict-delict</i> dalam KUHP atau setidaknya masih dalam rumpun yang
sama, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa KUHP tetap diterapkan meskipun
dakwaan penuntut umum tidak memuat ketentuan KUHP.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Metode
pemecahan ini tentunya akan mengandung resiko terhadap nilai kepastian hukum (<i>rechtzekerheid</i>), dimana hakim terkesan memutus
perkara secara semena-mena dengan menentukan kesalahan terdakwa oleh pasal yang
tidak didakwakan. Dasar logika yang dapat digunakan dalam menerapkan KUHP semata-mata
karena ancaman pidana dalam KUHP lebih ringan dibandingkan ancaman pidana dalam
UU Perlindungan Anak, sehingga hakim dapat menentukan ukuran pidana yang lebih adil
dan manusiawi bagi si anak, jika hakim tetap memilih penjatuhan pidana ketimbang
“<i>tindakan</i>” bagi si anak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span></b><!--[endif]--><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Metode
pemecahan masalah dengan cara menerobos batas minimal ancaman.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Opsi
pemecahan lain adalah dengan cara menentukan ukuran pidana (<i>strafmaat</i>) tanpa memperhatikan batas
minimal pidana yang tercantum dalam UU Perlindungan Anak, artinya hakim
menerobos batas minimal tersebut seakan-akan tidak pernah ada pembatasan
minimal. Memang dalam metode penerobosan batas minimal ini hakim akan terlihat
lebih <i>humanis</i>, namun sesungguhnya
dengan tetap menerapkan UU Perlindungan Anak, hakim telah melakukan <i>kanibalisme</i> penegakan hukum, karena
undang-undang yang dibentuk untuk tujuan melindungi anak ternyata diterapkan
untuk menghukum si anak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tindakan
hakim dalam melakukan penerobosan batas minimal pidana dapat menjadi solusi
yang efektif bagi jenis pelanggaran kesusilaan yang antara korban dan pelaku kemudian
melakukan pernikahan secara sah, sehingga hukum tidak menjelma sebagai sarana
memuaskan hasrat untuk memenjarakan orang, namun dapat menjadi media untuk
mendorong para pihak (pelaku dan korban) untuk saling memafkan dan menyadari akan
kekeliruannya. Penanggulangan kejahatan melalui metode <i>penal</i> tidak selalu menjadi jalan yang terbaik bagi upaya pemulihan
prilaku yang menyimpang, karena sistem pembinaan di lembaga pemasyarakatan
sendiri sampai dengan saat ini belum terbukti memberikan hasil yang optimal
dalam membentuk para warga binaan menjadi pribadi yang lebih baik.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">D. PENUTUP.<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 31.5pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berdasarkan
uraian-uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">UU
Perlindungan Anak merupakan suatu bentuk <i>lex
spesialis</i> dari KUHP yang seharusnya hanya diterapkan kepada pelaku
kejahatan dari kalangan orang dewasa (diatas usia 18 tahun)<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kewajiban
untuk menyenggarakan perlindungan bagi anak merupakan kewajiban yang dibebankan
oleh undang-undang kepada mereka yang telah dewasa dan tidak dapat dibebankan
kepada seorang anak. Berdasarkan hal tersebut mustahil seorang anak dapat
dinyatakan melanggar kewajiban perlindungan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Penerapan
UU Perlindungan Anak terhadap pelaku kejahatan dari kalangan anak-anak
merupakan suatu tindakan “<i>kanibalisme</i>”
dalam penegakan hukum, karena undang-undang yang dibuat untuk tujuan melindungi
anak justru digunakan sebagai sarana untuk mempidana anak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;">
<!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam
hal seorang anak sudah terlanjur di hadapkan kepengadilan dengan dakwaan
pelanggaran UU Perlindungan Anak, maka pengadilan dapat mengambil beberapa opsi
sebagai terobosan hukum yang dipandang mampu melindungi kepentingan hukum bagi
si anak.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Segala
pemikiran dan hasil analisis dalam tulisan ini pada umumnya masih memerlukan
kajian akademik yang lebih mendalam, sehingga suatu saat para penegak hukum
dapat mengungkap maksud dan tujuan dibentuknya suatu aturan perundang-undangan
sehingga proses penegakan hukum tidak kehilangan jati diri yang sebenarnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<b><u><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">DAFTAR PUSTAKA<o:p></o:p></span></u></b></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Andi Hamzah, <i>Asas-Asas Hukum Pidana</i>, edisi revisi 2008 cetakan III, Rineka
Cipta, Jakarta, 2008</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Antonius Sudirman, <i>Hati Nurani Hakim dan Putusannya, Suatu
Pendekatan dari Perspektif Ilmu Hukum Prilaku (Behavioral Jurisprudence) Kasus
Hakim Bismar Siregar</i>, Citra Aditya Bakti Bandung<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Blog Dunia Psikologi
http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/19/<i>pengertian-anak-tinjauan-secara-kronologis-dan-psikologis</i>/</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Gatot Supramono, <i>Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam
Hubungannya Dengan UU Perlindungan Anak, </i>Varia Peradilan, Majalah Hukum
tahun XXVII, Nomor 313 Desember 2011<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat
Departemen Pendidikan Nasional.</span><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">M. Yahya Harahap, <i>Pembahasan, Permasalahan dan Pmenerapan
KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali</i>,
edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta cetakan kelima, 2003<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">PAF Lamintang, <i>Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia</i>, Citra Aditya Bandung, <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Varia Peradilan Majalah Hukum edisi
tahun XXVII Nomor 313 Desember 2011,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%; margin-left: 0.75in; text-align: justify; text-indent: -0.75in;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman<o:p></o:p></span></div>
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"> <span> </span>Hakim
pada Pengadilan Negeri Blambangan Umpu<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-align: justify; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"> <span> </span>Istilah
<i>kanibalisme</i> menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Pusat Departemen Pendidikan Nasional, hlm: 632. Adalah manusia
yang memakan manusia atau bisa juga diartikan sebagai pembunuhan yang sangat
kejam. Penggunaan kata <i>kanibalisme</i>
dalam tulisan ini sekedar untuk menggambarkan suatu kekejaman dalam proses
penegakan hukum dimana seorang anak dipenjarakan oleh undang-undang yang
seharusnya melindunginya.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
<span> </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Gatot
Supramono, <i>Anak Sebagai Pelaku Kejahatan
Dalam Hubungannya Dengan UU Perlindungan Anak, </i>Varia Peradilan, Majalah
Hukum tahun XXVII, Nomor 313 Desember 2011, hlm: 31</span></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-align: justify; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"> <span> </span>Antonius
Sudirman, <i>Hati Nurani Hakim dan
Putusannya, Suatu Pendekatan dari Perspektif Ilmu Hukum Prilaku (Behavioral
Jurisprudence) Kasus Hakim Bismar Siregar</i>, Citra Aditya Bakti Bandung, hlm:
51<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
<span> </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Blog
Dunia Psikologi http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/19/<i>pengertian-anak-tinjauan-secara-kronologis-dan-psikologis</i>/</span></div>
</div>
<div id="ftn6">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
<span> </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Andi
Hamzah, <i>Asas-Asas Hukum Pidana</i>, edisi
revisi 2008 cetakan III, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm: 102</span></div>
</div>
<div id="ftn7">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
<span> </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">PAF
Lamintang, <i>Dasar-Dasar Hukum Pidana
Indonesia</i>, Citra Aditya Bandung, 1997, hlm: 386<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn8">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-align: justify; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"> <span> </span>Ibid,
hlm: 144<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn9">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-align: justify; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"> <span> </span>M.
Yahya Harahap, <i>Pembahasan, Permasalahan
dan Pmenerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan
Peninjauan Kembali</i>, edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta cetakan kelima,
2003, hlm: 127<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn10">
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 9pt; text-indent: -9pt;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"> Varia Peradilan Majalah Hukum edisi
tahun XXVII Nomor 313 Desember 2011, hlm: 131 dan 133.<o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
</m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-91242643434912656632012-05-21T01:22:00.002-07:002013-05-01T04:05:10.080-07:00Artikel dalam Varia Peradilan edisi Januari 2013<br />
<div style="text-align: center;">
<b>BENARKAH PUTUSAN PEMIDANAAN YANG TIDAK MEMUAT AMAR PENAHANAN BATAL DEMI HUKUM DAN NON EXECUTABLE ?</b></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<b>Oleh: D.Y. Witanto, SH</b></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Sejak munculnya pendapat hukum dari Prof. Yusril Ihza Mahendra tertanggal 15 Mei 2012 yang disampaikan kepada DPR-RI perihal amar penahanan di dalam putusan, sontak menimbulkan kebingungan di kalangan para hakim karena menurut pendapat tersebut putusan yang tidak memuat perintah penahanan sebagaimana di atur dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP batal demi hukum (null and void) dan tidak dapat dieksekusi, padahal pemahaman di dalam praktik selama ini tidaklah demikian, karena penahanan merupakan tindakan yang bersifat diskresioner, hal ini dapat kita lihat dari beberapa ketentuan di dalam KUHAP antara lain dalam Pasal 20 ayat (3) yang berbunyi “untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan” dan Pasal 190 huruf a yang berbunyi “selama pemeriksaan di sidang, jika terdakwa tidak ditahan, pengadilan dapat memerintahkan dengan surat penetapannya untuk menahan terdakwa apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan cukup.” Kata “berwenang” dan kata “dapat” dalam dua rumusan pasal diatas memberikan pengertian bahwa tindakan penahanan merupakan bentuk kewenangan (hak) bukan sebagai bentuk kewajiban, bahkan kewenangan itu bersifat limitatif karena hanya dapat diterapkan jika memenuhi syarat objektif sebagaimana ditentukan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:</div>
<div style="text-align: justify;">
<i>“penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut :</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>Tidak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 ayat (3) Pasal 296, Pasal 335 ayat (1) Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi bea dan cukai, terakhir diubah dengan staatblaad tahun 1931 nomor 471) Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-Undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara tahun 1955 nomor 8) Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara tahun 1976 nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086)</i></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kewenangan diskresioner dalam tindakan penahanan dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 21 ayat (1) KUHAP, bahwa hakim berhak untuk memilih apakah ia akan melakukan penahanan ataukah tidak, namun jika ada kekhawatiran bahwa terdakwa akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, maka hakim boleh memerintahkan agar terdakwa ditahan, sedangkan hak untuk menilai keadaan tersebut diberikan undang-undang kepada hakim secara subjektif.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Menyangkut penerapan Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP memang banyak menimbulkan perdebatan karena menurut ketentuan Pasal 197 ayat (2) jika tidak dipenuhi ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan l pasal tersebut, mengakibatkan putusan batal demi hukum, sehingga jika diartikan secara kaku menurut makna tekstual, maka semua putusan yang tidak mencantumkan amar status penahanan sebagaimana disebutkan dalam pasal 197 ayat (1) huruf k adalah batal demi hukum, termasuk jika hakim tidak berkehendak untuk melakukan penahanan. Namun apakah makna sebenarnya memang demikian? Mari kita telaah lebih lanjut agar kita dapat memahami bahwa sesungguhnya ada konflik norma diantara beberapa ketentuan KUHAP sehingga menimbulkan perbedaan pendapat terhadap penerapan status penahanan di dalam amar putusan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Telah disebutkan diatas bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat (4) jo Pasal 190 huruf a penahanan hanya dapat diterapkan terhadap terdakwa yang disangka melakukan tindak pidana yang diancam pidana 5 (lima) tahun atau lebih atau diancam oleh tindak pidana tertentu yang disebutkan dalam pasal 21 ayat (4) huruf b, sehingga selain dari tindak pidana yang disebutkan oleh pasal 21 ayat (4) tersebut, maka terdakwa tidak boleh ditahan, lalu kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k diatas, bahwa jika tidak ditentukan amar penahanan dalam putusan pemidanaan, maka putusan tersebut menjadi batal demi hukum, lalu apakah kemudian semua tidak pidana termasuk yang ancamannya dibawah 5 tahun juga harus tetap ditentukan status penahanannya padahal perkara tersebut tidak pernah ditahan dan memang tidak diperbolehkan untuk ditahan berdasarkan Pasal 21 ayat (4) karena pasal tersebut mengandung kalimat “penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam bentuk tindak pidana tersebut dalam hal tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.”</div>
<div style="text-align: justify;">
Kerancuan dapat terjadi ketika hakim hendak menjatuhkan pidana percobaan (vide pasal 14 a KUHP), karena jika kita mengikuti pendapat bahwa amar perintah penahanan itu harus ada di dalam setiap putusan pemidanaan bagi terdakwa yang sebelumnya tidak ditahan, lalu bagaimana mungkin pada satu diktum dinyatakan terdakwa tidak perlu menjalani pidana, namun pada diktum yang lain terdakwa diperintahkan untuk ditahan, sehingga ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k itu sebenarnya hanya bisa diterapkan terhadap keadaan antara lain: jika sebelumnya terdakwa tidak ditahan kemudian hakim berpendapat perlu dilakukan penahanan atau jika sebelumnya terdakwa ditahan dan tetap akan dikenakan penahanan atau jika sebelumnya terdakwa ditahan kemudian hakim berpendapat perlu untuk dikeluarkan dari tahanan, sedangkan terhadap keadaan: jika sebelumnya terdakwa tidak ditahan dan hakim tetap berpendapat bahwa terdakwa tidak perlu ditahan, maka hal itu sesungguhnya tidak terikat oleh pasal 197 ayat (1) huruf k karena tidak ada keharusan untuk mencantumkan amar "memerintahkan agar terdakwa tetap tidak ditahan" hal tersebut mengandung makna yang homogen dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf i tentang "ketentuan barang bukti" jika dalam suatu perkara penuntut umum tidak pernah mengajukan barang bukti karena tindak pidana tersebut tidak ada barang buktinya, apakah hakim tetap wajib untuk mencantumkan ketentuan barang bukti di dalam amar putusan? Dan jika itu tidak dicantumkan, apakah putusannya menjadi batal demi hukum karena dalam pasal 197 ayat (2) menyebutkan, bahwa jika tidak memenuhi ketentuan pada ayat (1) huruf i putusan menjadi batal demi hukum? Tentunya tidaklah demikian karena ketentuan undang-undang harus memiliki makna yang rasional. Jika tidak ada keadaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf i maupun huruf k, maka kewajiban untuk menerapkan pasal tersebut juga menjadi tidak ada dan putusan itu tidak dapat dinyatakan batal demi hukum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (3) KUHAP, jelas disebutkan bahwa penahanan dilakukan untuk kepentingan “pemeriksaan” sehingga ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k yang mensyaratkan adanya perintah penahanan di dalam putusan sebenarnya mengandung makna yang kontraproduktif karena setelah putusan itu diucapkan, berarti seluruh proses mengadili dalam tingkat pengadilan tersebut telah selesai, sehingga tidak ada lagi kepentingan pemeriksaan atas penahan tersebut dan jika perkara itu diajukan upaya hukum, maka kewenangan melakukan penahanan akan beralih kepada pengadilan yang dimintakan upaya hukum pada saat terdakwa atau penuntut umum menyatakan banding/kasasi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Pertentangan norma yang paling nyata dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 193 ayat (2) huruf a yang berbunyi “pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan apabila dipenuhi ketentuan pasal 21 dan terdapat alasan yang cukup untuk itu” kata “dapat” dalam ketentuan pasal tersebut tidak bisa ditafsirkan lain, bahwa perintah penahanan dalam putusan hanya sebatas hak yang boleh dipilih secara bebas oleh hakim, sehingga jika pasal 197 ayat (1) huruf k dimaknai sebagai sebuah kewajiban yang mengandung akibat batal demi hukum, maka pasal tersebut akan bertentangan dengan beberapa pasal KUHAP yang lain, yaitu: Pasal 21 ayat (4), Pasal 190 huruf a dan Pasal 193 ayat (2) huruf a yang kesemuanya merumuskan penahanan itu sebagai kewenangan hakim yang bersifat diskresioner.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka sebenarnya putusan yang batal demi hukum menurut Pasal 197 ayat (1) huruf k jo Pasal 197 ayat (2) itu adalah jika dalam pertimbangan putusan, hakim menghendaki agar terdakwa ditahan, namun ternyata kehendak itu tidak di tuangkan di dalam amar putusan, sehingga antara pertimbangan dengan amar tidak memiliki korelasi, namun jika memang terdakwa sebelumnya tidak ditahan dan hakim berpendapat tetap tidak perlu dilakukan penahanan, maka putusan yang tidak memuat status penahanan itu tidak dapat dikatagorikan sebagai putusan yang batal demi hukum karena status penahanan itu tidak pernah ada dan keadaan tersebut tidak termasuk dalam ruang lingkup pengaturan Pasal 197 ayat (1) huruf k dan jika Pasal 197 ayat (1) huruf k itu kemudian diartikan bahwa perintah penahanan itu harus ada didalam setiap putusan pemidanaan, maka putusan-putusan yang telah dijatuhkan atas tindak pidana yang nilai ancaman hukumannya dibawah 5 tahun atau dalam perkara-perkara pelanggaran semuanya akan batal demi hukum dan non executable, karena terhadap perkara-perkara tersebut hakim dilarang untuk memerintahkan tindakan penahanan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jika pendapat tersebut kemudian dijadikan patokan oleh DPR untuk menganggap bahwa putusan pengadilan batal demi hukum, maka hal tersebut sangatlah keliru, mengingat semua kerancuan itu bermula dari adanya konflik norma di dalam KUHAP sendiri, sehingga seharusnya DPR (legislatif) lebih bertanggung jawab atas fenomena yang terjadi selama ini dan jika DPR hendak menyatakan putusan pengadilan tersebut batal demi hukum, maka DPR harus terlebih dahulu menyatakan bahwa KUHAP juga batal demi hukum, karena putusan pemidanaan yang tidak mencantumkan status penahanan dalam hal terdakwa tidak ditahan sesungguhnya didasarkan pada ketentuan Pasal 193 ayat (2) huruf a KUHAP, jadi jika saat ini terjadi kerancuan di dalam penerapan KUHAP lalu siapakah yang salah, hakimkah atau pembentuk undang-undangkah? Wallohualam…</div>
Ket: tulisan ini hanya merupakan telaahan bebas terhadap fenomena hukum yang terjadi dan tidak ditujukan sebuah kasus hukum tertentu.<br />
Penulis adalah penulis dan pemerhati hukuD.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-27332229674975056722012-05-15T22:46:00.000-07:002012-05-15T22:46:25.572-07:00Sinopsis Buku Baru:<link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="-->
<m:smallfrac m:val="off">
<m:dispdef>
<m:lmargin m:val="0">
<m:rmargin m:val="0">
<m:defjc m:val="centerGroup">
<m:wrapindent m:val="1440">
<m:intlim m:val="subSup">
<m:narylim m:val="undOvr">
</m:narylim></m:intlim>
</m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
@font-face
{font-family:"Book Antiqua";
panose-1:2 4 6 2 5 3 5 3 3 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
</m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div>
<table align="left" cellpadding="0" cellspacing="0" hspace="0" vspace="0">
<tbody>
<tr>
<td align="left" style="padding: 0in;" valign="top">
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 29.8pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 33pt;"></span></b></div>
</td>
</tr>
</tbody></table>
</div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: center;">
<b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> HUKUM ACARA PERDATA, TENTANG KETIDAKHADIRAN DALAM PROSES BERPERKARA (GUGUR DAN VERSTEK)</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: center;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><i><b>Oleh: D.Y. Witanto, SH</b></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Sempitnya
ruang lingkup pengaturan undang-undang menyangkut persoalan ketidakhadiran
dalam proses berperkara telah menimbulkan banyak masalah di dalam praktik
persidangan perkara perdata, khususnya dalam perkara-perkara yang mengandung
sengketa (<i>contentiosa</i>). Undang-undang
hanya mengatur mengenai ketidakhadiran pihak penggugat dalam Pasal 124 HIR/148
RBg saja, sedangkan terhadap ketidakhadiran tergugat hanya diatur oleh Pasal
125-129 HIR/149-153 Rbg, sehingga tidak heran jika persoalan mengenai
ketidakhadiran dalam suatu perkara pedata tidak pernah menjadi bahan kajian secara
khusus, namun hanya sebatas menjadi salah satu bab atau bahkan sub-bab dari
pembahasan tentang hukum acara perdata, padahal konsekuensi dan akibat hukum
atas ketidakhadiran itu akan berdampak luas bagi para pihak yang berperkara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Banyak muncul problematika yang disebabkan oleh
perbedaan pendapat di kalangan praktisi dan akademisi menyangkut penerapan
beberapa aturan di dalam hukum acara perdata terhadap ketidakhadiran para pihak
dalam proses berperkara, antara lain menyangkut mengenai keabsahan panggilan,
ruang lingkup kehadiran dan ketidakhadiran, proses pembuktian dalam acara <i>verstek</i>, upaya hukum terhadap putusan
diluar hadir dan jangka waktu untuk mengajukan perlawanan (<i>verzet</i>). Kondisi tersebut di picu oleh adanya kekosongan hukum (<i>vacuum of law</i>) dan ketidakjelasan secara
<i>tekstual </i>dalam rumusan undang-undang
hukum acara perdata yang berlaku saat ini (HIR, RBg maupun Rv) yang secara
substansial merupakan hasil <i>konkordansi</i>
dari undang-undang peninggalan jaman kolonial.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kesalahan dan kekeliruan hakim dalam menerapkan
ketentuan acara terhadap ketidakhadiran para pihak, kerap merugikan kepentingan
salah satu pihak, karena setiap putusan yang dijatuhkan di luar hadir selalu
didahului oleh proses pemeriksaan secara sepihak. Dalam buku ini penulis
mencoba untuk mengungkap segala bentuk seluk beluk persoalan mengenai ketidakhadiran
para pihak dalam proses berperkara, bahkan ada beberapa permasalahan menarik yang
sengaja disajikan dalam buku ini yang belum pernah diungkap dan dibahas
sebelumnya, sekaligus disertai dengan berbagai solusinya, sehingga diharapkan buku ini
dapat memberikan gambaran yang jelas, terang dan menyeluruh menyangkut
konsekuensi hukum yang dapat diterapkan atas ketidakhadiran para pihak di dalam
proses berperkara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Untuk memperkaya kajian dan pembahasan dalam buku ini
penulis sengaja memadukan antara aturan perundang-undangan, yurisprudensi,
SEMA, teori-teori hukum dengan konsep-konsep penalaran yang dibangun berdasarkan
pengamatan dan pengalaman di dalam praktik, sehingga diharapkan dapat
memberikan penjelasan secara lebih luas bagi khalayak pembaca yang ingin
mempelajari tentang teknik-teknik persidangan dalam perkara perdata, khususnya
menyangkut tentang putusan gugur dan <i>verstek</i>.
Kandungan dalam buku ini juga akan bermanfaat bagi para praktisi (hakim dan
advokat) maupun para akademisi (dosen dan mahasiswa) karena substansinya
mencakup khasanah menurut teori dan praktik.<o:p></o:p></span></div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-91443860510997864172012-04-08T22:40:00.000-07:002012-04-08T22:40:01.766-07:00SEGERA TERBIT<link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><!--[if gte mso 9]><xml> <o:OfficeDocumentSettings> <o:RelyOnVML/> <o:AllowPNG/> </o:OfficeDocumentSettings> </xml><![endif]--><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:"Book Antiqua";
panose-1:2 4 6 2 5 3 5 3 3 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:IN;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoNormal"><span style="font-size: x-large;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span style="font-size: small;">BUKU TENTANG:</span> </span></b></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: x-large;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">HUKUM KELUARGA<o:p></o:p></span></b></span></div><div class="MsoNormal"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 14pt;"><span style="font-size: large;">HAK DAN KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN</span><o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: large;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pasca Keluarnya Putusan MK <o:p></o:p></span></b></span></div><div class="MsoNormal"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span style="font-size: large;">Tentang Uji Materiil UU Perkawinan</span><o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Oleh:<i> D.Y. Witanto, SH<o:p></o:p></i></span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div> <table align="left" cellpadding="0" cellspacing="0" hspace="0" vspace="0"><tbody>
<tr> <td align="left" style="padding: 0in;" valign="top"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 24.85pt; page-break-after: avoid; text-align: justify; vertical-align: baseline;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 28pt;">T<span style="font-size: large;"><o:p></o:p></span></span></b></div></td> </tr>
</tbody></table></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">idak semua<span> anak yang lahir ke dunia bernasib baik, adakalanya kehadiran dan kelahirannya justru tidak diharapkan karena dianggap akan mendatangkan aib dan malapetaka bagi keluarganya. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan memiliki beban ganda, disamping secara hukum ia menempati <i>strata</i><span> </span>terendah diantara anak-anak lainnya, di masyarakat ia kerap mendapatkan <i>stigma</i> sebagai anak <i>haram</i> yang dapat membawa sial. Bahkan si ibu dan anaknya terkadang di usir dengan alasan untuk menghindari malapetaka dan kutukan yang akan menimpa warga sekitarnya. Ketidakadilan ini terus berlangsung sampai dengan lahirnya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 yang mengabulkan permohonan <i>judicial review</i> Pasal 43 ayat 1 UU Perkawinan yang diajukan oleh <b>Machica Mochtar</b> (isteri <i>sirri</i> dari <b>alm Moerdiono</b>). Menurut pendapat MK bahwa tidak adil, jika hukum membebaskan laki-laki yang melakukan hubungan seksual dan menyebabkan kelahiran si anak dengan mudah melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang bapak, sehingga MK menyatakan bahwa Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan konstitusi secara bersyarat (<i>conditionally unconstitutional</i>).<o:p></o:p></span></span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-size: large;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan MK tersebut memunculkan banyak <i>polemik</i>, beberapa kalangan menganggap bahwa putusan itu akan menimbulkan benturan dengan kaidah hukum Islam jika diterapkan bagi anak zina, karena menurut <i>ilmu Fiqh</i> anak zina tidak dapat di <i>nasabkan</i> dengan ayahnya, sehingga mereka tidak mungkin mewaris harta peninggalan ayahnya. Namun terlepas dari segala perdebatan itu, anak tetaplah seorang manusia yang terlahir kedunia tanpa memiliki kekuasaan sedikit pun untuk menentukan pilihan ia akan terlahir dari rahim milik siapa dan tentunya tidak ada seorang pun yang mau dilahirkan dari hasil perzinahan. Buku ini mencoba untuk mengupas kaidah hukum dalam Putusan MK yang akan dihubungkan dengan <i>terminologi</i> anak luar kawin menurut pandandgan hukum Islam, hukum adat, hukum kolonial dan hukum nasional yang berlaku di Indonesia, sekaligus memberikan pandangan tentang solusi pemecahan dalam menindaklanjuti putusan tersebut.</span></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 10pt;"><span style="font-size: small;"> </span></span></div><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><!--[if gte mso 9]><xml> <o:OfficeDocumentSettings> <o:RelyOnVML/> <o:AllowPNG/> </o:OfficeDocumentSettings> </xml><![endif]--><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CUSER%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--> <m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:"Book Antiqua";
panose-1:2 4 6 2 5 3 5 3 3 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:IN;}
p
{mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0in;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0in;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:0in;
margin-left:.5in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:0in;
margin-left:.5in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:0in;
margin-left:.5in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:0in;
margin-left:.5in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.Default, li.Default, div.Default
{mso-style-name:Default;
mso-style-unhide:no;
mso-style-parent:"";
margin:0in;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-layout-grid-align:none;
text-autospace:none;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
color:black;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:258562366;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-889791094 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:49.5pt;
text-indent:-.25in;}
@list l1
{mso-list-id:265503641;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1301055932 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l2
{mso-list-id:311099418;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-62084994 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l3
{mso-list-id:450514251;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1348071616 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l3:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l4
{mso-list-id:465203782;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1213782520 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l4:level1
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l5
{mso-list-id:815028382;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-2063549934 67698709 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l5:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l6
{mso-list-id:1614633850;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1571403542 1588986960 67698713 67698709 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l6:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l6:level3
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-9.0pt;}
@list l7
{mso-list-id:1723627018;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:263207352 67698709 -1815156038 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l7:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l7:level2
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
color:black;}
@list l8
{mso-list-id:1723946981;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1130610690 67698709 1573169870 -2016125810 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l8:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l8:level2
{mso-level-text:"\(%2\)";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-bidi-font-family:Arial;}
@list l8:level3
{mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:117.0pt;
text-indent:-.25in;}
@list l9
{mso-list-id:1751535591;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1969034584 67698709 -173791214 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l9:level1
{mso-level-number-format:alpha-upper;
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;}
@list l9:level2
{mso-level-text:"\(%2\)";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-.25in;
mso-bidi-font-family:Arial;}
ol
{margin-bottom:0in;}
ul
{margin-bottom:0in;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 1. PENDAHULUAN<span> </span>1<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Makna Kehadiran Anak Dalam Sebuah Keluarga<span> </span>1<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Terminologi Anak Dalam Undang-Undang <span> </span>4<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Luar Kawin Dalam Sudut Pandang Sosiologis<span> </span>10<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Keduduakan Anak Luar Kawin Dalam Hukum Keluarga<span> </span>14<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Hubungan Antara Kedudukan Anak Dengan Lembaga <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perkawinan <span> </span>18<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Luar Kawin Dalam Hukum Administrasi Kependudukan<span> </span><span> </span>25<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 2. PENGELOMPOKAN ANAK BERDASARKAN STATUS DAN KEDUDUKANNYA DI HADAPAN HUKUM</span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span> </span>31<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Sah<span> </span>31<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Zina<span> </span>33<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Sumbang<span> </span>35<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Luar Kawin Lainnya<span> </span>38<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Angkat<span> </span>40<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Tiri<span> </span>45<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.25in;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 3. ANAK LUAR KAWIN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM<span> </span>48<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Makna Perkawinan Dalam Agama Islam<span> </span>46<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Syarat Perkawinan Menurut Hukum Islam<span> </span>52<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Hukum Bagi Seseorang Untuk Melangsungkan Perkawinan<span> </span>57<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Konsepsi Zina Dalam Hukum Islam<span> </span>59<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penentuan <i>Nasab</i> Anak Dalam Hukum Islam<span> </span>65<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kedudukan Anak Luar Kawin Dalam Pandangan Islam<span> </span>70<o:p></o:p></span></div><div class="Default" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>G.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Lembaga Pengakuan Anak Dalam Hukum Islam<span> </span>73<o:p></o:p></span></div><div class="Default" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="Default" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 4. ANAK LUAR KAWIN DALAM PANDANGAN HUKUM ADAT<span> </span>76<o:p></o:p></span></b></div><div class="Default" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pengantar<span> </span>76<o:p></o:p></span></div><div style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Status Anak Luar Kawin Dalam Pandangan Masyarakat Adat<span> </span>78<o:p></o:p></span></div><div style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Persetubuhan Diluar Ikatan Perkawinan Merupakan Delik Dalam Hukum Adat<span> </span>81<o:p></o:p></span></div><div style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kedudukan Anak Luar Kawin Di Dalam Hukum Waris Adat<span> </span>83<o:p></o:p></span></div><div style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 5. KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM KUH PERDATA<span> </span>86<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pengaturan Tentang Anak Dalam KUH Perdata<span> </span>86<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Penggolongan Status Dan Kedudukan Anak Dalam KUH <o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perdata<span> </span>88<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Hak Penyangkalan Anak Oleh Suami<span> </span>90<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Hak Waris Anak Luar Kawin Dalam KUH Perdata<span> </span>96<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Persoalan Tentang Asal-Usul Anak Dan Pengakuan Anak Luar Kawin Dalam KUH Perdata<span> </span>103<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 6. </span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">KEDUDUKAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN<span> </span>107<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Lembaga Perkawinan Dalam Perspektif Hukum Dan Budaya <span> </span>107<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Ruang Lingkup Pengaturan UU Perkawinan<span> </span>109<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Terminologi Anak Sah Dalam UU Perkawinan<span> </span>109<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kewajiban Pencatatan Perkawinan Dan Akibat Hukumnya Menurut UU Perkawinan.<span> </span>113<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pengaturan Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang Perkawinan<span> </span>116<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Latar Belakang Timbulnya Anak Luar Kawin <span> </span>119<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>G.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perkawinan <i>Sirri</i>’ Dalam Konsepsi Hukum Positif<span> </span>122<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 7. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP PERSOALAN ANAK LUAR KAWIN<span> </span>132<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Duduk Perkara <span> </span>132<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Petitum Permohonan<span> </span>137<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Alat Bukti Surat<span> </span>138<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Keterangan Ahli<span> </span>138<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Keterangan Pihak Pemerintah<span> </span>140<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Keterangan Pihak DPR-RI<span> </span>150<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>G.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pertimbangan Hukum Dan Concurring Opinion<span> </span>155<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></i><!--[endif]--><i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pertimbangan Hukum<span> </span></span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">155<i><o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></i><!--[endif]--><i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Concuring Opinion<span> </span></span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">161<i><o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>H.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Konklusi Dan Amar Putusan<span> </span>167<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 27pt 6pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><i><span style="color: black; font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></i><!--[endif]--><i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Konklusi<span> </span></span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">167<i><o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 27pt 6pt 0.5in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><i><span style="color: black; font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></i><!--[endif]--><i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Amar Putusan<span> </span></span></i><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">167<i><o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 8. KAIDAH HUKUM DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI YANG BERKAITAN DANGAN STATUS ANAK LUAR KAWIN</span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span> </span>169<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Wewenang Mahkamah Konstitusi Dalam Melakukan Uji Materiil Terhadap Undang-Undang<span> </span>169<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pencatatan Perkawinan Dalam Pasal 2 Ayat 2 UU Perkawinan Merupakan Kewajiban Administratif Yang Tidak Berhubungan Dengan Keabsahan Perkawinan<span> </span>173<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Asal Usul Keturunan Dapat Dibuktikan Berdasarkan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi <span> </span>178<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Anak Luar Kawin Harus Mendapatkan Hak Yang Sama Dengan Anak-Anak Lainnya<span> </span>182<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Sengketa Tentang Keabsahan Perkawinan Tidak Boleh Merugikan Kepentingan Anak<span> </span>189<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Pasal 43 Ayat (1) UU Perkawinan <i>Unconstitutional</i> Sepanjang Menyangkut Memutuskan Hubungan Perdata Dengan Ayah Kandungnya <span> </span>192<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>G.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Putusan Mahkamah Konstitusi Berlaku Bagi Semua Anak Luar Kawin<span> </span>194<o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">BAGIAN 9. HAK DAN KEDUDUKAN YANG TIMBUL PADA ANAK LUAR LAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI<span> </span>198<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Perdebatan Seputar Dampak Hukum Atas Keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi<span> </span>198<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Hak Anak Luar Kawin Untuk Menuntut Kewajiban Pemeliharaan (<i>Alimentasi</i>) Dari Ayah Biologisnya<span> </span>203<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Bentuk Tanggung Jawab Orang Tua Kepada Anak Luar Kawin Dalam Konsepsi Islam<span> </span>211<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Hak Menuntut Warisan Bagi Mereka Yang Tidak Tunduk Pada Hukum Waris Islam <span> </span>213<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>E.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Kewajiban Pemeliharaan (<i>Alimentasi</i>) Dari Anak Luar Kawin Terhadap Ayah Biologisnya<span> </span>216<o:p></o:p></span></div><div class="MsoListParagraph" style="margin: 6pt 0in 6pt 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span>F.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Tata Cara Pelaksanaan Kewajiban Pemeliharaan (Alimentasi) Dari Ayah Biologis Terhadap Anak Luar Kawin<span> </span>217<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">DAFTAR PUSTAKA</span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span> </span>221<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span lang="IN" style="font-family: "Book Antiqua","serif";">Lampiran:</span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><span> </span>226</span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"></span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0in; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua","serif";"><o:p>Publisher: PT Prestasi Pustaka Raya Surabaya.</o:p></span></b></div></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac></m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-6843177269807142842012-01-15T20:43:00.000-08:002012-01-15T20:46:54.430-08:00PLURALISME BATAS KEDEWASAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA (Kajian Dalam Sudut Pandang Interdisipliner)<div style="text-align: center;"><b>PLURALISME BATAS KEDEWASAAN DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA </b></div><div style="text-align: center;"><b>(Kajian Dalam Sudut Pandang Interdisipliner)</b> </div><div style="text-align: center;"><b>oleh: D.Y. Witanto </b> </div><div style="text-align: center;"> </div><div style="text-align: justify;"><b>I. PENDAHULUAN </b></div><div style="text-align: justify;">Manusia diciptakan Tuhan dengan segala fitrahnya. Jiwa, raga dan intelektual merupakan komponen yang terintegrasi dalam pribadi manusia secara utuh, perpaduan yang sinergis diantara ketiga komponen tersebut menjadikan manusia sebagai mahkluk yang paling sempurna diantara mahluk yang lain di muka bumi. Kemampuan berfikir secara konseptual berdasarkan norma dan sistem nilai membuat peradaban manusia terus berkembang dengan pesat. Dalam kaitannya dengan pola dan tingkat peradaban manusia itu, terdapat suatu kondisi pada diri manusia yang selalu dikaitkan dengan kwalitas mental dan kematangan pribadi, kondisi tersebut tidak lain adalah kedewasaan (<i>adulthood</i>). Kedewasaan selalu menjadi ukuran dalam setiap tindakan dan tanggung jawab yang diemban, sehingga kedewasaan menjadi faktor yang sangat penting dalam setiap interaksi sosial, baik yang menimbulkan akibat hukum maupun yang hanya sebatas dalam ruang lingkup hubungan masyarakat. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hampir dalam setiap bidang kehidupan, kedewasaan selalu menjadi ukuran tangung jawab dari sebuah perbuatan, kenapa demikian? Karena hanya seseorang yang telah dewasa saja yang dianggap perbuatannya dapat dipertanggungjawabkan secara sempurna, hal ini dapat kita lihat dari beberapa ketentuan hukum yang memberikan kwalifikasi pada perbuatan yang pada prinsipnya hanya dapat dilakukan oleh mereka yang telah dewasa. Misalnya ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah jika subjek hukumnya cakap bertindak, pengertian cakap bertindak berhubungan erat dengan arti kedewasaan, karena menurut Pasal 1330 angka 1 KUHPerdata orang yang tidak cakap bertindak itu salah satunya adalah mereka yang belum dewasa/ minderjarigen. Dalam hukum perkawinan juga disyaratkan adanya batas kedewasaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 bahwa ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam membahas tentang kedewasaan, kita tidak bisa membatasi diri dengan satu atau dua bidang keilmuan saja, namun terpaksa kita harus melakukan pengkajian-pengkajian secara interdisipliner karena kedewasaan sendiri dipergunakan oleh hampir semua bidang ilmu sosial, sebutlah diantaranya: ilmu sosiologi, ilmu hukum, ilmu politik, ilmu ekonomi bahkan dalam ilmu agama pun persoalan kedawasaan menjadi hal yang prinsip dan menentukan. Dalam lapangan ilmu hukum sendiri kedewasaan dapat menentukan keabsahan dari suatu perbuatan hukum. Seseorang yang belum dewasa dipandang sebagai subjek yang belum mampu bertindak sendiri dihadapan hukum, sehingga tindakan hukumnya harus diwakili oleh orang tua/walinya. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Keanekaragaman dalam menentukan batas usia kedewasaan diakibatkan oleh tidak adanya patokan yang dapat digunakan secara akurat untuk menentukan batas kedewasaan manusia, usia dan tindakan perkawinan memang bisa menjadi salah satu penentu kedewasaan, namun tidak selalu menjadi ukuran yang tepat karena kedewasaan sendiri merupakan suatu keadaan dimana seseorang telah mencapai tingkat kematangan dalam berfikir dan bertindak, sedangkan tingkat kematangan itu hadir pada masing-masing orang secara berbeda-beda, bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa mungkin saja sampai dengan akhir hayatnya manusia tidak pernah mengalami kedewasaan karena kedewasaan tidak selalu berbanding lurus dengan usia. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Memang tidak semua peraturan perundang-undangan menyebutkan secara tegas tentang batas kedewasaan, namun dengan menentukan batasan umur bagi suatu perbuatan hukum tertentu, maka sesungguhnya faktor kedewasaanlah yang sedang menjadi ukuran, misalnya dalam beberapa undang-undang hanya mencantumkan batasan umur bagi mereka yang disebut anak, sehingga diatas batas umur tersebut harus dianggap telah dewasa, atau undang-undang membolehkan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu setelah melampaui batas umur yang ditentukan, semua pengaturan tersebut pada akhirnya tertuju pada maksud dan pengertian tentang kedewasaan. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>II. DEFINISI KEDEWASAAN DAN PENDEWASAAN</b> </div><div style="text-align: justify;">Menurut Elizabeth B. Hurlock salah satu pakar psikologi menyebutkan bahwa perkembangan manusia secara lengkap dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain: </div><div style="text-align: justify;">1. Masa Pranatal, yaitu saat terjadinya konsepsi sampai lahir </div><div style="text-align: justify;">2. Masa Neonatus, yaitu saat kelaihara sampai akhir minggu kedua. </div><div style="text-align: justify;">3. Masa Bayi, yaitu pada akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua </div><div style="text-align: justify;">4. Masa Kanak-kanak awal, yaitu saat umur 2 tahun sampai umur 6 tahun </div><div style="text-align: justify;">5. Masa Kanak-kanak akhir, yaitu saat umur 6 tahun samapi umur 10/11 tahun </div><div style="text-align: justify;">6. Masa Pubertas (pra adolesence), yaitu saat umur 11 tahun sampai umur 13 tahun </div><div style="text-align: justify;">7. Masa Remaja awal, yaitu saat umur 13 tahun samapi umur 17 tahun </div><div style="text-align: justify;">8. Masa Remaja akhir, yaitu saat umur 17 tahun sampai umur 21 tahun </div><div style="text-align: justify;">9. Masa Dewasa awal, yaitu saat umur 21 tahun sampai umur 40 tahun </div><div style="text-align: justify;">10. Masa Dewasa setengah baya, yaitu saat umur 40 tahun sampai 60 tahun </div><div style="text-align: justify;">11. Masa Tua, yaitu saat umur 60 tahun sampai meninggal. </div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan beberapa tahapan perkembangan manusia diatas maka kedewasaan dibagi menjadi 3 tahapan antara lain: </div><div style="text-align: justify;">a. Masa dewasa awal (young adult) </div><div style="text-align: justify;">b. Masa dewasa madya (middle adulthood) </div><div style="text-align: justify;">c. Masa usia lanjut (older adult) </div><div style="text-align: justify;">Tiga tahapan kedewasaan tersebut tidak selalu dapat ditentukan berdasarkan tingkat usia tertentu, mungkin saja pada sebagian orang, usia 17 tahun sudah mulai masuk ke dalam pase young adult, namun bagi sebagian yang lain hal itu belum tentu, sehingga selain dari usia dan tindakan perkawinan, kedewasaan juga bisa dilihat dari prilaku dan pertumbuhan fisik secara biologis. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kedewasaan selalu dihubungkan dengan kematangan mental, kepribadian, pola pikir dan prilaku sosial, namun dilain hal kedewasaan juga erat hubungannya dengan pertumbuhan fisik dan usia. Kedewasaan juga kadang dikaitkan dengan kondisi sexual seseorang walaupun kemampuan reproduksi manusia tidak selalu ditentukan oleh faktor usia. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kedewasaan merupakan perpaduan yang seimbang antara jiwa, raga dan intelektual. Ukuran kedewasaan memang sangat relatif, tergantung dari perspektif mana kita melihatnya. Kedewasaan menurut pandangan sosiologi belum tentu sama dengan kedewasaan menurut pandangan hukum, begitu juga kedewasaan menurut pandangan adat belum tentu sama dengan kedewasaan menurut pandangan agama. Dari beberapa ukuran yang umum digunakan antara lain adalah keseimbangan mental dan kemapanan sosial sebagai indikator kedewasaan, sedangkan hukum pada umumnya mengukur suatu kedewasaan dengan patokan usia dan tindakan perkawinan dan Hukum Islam menentukan kedewasaan dari tanda/ciri biologis tertentu untuk menentukan seseorang telah memasuki pase “akil baligh”, misalnya pada laki-laki ditandai dengan mimpi basah (ejaculation) sedangkan perempuan ditandai dengan datangnya masa haid (menstruasi). Dalam perspektif adat jawa istilah kedewasaan relevan dengan istilah ”kemandirian” yang artinya mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri secara bertanggung jawab atau dikenal dengan istilah ”mencar” dan ”kuat gawe”. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada umumnya masyarakat adat memandang seseorang dianggap telah dewasa jika telah mampu memelihara kepentingannya sendiri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh beberapa pakar hukum adat antara lain: </div><div style="text-align: justify;">- Ter Haar, dewasa adalah cakap (volwassen), sudah kawin dan hidup terpisah meninggalkan orang tuanya; - Soepomo, dewasa adalah kuwat gawe, cakap mengurus harta keperluannya sendiri; </div><div style="text-align: justify;">- Djojodigoeno, dewasa adalah secara lahir, mentas, kuwat gawe, mencar, volwassen </div><div style="text-align: justify;">- Wayan P. Windia, ahli hukum adat Bali dari FH Unud menyatakan bahwa pada hukum adat Bali, jika seseorang telah mampu negen (nyuun) sesuai beban yang diujikan, mereka dinyatakan loba sebagai orang dewasa. Misalnya, ada warga yang mampu negen kelapa delapan butir atau nyuun kelapa enam butir. Ia otomatis dinyatakan sudah memasuki golongan orang dewasa. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kedewasaan menurut pandangan adat memang terlepas dari patokan umur, sehingga tidak ada keseragaman, mengenai kapan seseorang dapat mulai dikatakan telah dewasa, ukuran kedewasaan tergantung kepada masing-masing individu, walaupun sebenarnya tetap memiliki pertautan dengan pengertian dewasa menurut Ilmu Psikologi dimana kedewasaan merupakan suatu pase pada kehidupan manusia yang menggambarkan telah tercapainya keseimbangan mental dan pola pikir dalam setiap perkataan dan perbuatan. Seseorang yang telah mampu bekerja (kuwat gawe) untuk mencari penghidupan, maka sesungguhnya secara pribadi dia telah mampu berfikir dan bertanggung jawab atas kebutuhan hidupnya, walaupun proses pendewasaan dini dalam masyarakat tidak termasuk pada katagori tersebut. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Menurut Harsanto Nursadi kedewasaan menurut konsep adat didasarkan pada: </div><div style="text-align: justify;">1. Penilaian masyarakat menyatakan demikian </div><div style="text-align: justify;">2. Kemampuan berburu dan mencari makan </div><div style="text-align: justify;">3. Kemampuan memimpin teman-temannya </div><div style="text-align: justify;">4. Melihat kondisi fisik seseorang </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketidakeseragaman tentang penentuan batas kedewasaan juga terjadi pada dunia peradilan, dimana dalam beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung antara lain Putusan Nomor: 35K/Sip/1955 tertanggal 1 Juni 1935 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan seseorang telah dewasa adalah apabila usianya telah mencapai 15 (lima belas) tahun, sedangkan pada Yurisprudensi yang lain dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 601K/Sip/1976 tertanggal 2 November 1976 disebutkan bahwa seseorang yang telah dewasa adalah yang telah mencapai 20 (dua puluh) tahun dan sudah cakap untuk bekerja. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Istilah “kedewasaan” menunjuk pada keadaan sudah dewasa, yang memenuhi syarat hukum sedangkan istilah “pendewasaan” menunjuk pada keadaan belum dewasa yang oleh hukum dinyatakan dewasa. Secara hukum proses pendewasaan dapat dilakukan dengan dua cara antara lain: </div><ul style="text-align: justify;"><li>Pendewasaan Secara Penuh Menurut Pasal 421 KUH Perdata untuk mendapatkan pendewasaan secara penuh anak harus sudah berumur 20 (dua puluh) tahun, yang memberikan status pendewasaan terhadap anak tersebut adalah Presiden (Menteri Kehakiman) setelah melakukan perundingan dengan Mahkamah Agung. Pasal 420 KUH Perdata mengatur bahwa permohonan pendewasaan tersebut diajukan disertai dengan Akta Kelahiran dan akan didengar keterangan dari kedua orang tuanya yang hidup terlama, wali badan harta peninggalan (BHP) sebagai wali pengawas dan keluarga sedarah/semenda (Pasal 422 KUH Perdata) </li>
</ul><ul><li style="text-align: justify;">Pendewasaan untuk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas) Untuk diperbolehkan mengajukan permohonan pendewasaan terbatas seseorang harus berusia genap 18 (delapan belas) tahun. Instansi yang memberikan pendewasaan tersebut adalah Pengadilan Negeri setempat (tempat tinggal si pemohon) tetapi jika orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua atau perwalian tidak setuju, pendewasaan terbatas tidak akan diberikan. (Pasal 426 KUH Perdata). </li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>III. KETENTUAN TENTANG BATAS KEDEWASAAN MENURUT UNDANG-UNDANG </b></div><div style="text-align: justify;">Penentuan batas usia kedewasaan dalam beberapa undang-undang memang terkesan semberawut karena antara yang satu dengan yang lain sama sekali tidak mengandung korelasi, padahal jika ditarik benang merah dari setiap tujuan penentuan batas usia kedewasaan, maka pada akhirnya akan menunjuk pada pengertian tanggungjawab, yaitu untuk menjamin bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan oleh karenanya dapat di tuntut dihadapan hukum jika tindakannya itu merugikan pihak lain. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dibawah ini akan diuraikan beberapa ketentuan undang-undang tentang batas usia kedewasaan sebagai berikut: </div><ol style="text-align: justify;"><li>Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Pdt) Pasal 330 Ayat (1) menyebutkan ”belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dulu telah kawin” sedangkan pada Ayat (2) disebutkan bahwa ”apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa” </li>
<li>UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 50 Ayat (1) menyebutkan ”Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali” sedangkan mengenai batas kedewasaan untuk melangsungkan perkawinan ditentuakan dalam Pasal 6 Ayat (2) menyebutkan ”Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.” Pasal 7 Ayat (1) ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. </li>
<li>3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 45 menyebutkan ” Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah” </li>
<li>Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 171 menyebutkan ”Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah: a. anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin b. orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali Pasal 153 Ayat (5) menyebutkan ”Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang” </li>
<li>UU Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 1 angka 1 menyebutkan ”Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin” Pasal 4 Ayat (2) ”Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan ke Sidang Anak” </li>
<li>UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa ”anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan” </li>
<li>UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Kependudukan Pasal 63 Ayat (1) menyebutkan ”Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP” </li>
<li>UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 81 Ayat (2) menyebutkan syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut: a. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D; b. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan c. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II. </li>
<li>UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Pasal 13 menyebutkan ”Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih”. </li>
<li>UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 39 Ayat (1) menyebutkan bahwa: “penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut: a) paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan b) cakap dalam melakukan perbuatan hukum” </li>
<li>Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam Pasal 98 Ayat (1) menyebutkan bahwa ”batas usia anak yang mampu berdiri sendiri adalah 21 tahun sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan” I</li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>IV. PROBLEMATIKA HUKUM YANG TIMBUL DARI PLURALISME BATAS KEDEWASAAN</b> </div><div style="text-align: justify;">Walaupun setiap undang-undang yang mengatur tentang batasan umur sebagai bentuk kedewasaan memiliki pandangan dan latar belakang masing-masing, namun tidak menutup kemungkinan dalam keadaan tertentu diantara beberapa aturan hukum akan saling bertemu. Misalnya seorang anak yang berusia 17 tahun berdasarkan Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah berhak untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) sedangkan menurut UU Pengadilan Anak usia 17 tahun masih berada dalam katagori anak, sehingga ketika si anak melakukan pelanggaran lalu lintas dan kemudian disidangkan di pengadilan maka seharusnya tunduk pada UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang proses persidangannya harus menggunakan cara-cara yang diatur dalam persidangan anak. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kasus yang lain seorang anak yang berumur 15 tahun menurut Pasal 171 KUHAP telah bisa memberikan keterangan sebagai saksi dibawah sumpah dengan segala akibat hukum atas sumpah dan keterangannya, padahal menurut UU Perlidungan Anak dia harus diperkalakukan selayaknya sebagai seorang anak yang belum dewasa, bahkan yang lebih aneh lagi jika kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 153 Ayat (5) KUHAP bahwa Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai umur tujuh belas tahun tidak diperkenankan menghadiri sidang, maka akan muncul suatu keadaan yang kontradiktif dimana pada satu sisi hukum telah memberikan kewajiban kapada anak untuk bersaksi dibawah sumpah, namun disisi lain dia sebenarnya belum bisa menghadiri sidang karena masih tergolong anak-anak. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Memang tidak dapat dipungkiri bahwa setiap lahirnya perundang-undangan selalu memiliki kajian dan latar belakang tersendiri menyangkut bidang persoalan yang diaturnya, sehingga pendekatan dan cara pandang yang digunakan dalam merumuskan suatu aturan dalam perundang-undangan tidak selalu sama. Namun seyogyanya para pembentuk undang-undang tetap mempertimbangkan segala aspek dalam menentukan batasan usia kedewasaan dalam setiap aturan agar jangan sampai antara aturan yang satu dengan aturan yang lain terjadi pertentangan atau setidaknya terasa ganjil jika diantara dua ketentuan tersebut saling bertemu. Sebagaimana telah dikemukakan diatas dalam ketentuan KUHAP antara Pasal 171 dengan Pasal 153 Ayat (5) jelas mengandung makna yang tidak rasional, karena jika diukur berdasarkan nilai tanggung jawab dan resiko yang diemban, maka tentunya menjadi saksi dibawah disumpah jauh lebih berat resikonya dibandingkan dengan sekedar menghadiri sidang, karena bersaksi dibawah sumpah diancam dengan Pasal 242 KUHP jika ternyata keterangannya tidak benar atau mengandung kebohongan dan menurut Pasal 161 KUHAP anak yang telah berusia 15 tahun dapat dikenakan sandera jika ia menolak untuk bersumpah, sehingga batasan usia seseorang untuk menjadi saksi dibawah sumpah seharusnya lebih tinggi dari batas usia untuk dapat menghadiri persidangan. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam kasus lain yang kerap menjadi perdebatan akademik dan bahan penelitian ilmiah adalah menyangkut perbedaan batas kedewasaan antara syarat membuat perjanjian sebagaiama diatur dalam Pasal 1320 jo Pasal 330 Ayat (1) KUH Perdata yaitu berusia 21 tahun dengan Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa seorang penghadap harus telah berusia 18 (delapan belas tahun). Dari dua ketentuan tentang batas kedewasaan tersebut jelas dalam praktiknya menimbulan suatu kesimpangsiuran dan keragu-raguan dikalangan para notaris/PPAT, karena jika mengikuti Pasal 39 Ayat (1) UU Jabatan Notaris maka usia 18 tahun untuk menjadi penghadap dihadapan notaris secara logika berarti juga telah berhak untuk menjadi pihak dalam sebuah perjanjian, namun kenyataannya tidak demikian karena dalam beberapa kasus terhadap pembuatan akta-akta yang berhubungan dengan tanah yang dibuat oleh PPAT Pasal 39 Ayat (1) UU Jabatan Notaris tidak berlaku karena pada saat akan didaftarkan di BPN ternyata ditolak oleh BPN dengan alasan bahwa BPN tidak tunduk pada UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, karena BPN tetap berpedoman pada ketentuan batas kedewasaan menurut Pasal 330 Ayat (1) KUH Perdata yaitu 21 (dua puluh satu) tahun. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terhadap kasus seperti diatas memang telah ditentukan solusinya antara lain sebagai berikut: </div><div style="text-align: justify;">1. Terhadap anak yang berusia 18 tahun dalam pembuatan akta kuasa untuk menjual hak atas tanah, maka kuasa itu bisa dibuat dengan melampirkan penetapan Pengadilan Negeri setempat yang isinya ijin untuk menjual. </div><div style="text-align: justify;">2. Terhadap akta-akta yang menyangkut peralihan hak atas tanah dan pendaftaran tanah dalam prakteknya hanya dibuat oleh PPAT, sehingga tetap menggunakan patokan usia dewasa 21 tahun seperti yang dianut dan diberlakukan di Kantor Pertanahan Nasional (BPN). </div><div style="text-align: justify;">3. Pasal 39 Ayat (1) UU Jabatan Notaris hanya bisa diterapkan pada akta-akta yang berkaitan dengan akta notaris saja, yaitu akta-akta yang berifat umum, berkaitan langsung dengan pihak ketiga dan berkaitan dengan dunia usaha, misalnya: Akta Pendirian Perseroan Terbatas (PT), Pendirian CV, Pendirian Yayasan dan lain-lain. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Konflik yang terjadi didalam praktek menyangkut batas kedewasaan kerap terjadi ketika dalam suatu peristiwa hukum mengandung titik singgung dari beberapa aturan, baik karena melibatkan dua institusi hukum yang berbeda maupun karena ruang lingkup dari beberapa aturan hukum yang mengaturnya. Sistem hukum nasional seharusnya memiliki batas kedewasaan yang sama, minimal ada keseragaman dalam satu wilayah hukum tertentu, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan keragu-raguan bagi para pelaksana dilapangan. Para pembentuk undang-undang juga seyogyanya melakukan research and assessment terlebih dahulu sebelum menentukan batas kedewasaan dalam suatu peraturan perundang-undangan. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>V. PENUTUP</b> </div><div style="text-align: justify;">Harus diakui bahwa sistem hukum di Indonesia pada umumnya bercerai berai. Antara ketentuan yang satu dengan yang lain terkadang tidak memiliki korelasi padahal ruang lingkup yang diaturnya memiliki titik singgung dan hubungan pertautan yang erat. Seharusnya setiap aturan hukum yang satu dengan yang lainnya bisa saling melengkapi dan saling menutup setiap kekosongan yang ada, namun pada kenyataannya justru saling memberikan aturan yang tumpang tindih terhadap satu persoalan yang sama, hal inilah yang kemudian menimbulkan kesemberawutan dalam proses penegakan hukum dan implementasi hukum dilapangan. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari semua uraian diatas dapat ditarik suatu konklusi sebagai benang merah dalam tulisan ini antara lain: </div><ul><li style="text-align: justify;">Perlu adanya pengkajian dan penelitian ulang tentang penentuan batas kedewasaan dengan menggunakan pendekatan interdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner agar didapatkan batas kedewasaan yang relevan bagi semua bidang disiplin ilmu; </li>
<li style="text-align: justify;">Jika tidak mungkin dilakukan penyeragaman batas kedewasaan bagi semua bidang disiplin ilmu, maka setidaknya dalam satu wilayah pengaturan tertentu memiliki batas kedewasaan yang sama; </li>
<li style="text-align: justify;">Perlu adanya penelaahan yang cermat bagi para pembentuk undang-undang sebelum merumuskan dan menentukan batas kedewasaan dalam suatu perundang-undangan agar tidak terjadi tumpang tindih dengan aturan atau perundang-undangan yang lain. </li>
</ul><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b><u>DAFTAR PUSTAKA</u></b> </div><ol><li>Ferry Silitonga, Arti Kedewasaan, kompasiana, www.kompas.com, 8 September 2010 </li>
<li>Harsanto Nursadi, Hukum Perdata Materil, dikutip dari: http://pustaka.ut.ac.id/puslata/bmp/modul/ISIP4131/M5.pdf </li>
<li>Herman Ardiansyah, 2009, Usia Dewasa, http:/group yahoo.com/group/I.N.I </li>
<li>http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/t193-tahap-perkembangan-masnusia -menurut-elizabeth-b-hurlock, 19 Pebruari 2010 </li>
<li>J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994, 6. Legal Logikal Forum, http://72legalogic.wordpress.com/2009/03/08/dewasa-menurut-hukum-positif-indonesia/ </li>
<li>Sugiyem, Tesis berjudul: Penerapan Pendewasaan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris dalam Pembuatan AktaKuasa Menjual Hak Atas Tanah di Samarinda, Universitas Dipenegoro, Samarinda, 2010 </li>
<li>Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, PT Iktiar Van Hoeve, Jakarta, 2000, </li>
</ol><div style="text-align: justify;"><br />
</div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-14510021653470693532011-11-07T21:06:00.000-08:002011-11-07T21:06:28.062-08:00SEGERA TERBIT BUKU BARU<div style="text-align: center;"><b>DIMENSI KERUGIAN NEGARA</b></div><div style="text-align: center;"><b>DALAM HUBUNGAN KONTRAKRUAL</b></div><div style="text-align: center;"><b>Suatu Tinjauan terhadap Resiko Kontrak dalam Proyek Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah</b></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>Penulis: <i>D.Y WITANTO, SH</i> </b></div><br />
<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Posisi kerugian negara dalam sebuah dimensi hukum, ibarat berdiri diantara tiga persimpangan. Masing-masing persimpangan itu tidak lain adalah Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara. Persoalan kerugian negara tidak hanya sebatas pada kepentingan untuk menghitung jumlah kekayaan negara yang keluar tanpa imbal prestasi yang seimbang atau sekedar menentukan selisih nilai pembayaran yang tidak mengandung kemanfaatan bagi negara, namun lebih dari itu, kerumitan menyangkut persoalan kerugian negara betumpu pada penentuan wilayah domain dari suatu perbuatan yang menjadi sebab timbulnya kerugian tersebut. Titik singgung dari tiga aspek hukum yang menyelimuti kerugian negara kerap menjadi perdebatan dikalangan praktisi maupun akademisi menyangkut kompetensi penyelesaian hukum dalam proses recovery, namun yang memprihatinkan adalah ketika ada upaya-upaya tertentu untuk menggiring asumsi publik bahwa dalam setiap kerugian negara selalu mengandung perbuatan korupsi. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sering terlupakan bahwa kergian negara juga bisa timbul karena hubungan kontraktual. Ketika negara menjadi pihak dalam suatu perjajian, seperti pada proyek pengadaan barang/jasa dilingkungan pemerintah, maka negara juga memiliki hak dan resiko yang sama dengan pelaku perjanjian pada umumnya. Pada saat hak dan kewajiban kontrak tidak terlaksana dengan sempurna, maka akan muncul resiko yang dapat menimbulkan kerugian bagi para pihak, tidak tekecuali juga bagi negara, karena hukum kontrak menempatkan posisi para pihak dalam kedudukan yang seimbang. Tidak mudah untuk menentukan batas dan wilayah penyebab kerugian negara yang mengandung titik singgung persoalan tertentu, sehingga perlu adanya kearifan intelektual untuk memberikan batasan bagi kerugian negara sebagai akibat dari hubungan kontraktual agar tidak timbul keragu-raguan bagi para pelaksana kontrak yang melibatkan negara sebagai pihak didalamnya oleh metode penyelesaian yang cenderung menggunakan pendekatan hukum pidana (korupsi).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">buku ini diharapkan mampu memberikan gambaran terhadap kerugian negara dalam ruang lingkup hukum kontrak, sehingga tercipta pemahaman yang proporsional terhadap aspek penyelenggaraan kontrak pengadaan barang/jasa instansi pemerintah yang secara subsansial terkait dengan penggunaan dana dari keuangan negara.</div><br />
Buku tersebut berisi:<br />
<br />
<b>BAB.I PENDAHULUAN</b><br />
A. Tinjauan Tentang Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah (1)<br />
B. Prinsip-Prinsip Dasar dalam Proyek Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah (7)<br />
<i>1. Efisien (7)<br />
2. Efektif (9)<br />
3. Transparan (11)<br />
4. Terbuka (3)<br />
5. Bersaing <br />
6. Adil/Tidak Diskriminatif (15)<br />
7. Akuntabel (16)</i>C. Landasan Teknis Proses Pengadaan Barang/Jasa (17)<br />
D. Perbedaan Antara Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah Dengan Kontrak Pada Umumnya (21)<br />
<i>1. Pengadaan Barang (23)</i><br />
<i>2. Pekerjaan Konstruksi (23)</i><br />
<i>3. Jasa Konsultasi (24)</i><br />
<i>4. Jasa Lainnya. (25)</i><br />
E. Ruang Lingkup Pakta Integritas dalam Proses Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah (25)<br />
<br />
<b>BAB. II. BEBERAPA SUDUT PANDANG KERUGIAN NEGARA </b><br />
A. Pengertian Kerugian Negara Secara Umum (34)<br />
B. Metode Perhitungan Kerugian Negara (41)<br />
<i>1. Kerugian Total (Total Loss) (41)</i><br />
<i>2. Kerugian Total Dengan Penyesuaian (42)</i><br />
<i>3. Kerugian Bersih (Net Loss) (42)</i><br />
C. Bentuk-Bentuk Kerugian Negara (43)<br />
1. Kerugian Dalam Bentuk Kehilangan atau Berkurangnya Kekayaan Negara (43)<br />
2. Kerugian dalam Bentuk Menurunnya Nilai Suatu Barang Milik Negara. (47)<br />
3. Kerugian Negara Karena Hilangnya atau Berkurangnya Penerimaan Negara (48)<br />
4. Kerugian Akibat Kelebihan Pembayaran yang Dilakukan oleh Negara (49)<br />
D. Ruang Lingkup Kerugian Negara Menurut Hukum Pidana (51)<br />
<i>1 Unsur Melawan Hukum Dalam Delik Korupsi (55)</i><br />
<i>2 Kerugian Negara Yang Berkaitan dengan Memperkaya Diri Sendiri, Orang Lain atau Korporasi (61)</i><br />
<i>3 Hubungan Antara Kerugian Negara dengan Unsur Melawan Hukum (67)</i><br />
<i>4 Hubungan Antara Kerugian Negara dengan Unsur Menyalahgunakan Kewenangan, Kesempatan Atau Sarana (70)</i><br />
<i>5 Hubungan Antara Kerugian Negara dengan Unsur Menguntungkan Diri Sendiri, Orang Lain atau Korporasi (75)</i><br />
<i>6 Bentuk-Bentuk Kerugian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi (77)</i><br />
E. Ruang Lingkup Kerugian Negara Menurut Hukum Perdata (81)<br />
<i>1. Kerugian Negara dalam Konsep Hukum Perdata (81)</i><br />
<i>2. Ruang Lingkup Kerugian Negara dalam Perbuatan Melawan Hukum (82)</i><br />
<i>3. Ruang Ringkup Kerugian Negara Karena Perbuatan Wanprestasi (84)</i><br />
F. Ruang Lingkup Kerugian Negara Menurut Hukum Administrasi Negara (86)<br />
G. Hubungan Antara Kerugian Negara dan Kekayaan Negara (93)<br />
<br />
<b>BAB. III. RUANG LINGKUP HUKUM KONTRAK</b><br />
A. Kontrak dan Proses Berakhirnya (98)<br />
<i>1. Kontrak Ditutup Dengan Saling Menepati Janji (Na Koming Der Verbintenissen) (100)</i><br />
<i>2. Kontrak Berakhir Karena Keadaan Memaksa (Overmacht) (102)</i><br />
<i>3. Kontrak Gugur Karena Masing-Masing Pihak Secara Diam-Diam Bersepakat Untuk Tidak Berprestasi (107)</i><br />
<i>4. Kontrak Berakhir Dengan Kebatalan (110)</i><br />
<i>5. Kontrak Berakhir Karena Salah Satu Pihak Wanprestasi (112)</i><br />
B. Jenis-Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa (113)<br />
<i>1. Kontrak Lump Sum (114)</i><br />
<i>2. Kontrak Harga Satuan (116)</i><br />
<i>3. Kontrak Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan (118)</i><br />
<i>4. Kontrak Prosentase (119)</i><br />
<i>5. Kontrak Terima Jadi (Turn Key) (119)</i><br />
<i>6. Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Tahun Jamak (119)</i><br />
<i>7. Kontrak Pengadaan Tunggal dan Kontrak Pengadaan Bersama (120)</i><br />
<i>8. Kontrak Payung (Frame Work Contract) (120)</i><br />
<i>9. Kontrak Pengadaan Pekerjaan Tunggal dan Kontrak Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi. (121)</i><br />
C. Pengaturan Wanprestasi Dalam Undang-Undang (121)<br />
<i>1. Debitur Lalai Karena Dinyatakan Lalai dengan Surat Perintah atau Akta Sejenis (122)</i><br />
<i>2. Debitur Lalai Karena Perikatannya Sendiri (124)</i><br />
D. Perikatan Dan Perjanjian (127)<br />
<i>1. Pengertian Perikatan (128)</i><br />
<i>2. Perjanjian Sebagai Sumber Perikatan (131)</i><br />
<i>3. Perbedaan Perjanjian dan Perikatan (140)</i><br />
<i>4. Jenis-Jenis Perikatan (141)</i><br />
<i>5. Manfaat Pembagian Jenis Perikatan Terhadap Penentuan Wanprestasi (147)</i><br />
<i>6. Isi Perikatan (148)</i><br />
<i>7. Wanprestasi Sebagai Bentuk Pelanggaran Terhadap Perikatan (152)</i><br />
<br />
<b>BAB. IV. KERUGIAN NEGARA DALAM KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA INSTANSI PEMERINTAH</b><br />
A. Pengantar (154)<br />
B. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Kontrak Pengadaan Barang/Jasa (155)<br />
<i>1. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) (157)</i><br />
<i>2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) (161)</i><br />
<i>3. ULP/Pejabat Pengadaan (162)</i><br />
<i>4. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (165)</i><br />
<i>5. Penyedia Barang/Jasa (166)</i><br />
C. Kerugian Negara Sebagai Akibat Dari Hubungan Kontraktual (169)<br />
<i>1. Kerugian Negara Ditimbulkan Oleh Kontrak Yang Dibuat Secara Sah (170)</i><br />
<i>2. Adanya Wanprestasi (185)</i><br />
D. Kerugian Negara Yang Bukan Akibat Dari Hubungan Kontrak (197)<br />
<i>1. Persekongkolan Yang Menimbulkan Prestasi Tidak Terlaksana (197)</i><br />
<i>2. Kerugian Akibat Tindakan Mark Up dan Penyusutan Kwalitas Pekerjaan Bukan Bagian dari Resiko Kontrak (199)</i><br />
<i>3. Kerugian Yang Timbul dari Proses Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Yang Tidak Sah Bukan Bagian dari Resiko Kontrak (200)</i><br />
<i>4. Kerugian Yang Timbul Akibat Kelebihan Pembayaran Prestasi Yang Disengaja Bukan Bentuk dari Resiko Kontrak (203)</i><br />
<i>5. Kerugian Yang Timbul Karena Kelalaian PPK Dalam Melakukan Klaim Jaminan/Asuransi Bukan Bagian dari Resiko Kontrak (204)</i><br />
<br />
<b>BAB. V. UPAYA PENYELESAIAN (RECOVERY) TERHADAP KERUGIAN NEGARA DALAM HUBUNGAN KONTRAKTUAL</b><br />
A. Pengantar (207)<br />
B. Penyelesaian Sengketa Kerugian Negara Secara Musyawarah (210)<br />
C. Penyelesaian Melalui Forum Arbitrase (211)<br />
D. Penyelesaian Melalui Forum ADR (Medisi) (213)<br />
E. Penyelesaian Melalui Forum Litigasi (215)<br />
<i>1. Pendaftaran Gugatan (215)</i><br />
<i>2. Proses Pemanggilan (220)</i><br />
<i>3. Upaya Mediasi (224)</i><br />
<i>4. Proses Pembuktian (225)</i><br />
<i>5. Putusan (229)</i><br />
<i>6. Eksekusi (230)</i><br />
Daftar Pustaka (234)<br />
Daftar Singkatan (239)<br />
Lampiran (241)D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-91732426056912022552011-08-21T10:16:00.000-07:002011-08-21T10:16:41.446-07:00Jurnalis Menulis...: Sabang, dari Nol kilometer sampai Jutaan keindahan<a href="http://jurnalisjh.blogspot.com/2009/12/sabang-dari-nol-kilometer-sampai-jutaan.html">Jurnalis Menulis...: Sabang, dari Nol kilometer sampai Jutaan keindahan</a>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-76431912771091499682011-07-27T02:42:00.000-07:002011-07-27T02:44:14.502-07:00Varia Peradilan Edisi XXVI No. 308 Juli 2011MEMAHAMI PERBEDAAN ANTARA WANPRESTASI DAN DELIK PENIPUAN DALAM HUBUNGAN KONTRAKTUAL<br />
<br />
D.Y. WITANTO <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
A. PENDAHULUAN<br />
Sudah seperti hal biasa, jika seorang kreditur kesulitan untuk meminta pelaksanaan prestasi dari pihak debitur, maka upaya yang ditempuh adalah melaporkan peristiwa itu ke polisi dengan tuduhan penipuan (eks: Pasal 378 KUHP). Ada beberapa hal yang menjadi motivasi orang untuk mengambil jalan pintas seperti itu, mulai dari sekedar ingin menakut-nakuti agar debitur melaksanakan prestasinya, sampai dengan benar-benar bertujuan untuk memenjarakan si debitur karena sudah terlalu kesal dengan tindakan debitur yang selalu mangkir dari kewajibannya. Lemahnya pemahaman para penegak hukum tentang karakteristik wanprestasi dan delik penipuan juga menjadi penyebab terjadinya miss prosedural dalam penanganan kasus-kasus yang timbul dari hubungan kontraktual. Hal itu sering terjadi karena ada beberapa unsur dalam delik penipuan yang memiliki kemiripan dengan wanprestasi dalam suatu perjanjian. Sehingga jika tidak dilakukan penelaahan secara cermat terhadap sifat dan substansinya, maka akan tersesat pada kesimpulan bahwa antara wanprestasi dan delik penipuan memiliki unsur perbuatan materiil yang sama.<br />
<br />
Memang disatu sisi kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada kreditur yang membuat laporan polisi, karena semua itu merupakan bentuk dari akumulasi kekesalan yang dialami si kreditur atas tindakan debitur yang selalu berkelit dari kewajibannya. Ditambah lagi rumitnya prosedur hukum melalui jalur gugatan menjadi pemicu bagi orang untuk mengambil jalan pintas yang dianggap lebih cepat, lebih sederhana dan lebih memberikan paksaan secara psikologis. <br />
<br />
Melaporkan suatu dugaan tindak pidana adalah hak bagi setiap warga negara, namun menjadi kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penelaahan dan analisa yang cermat berdasarkan uraian kejadian yang disampaikan oleh si pelapor, kemudian menentukan apakah peristiwa tersebut merupakan suatu tindak pidana ataukah hanya sebatas pelanggaran dari perjanjian. Berkaitan dengan hal itu Penyidik maupun Penuntut Umum telah diberikan kewenangan oleh undang-undang berdasarkan Pasal 109 Ayat (2) dan Pasal 140 Ayat (2) huruf a KUHAP untuk menentukan apakah suatu perkara yang diajukan merupakan tindak pidana atau bukan. Jika suatu perkara sudah kadung diperiksa di sidang pengadilan, maka berdasarkan yurisprudensi tetap Mahkamah Agung dalam beberapa putusannya antara lain: Putusan MA-RI Nomor: 1061 K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990, Putusan MA-RI Nomor: 411 K/Pid/1992 tanggal 28 April 1994, Putusan MA-RI Nomor: 449 K/Pid/2001 tanggal 17 Mei 2001, Putusan MA-RI Nomor: 424 K/Pid/2008 tanggal 22 Mei 2008 dan Putusan MA-RI Nomor: 2161 K/Pid/2008 tanggal 14 Mei 2009. Perbuatan yang didakwakan dinyatakan terbukti namun bukan merupakan tindak pidana dan menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).<br />
<br />
Wanprestasi merupakan implikasi dari tidak dilaksanakannya kewajiban dalam suatu perjanjian. Hak dan kewajiban timbul karena adanya perikatan dalam perjanjian yang sah menurut Pasal 1320 KUH Perdata. Sedangkan delik penipuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 378 KUHP memiliki rumusan sebagai berikut: ”barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan membujuk orang lain untuk menyerahkan suatu barang kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang diancam karena penipuan.” Suatu perbuatan materiil dapat dinyatakan terbukti sebagai tindak pidana penipuan jika perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam Pasal 378 KUHP.<br />
Suatu perjanjian yang lahir oleh adanya tipu muslihat mengandung kehendak yang cacat, sehingga secara hukum tidak memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak. Menurut Pasal 1321 KUH Perdata bahwa ”tiada suatu persetujuanpun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh karena paksaan atau penipuan”. Merujuk pada ketentuan di atas, maka ada atau tidaknya unsur penipuan dalam suatu perjanjian harus dilihat pada saat proses kesepakatan itu dibuat, bukan pada saat terjadinya wanprestasi. Menurut J. Satrio suatu perjanjian mengandung adanya unsur penipuan jika terdapat perbuatan dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang tidak benar tentang ciri objek perjanjian sehingga pihak yang lain tergerak atau mempunyai kehendak untuk menutup perjanjian. <br />
<br />
Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba menguraikan beberapa indikator yang bisa digunakan untuk menentukan suatu peristiwa, apakah termasuk kedalam katagori wanprestasi ataukah delik penipuan melalui beberapa penelaahan terhadap karakteristik wanprestasi menurut hukum perjanjian dan delik penipuan menurut unsur-unsur Pasal 378 KUHP, sekaligus penulis juga akan mencoba untuk memunculkan wacana baru dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan menyangkut kesalahan prosedur dalam penanganan kasus wanprestasi.<br />
<br />
B. PERBEDAAN ANTARA RANAH ”HUKUM PUBLIK” DAN ”HUKUM PRIVAT”<br />
Berdasarkan isi dan kepentingan yang diaturnya hukum digolongkan menjadi dua jenis, yaitu hukum privat (privaat recht) dan hukum publik (publiek recht). Beberapa sarjana terkemuka telah memberikan batasan tentang apa yang dimaksud dengan hukum privat antara lain:<br />
Prof. Subekti menyebutkan:<br />
”hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil yaitu segala hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan”<br />
Prof. Sudikno Mertokusumo menyebutkan:<br />
”hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan antara yang satu dengan yang lain di dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan masyarakat dimana pelaksanaannya diserahkan kepada masing-masing pihak”. <br />
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan pemerintah atau hukum yang mengatur kepentingan masyarakat. Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum publik karena ada keterlibatan pemerintah sebagai penguasa. Definisi hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barangsiapa yang melakukan dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Sedangkan menurut CST. Kansil hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Dua ranah hukum tersebut memiliki kompetensi dan prosedur penyelesaian masing-masing. Di antara keduanya harus ada batasan yang jelas agar tidak terjadi salah prosedur dalam proses penyelesaian terhadap setiap wilayah kompetensi hukum yang dilanggar. <br />
Dengan menggunakan beberapa pendapat para sarjana di atas setidaknya telah memberikan penjelasan bagi kita bahwa antara hukum privat dan hukum publik memiliki perbedaan yang jelas menyangkut subjek hukum yang terlibat di dalamnya. Hukum privat mengatur tentang hubungan antar subjek hukum perseorangan/badan hukum dalam kedudukan yang seimbang, sedangkan pada hukum publik subjek hukumnya terdiri dari pemerintah sebagai penguasa dengan warga negara dalam hubungan pengaturan yang bersifat publik.<br />
<br />
Setiap orang berhak untuk saling mengikatkan diri dalam suatu hubungan-hubungan hukum dengan berpedoman pada asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam hukum perjanjian. Setiap perjanjian akan menimbulkan beberapa perikatan yang berisi hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya. Hubungan yang timbul dari hukum perikatan bersifat khusus dan individual karena hanya memiliki kekuatan mengikat bagi mereka yang membuatnya. Sehingga akibat hukum yang timbul atas terlanggarnya hak dan kewajiban tersebut merupakan domain dari hukum privat. Berbeda halnya dengan hukum pidana dimana setiap kewajiban yang timbul semata-mata karena ditentukan oleh penguasa dalam suatu peraturan perundang-undangan.<br />
<br />
C.PERBEDAAN ANTARA ”MELAWAN HUKUM” DENGAN ”MELAWAN PERIKATAN”<br />
Dalam suatu rumusan delik sering kita menjumpai istilah ”melawan hukum” yang sebenarnya merupakan terjemahan dari istilah ”wederrechtijkheid” dalam Bahasa Belanda. Sifat melawan hukum harus selalu ada di dalam setiap tindak pidana, baik dicantumkan secara tegas sebagai unsur tindak pidana seperti pada Pasal 362, 372, dan 378 KUHP, maupun dianggap selalu termuat dalam setiap rumusan tindak pidana. Wederrechtijkheid diterjemahkan oleh beberapa sarjana secara berbeda-beda dan tidak ada keseragaman pendapat menganai hal itu. Diantara beberapa batasan yang berkembang antara lain, menurut Simon kata ”recht” dalam wederrechtelijk diterjemahkan sebagai ”hukum”. Perbuatan yang mengandung wederrechtelijk tidak perlu melawan hak orang lain, namun sudah cukup apabila perbuatan itu melawan ”objectief recht, Noyon mengartikan ”recht” itu sebagai hak (subjectief recht), sedangkan H.R. dalam Putusannya tertanggal 18 Desember 1911 W. No. 9263 ”recht” ditafsirkan sebagai hak atau kekuasaan dan wederrechtelijk berarti tanpa kekuasaan atau tanpa hak. <br />
<br />
Menurut teori hukum pidana, sifat melawan hukum atau wederrechtelijkheid dibagi menjadi dua aliran yaitu sifat melawan hukum materiil dan sifat melawan hukum formil. Pengertian bahwa wederrechtelijk adalah suatu keadaan yang hanya menunjuk pada pengertian ”zonder eigen recht” ternyata banyak ditentang oleh para sarjana seperti halnya Simon yang mengatakan bahwa hanyalah ada satu pendapat yang dapat diterima sebagai syarat untuk adanya suatu wederrechtelijkheid yaitu bahwa telah dilakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum atau ”dat er is gehandeld, in strijd met het recht”. <br />
<br />
Dari beberapa teori di atas pada umumnya menyebutkan bahwa sifat melawan hukum dalam suatu tindak pidana ditujukan pada suatu perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan hukum, sedangkan hukum yang dimaksud adalah hukum yang berlaku secara umum baik dalam artian formil maupun materiil. Pengertian hukum yang bersifat umum adalah hukum yang mengatur dan mengikat kehidupan masyarakat secara umum. Selanjutnya Noyon mengatakan bahwa Zonder recht (tanpa hak) itu adalah berbeda dengan tegen het recht (melawan hukum) dan perkataan wederrechtelijk itu dengan tidak dapat disangkal lagi menunjuk pada pengertian yang terakhir. Sedangkan terminologi wederechtelijkheid dalam kaitannya sebagai bentuk ”melawan hak” adalah semata-mata menujuk pada hak yang diberikan oleh hukum yang berlaku secara umum/dibuat oleh penguasa, bukan hak yang timbul dari hubungan kontraktual.<br />
<br />
Berdasarkan uraian di atas, maka selanjutnya kita akan membandingkan antara ”melawan hukum” dalam suatu tindak pidana dengan ” melawan perikatan” yang timbul dari hubungan kontraktual. Sifat melawan hukum melekat pada suatu perbuatan sehingga perbuatan itu dapat dipidana, baik karena bertentangan dengan undang-undang maupun karena telah melanggar hak subjektif orang lain, namun pada akhirnya perbuatan tersebut harus pula dilarang oleh suatu peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan ” melawan perikatan” melekat pada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian, <br />
Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan bahwa ”semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan kalimat ”sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”? Jika kita simak makna dari kalimat diatas, maka sesungguhnya pembentuk undang-undang ingin memberikan suatu kekuatan mengikat yang sama antara perjanjian yang dibuat secara sah dengan undang-undang yang dibuat oleh penguasa, namun perlu diperhatikan bahwa kedudukan tersebut hanya ditujukan bagi para pihak yang membuat perjanjian saja, artinya meskipun suatu perjanjian dipersamakan daya mengikatnya dengan undang-undang, namun bukan berarti bahwa perjanjian memiliki kedudukan seperti undang-undang yang dapat berlaku secara umum. Makna dari ”kekuatan mengikatnya sebagaimana undang-undang” semata-mata terletak pada hak untuk menuntut pemenuhan prestasi dan ganti kerugian di hadapan pengadilan negara seperti halnya jika orang telah melanggar undang-undang. <br />
<br />
Secara umum ”melawan hukum” dengan ”melawan perikatan” memiliki beberapa perbedaan antara lain:<br />
Sifat melawan hukum dalam suatu tindak pidana merupakan suatu keadaan atau perbuatan yang telah bertentangan dengan hukum yang berlaku secara umum, sedangkan melawan perikatan adalah suatu keadaan atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku secara khusus, karena hanya mengikat bagi mereka yang membuatnya.<br />
Suatu tindak pidana mengandung sifat melawan hukum yang oleh karenanya perbuatan tersebut dapat dipidana, sedangkan wanprestasi mengandung sifat melawan perikatan yang oleh karenanya kreditur dapat menuntut pemenuhan prestasi, ganti rugi, denda maupun bunga.<br />
Sifat melawan hukum melekat pada perbuatan yang telah melanggar aturan hukum yang dibuat oleh penguasa, sedangkan sifat melawan perikatan melekat pada perbuatan yang telah melanggar aturan yang dibuat oleh para pihak dalam suatu perjanjian.<br />
<br />
Berdasarkan beberapa penelaahan di atas, jelas bahwa sifat melawan hukum dalam suatu tindak pidana memiliki karakteristik yang berbeda dengan sifat melawan perikatan dalam suatu perjanjian, sehingga di antara keduanya harus dipisahkan secara tegas agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran dalam proses penyelesaian terhadap dua karakteristik pelanggaran hukum tersebut. Setiap penegakan hukum yang telah membawa suatu perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban dalam hukum perikatan ke dalam ranah hukum pidana (delik penipuan) merupakan suatu pelanggaran prosedur (undue process) dan bertentangan dengan tertib hukum yang berlaku.<br />
<br />
D.PERBEDAAN ANTARA UNSUR ”TIPU MUSLIHAT” DAN SERANGKAIAN KEBOHONGAN” DENGAN ”TIDAK MELAKSANAKAN PRESTASI”<br />
<br />
Dalam memahami wanprestasi dan tindak pidana penipuan kita sering tersesat dalam menafsirkan unsur ”tipu muslihat” dan ”serangkaian kebohongan” dalam Pasal 378 KUHP dengan pengertian ”ingkar janji” dalam hubungan kontraktual, sepintas memang seperti sama, namun jika kita telaah secara lebih mendalam, maka akan muncul beberapa perbedaan yang sangat prinsip yang bisa menjadi indikator untuk membedakan antara delik penipuan dengan wanprestasi.<br />
<br />
Tipu muslihat (listige kunstgrepen) berdasarkan Arrest HR tanggal 30 Januari 1911 adalah perbuatan-perbuatan yang menyesatkan yang dapat menimbulkan dalih-dalih yang palsu dan gambaran-gambaran yang keliru dan memaksa orang untuk menerimanya. Yang membedakan tipu muslihat dengan kebohongan adalah pada bentuk perbuatannya. Tipu muslihat merupakan perbuatan fisik sedangkan kebohongan merupakan bentuk perbuatan lisan atau ucapan.<br />
<br />
Istilah kebohongan berasal dari kata ”bohong” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia bohong adalah suatu keadaan yang tidak sesuai dengan hal (keadaan dsb) yang sebenarnya misalnya dalam pernyataan: ”si pulan kemaren menggunakan baju merah”. sedangkan kenyataannya kemaren si pulan menggunakan baju hitam. Kebohongan adalah suatu pernyataan yang diungkapkan bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya dan kenyataan itu telah ada pada saat pernyataan itu diucapkan. Coba bandingkan dengan pernyataan ”si pulan berjanji besok akan menggunakan baju merah” apakah pada saat mengungkapkan pernyataan itu si pulan telah berbohong? Benar dan tidaknya pernyataan itu belum bisa dibuktikan pada saat si pulan berjanji, karena setiap janji baru bisa dibuktikan pada saat waktunya telah tiba. Lalu jika ternyata besok si pulan tidak menggunakan baju merah apakah si pulan telah berbohong? Menurut pengertian bahasa lebih tepat dikatakan bahwa si pulan telah ingkar janji, karena ketika berjanji belum ada kebenaran apa-apa.<br />
<br />
Untuk memperkuat landasan argumen dalam tulisan ini kita kutip pendapat dari Adami Chazawi dalam bukunya Kejahatan Terhadap Harta Benda sebagai berikut: ”ketidakbenaran yang terdapat pada tipu muslihat maupun rangkaian kebohongan harus telah ada pada saat melakukan tipu muslihat dan lain-lain” menurut pendapat diatas bahwa untuk menentukan adanya tipu muslihat maupun serangkaian kebohongan orang harus sudah bisa membuktikan ketidakbenarannya ketika tipu muslihat atau kebohongan itu dilakukan. Berbeda dengan ingkar janji yang ketidakbenarannya tidak bisa dibuktikan pada saat mengucapkan janji. Menurut pengertian bahasa ”janji” adalah perkataan yang menyatakan kesudian hendak berbuat sesuatu, janji selalu berhubungan dengan jangka waktu tertentu, artinya pemenuhan janji selalu digantungkan pada masa waktu setelah janji itu diucapkan. Dalam setiap janji selalu akan memiliki dua komponen yaitu komponen waktu dan komponen perbuatan, maka sesungguhnya ingkar janji merupakan bentuk pelanggaran terhadap dua komponen tersebut. Dari beberapa ilustrasi di atas, kita dapat mengidentifikasi beberapa indikator yang dapat membedakan antara ”tipu muslihat” dan ”berbohong” dalam unsur tindak pidana penipuan dengan ”ingkar janji” dalam hubungan kontraktual sebagai berikut:<br />
Tipu muslihat dan serangkaian kebohongan bisa dibuktikan ketidakbenarannya sejak perbuatan/pernyataan itu dibuat, sedangkan ingkar janji harus dibuktikan ketidakbenarannya pada rentang waktu tertentu setelah janji itu dibuat.<br />
Tipu muslihat dan serangkaian kebohongan bisa dilakukan terhadap keadaan pada dirinya maupun keadaan di luar dirinya, sedangkan berjanji selalu digantungkan pada kesanggupan dirinya walaupun kesanggupan itu ditujukan supaya orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu.<br />
<br />
Selain dari apa yang telah diuraikan di atas unsur ”serangkaian kebohongan” atau menurut R. Soesilo disebut sebagai ”karangan perkataan-perkataan bohong” dalam Pasal 378 KUHP diterjemahkan sebagai bentuk dari ”beberapa kebohongan” atau harus dipakai banyak kata-kata bohong yang tersusun sedemikian rupa sehingga kebohongan yang satu dapat ditutup dengan kebohongan yang lain dan keseluruhannya merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar. Jika kita telaah rumusan Pasal 378 KUHP, maka untuk dapat memenuhi unsur ”serangkaian kebohongan” tidak cukup dengan adanya satu kebohongan saja, namun harus merupakan satu akumulasi dari beberapa kebohongan yang antara satu dengan yang lain saling mendukung dan melengkapi sehingga mampu menggerakan orang untuk menyerahkan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang. <br />
<br />
D.PERBEDAAN ANTARA ”PENYERAHAN BARANG KARENA PENIPUAN” DENGAN ”PENYERAHAN BARANG KARENA JANJI PERIKATAN”<br />
Setelah perjanjian disepakati, maka para pihak akan melakukan penyerahan objek perjanjian (levering). Dalam perjanjian hutang-piutang, si pemberi hutang akan menyerahkan sejumlah uang kepada si penerima hutang, dengan ketentuan bahwa dalam batas waktu tertentu si penerima hutang harus mengembalikan utang pokok berikut dengan bunga kepada si pemberi hutang. Terkadang ada kesulitan untuk melihat suatu penyerahan (levering) yang dilakukan secara normal sebagai bagian dari kewajiban perikatan dengan penyerahan karena adanya unsur penipuan dalam kesepakatan yang dibuat tanpa dibuktikan adanya keadaan diluar pokok perikatan yang telah menggerakkan kehendak si pemberi hutang untuk menyerahkan uang tersebut.<br />
<br />
Janji berupa kesanggupan untuk membayar tidak dapat di katagorikan sebagai bentuk penipuan, walaupun ternyata janji tersebut tidak terwujud, karena dalam setiap perjanjian yang dibuat selalu akan ada kesanggupan-kesanggupan untuk berprestasi yang salah satunya adalah kesanggupan untuk membayar. Setiap kesanggupan yang digantungkan pada awal kesepakatan tidak selalu akan terwujud dengan sempurna, baik karena si debitur lalai atau sengaja tidak berprestasi atau bahkan karena adanya keadaan memaksa (overmacht) yang membuat si debitur tidak mampu untuk berprestasi. Penipuan dapat menyebabkan sebuah perjanjian menjadi batal, karena kesepakatan yang timbul telah diliputi oleh kehendak yang cacat sehingga perjanjian yang dibuat tidak memiliki kekuatan hukum bagi para pihak. Suatu penyerahan sebagai akibat dari kehendak yang digerakan oleh adanya tipu muslihat merupakan bentuk pengaruh yang ada diluar janji-janji dalam pokok perikatan, karena Pasal 378 KUHP menyebutkan bahwa unsur-unsur yang dapat menggerakan suatu kehendak itu antara lain: nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat dan serangkaian kebohongan.<br />
<br />
Suatu penyerahan prestasi karena adanya tipu muslihat dapat digambarkan dalam sebuah ilustrasi dibawah ini: <br />
A bersedia mengikatkan perjanjian utang piutang dengan B, karena B mengaku sebagai anak seorang pengusaha kaya yang memiliki banyak perusahaan, sehingga A tergerak oleh pengakuan B tersebut, setelah uang diserahkan kepada B, A baru tahu bahwa ternyata B bukan anak seorang pengusaha. Dalam kasus tersebut A telah menyerahkan uang karena tergerak oleh kebohongan si B. Artinya jika sejak awal A mengetahui kalau B bukan anak seorang pengusaha, maka A tidak akan mau memberikan utang kepada B.<br />
<br />
Dalam ilustrasi di atas bisa kita lihat bahwa kehendak si kreditur telah digerakkan oleh suatu keadaan palsu yang disampaikan oleh si debitur. Keadaan yang telah menggerakkan kehendak si kreditur itu bukan merupakan bagian dari pokok perikatan yang diperjanjikan karena perikatan pokok dalam perjanjian utang piutang adalah meyerahkan uang sebagai utang dan mengembalikannya dengan/tanpa bunga sebagai jasa pemberian utang.<br />
<br />
E.MENYOAL TENTANG EKSISTENSI PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (ONTSLAG) DALAM PERKARA PENIPUAN YANG TIMBUL DARI HUBUNGAN KONTRAKTUAL<br />
Konsisten pada apa yang disampaikan di awal, bahwa wanprestasi dalam hubungan kontraktual tidak memiliki sifat melawan hukum, namun yang ada hanyalah sifat melawan perikatan. Setiap keadaan tidak melaksanakan prestasi (cidera janji) dalam sebuah perjanjian tidak mengandung kesamaan dengan unsur-unsur di dalam Pasal 378 KUHP seperti nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat dan serangkaian kebohongan, karena wanprestasi semata-mata merupakan pelanggaran terhadap janji dalam perikatan pokok yang selalu termuat dalam setiap perjanjian.<br />
<br />
Berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam beberapa putusan antara lain Putusan MA-RI Nomor: 1061 K/Pid/1990 tanggal 26 Juli 1990, Putusan MA-RI Nomor: 411 K/Pid/1992 tanggal 28 April 1994, Putusan MA-RI Nomor: 449 K/Pid/2001 tanggal 17 Mei 2001, Putusan MA-RI Nomor: 424 K/Pid/2008 tanggal 22 Mei 2008 dan Putusan MA-RI Nomor: 2161 K/Pid/2008 tanggal 14 Mei 2009 mengandung amar putusan bahwa perbuatan yang didakwakan terbukti, namun perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging). <br />
<br />
KUHAP mengenal dua jenis putusan yang tidak bersifat pemidanaan yaitu putusan bebas dan putusan lepas. Yang dimaksud dengan putusan bebas adalah jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas (Pasal 191 Ayat 1 KUHAP), sedangkan putusan lepas adalah jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum (Pasal 191 Ayat 2 KUHAP)<br />
Dalam tindak pidana penipuan yang mengandung unsur wanprestasi pada umumnya diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Menurut Pasal 191 Ayat (2) KUHAP putusan lepas dijatuhkan jika perbuatan yang didakwakan terbukti, namun bukan merupakan tindak pidana, artinya semua unsur tindak pidana dalam pasal 378 KUHP dinyatakan relevan dengan perbuatan materiil yang didakwakan. Namun apakah memang demikian? Dalam rumusan Pasal 378 KUHP bahwa ”melawan hukum” menjadi bagian dari unsur tindak pidana, sehingga untuk terbuktinya Pasal 378 KUHP, perbuatan tersebut harus memenuhi unsur melawan hukum, sedangkan berdasarkan penelaahan diatas, bahwa dalam wanprestasi tidak mengandung unsur melawan hukum tapi yang ada hanyalah unsur melawan perikatan.<br />
<br />
Selain harus memenuhi unsur melawan hukum, Pasal 378 KUHP juga mensyaratkan adanya unsur menggerakkan orang lain dengan nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat atau serangkaian kebohongan yang bersifat alternatif. Telah pula disinggung di atas bahwa tidak melaksanakan prestasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan apa yang dimaksud dengan unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP. Banyak kalangan yang tidak bisa membedakan antara cidera janji dengan unsur tipu muslihat atau serangkaian kebohongan, namun sebenarnya itu telah terjawab oleh pengertian ingkar janji menurut terminologi bahasa (gramatikal). Kebohongan yang dimaksud oleh Pasal 378 tidak bersifat tunggal namun harus merupakan akumulasi dari beberapa kebohongan. Berpangkal tolak pada analisis tersebut, maka seharusnya unsur dengan nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat atau serangkaian kebohongan dalam Pasal 378 KUHP tidak akan terpenuhi.<br />
<br />
Baik melawan hukum maupun menggerakkan orang lain dengan nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat atau serangkaian kebohongan merupakan bagian (bestandeel) dari unsur tindak pidana dalam Pasal 378 KUHP sehingga jika tidak terpenuhi salah satu unsur tersebut, maka konsekuwensinya terdakwa harus diputus bebas (vrijspraak) bukan diputus lepas (onstlag). karena putusan lepas didasari pada terbuktinya semua unsur tidak pidana yang didakwakan. <br />
<br />
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum sebenarnya berhubungan dengan masalah pertanggungjawaban pidana (strafuitsluitingsgronden) baik karena seseorang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya (ontoerekeningsvatbaar) maupun karena perbuatan itu sendiri yang tidak dapat dipertenggungjawabkan kepada pelakunya (ontoerekenbaarheid). Suatu perbuatan merupakan tindak pidana selain harus memenuhi unsur-unsur delik juga harus mengandung sifat melawan hukum (wederrechtelijkheid) dan kesalahan (schuld). Jika suatu perbuatan kehilangan sifat melawan hukum karena adanya alasan pembenar atau kesalahan dalam diri si pelaku menjadi gugur karena ada alasan pemaaf, maka sesungguhnya perbuatan yang dilakukan bukanlah tindak pidana karena orang yang melakukan perbuatan tersebut tidak dapat dijatuhi pidana.<br />
<br />
Tindak pidana merupakan terjemahan dari kata ”strafbaarfeit” yang jika diterjemahkan secara kaku, artinya ”perbuatan/keadaan yang dapat dipidana.” Para sarjana kemudian memberikan istilah yang lebih simpel dengan istilah ”tindak pidana” atau ”perbuatan pidana.” Hukum pidana materiil mengatur tentang alasan pemaaf dalam Pasal 44 KUHP, dan alasan pembenar dalam Pasal 48, 49, 50, dan 51 KUHP. Jika kita cermati main stream yang dianut dalam putusan-putusan tentang delik penipuan yang mengandung unsur wanprestasi pada umumnya menyatakan bahwa perbuatan tersebut terbukti tapi bukan merupakan tindak pidana karena tidak mengandung sifat melawan hukum. Alasan tersebut menjadi kontradiktif dengan pertimbangan unsur-unsur sebelumnya yang menyatakan bahwa unsur melawan hukum dalam Pasal 378 KUHP telah dinyatakan terpenuhi.<br />
Putusan lepas dari segala tuntutan hukum menurut Pasal 191 ayat (2) KUHAP adalah jika ”perbuatan terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana” lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan suatu perbuatan itu terbukti? dan apa pengertian dari perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana? Perbuatan pidana dirumuskan dalam suatu pasal berdasarkan unsur-unsur, sehingga yang dimaksud dengan perbuatan itu terbukti adalah jika memenuhi seluruh rumusan unsur dalam pasal tindak pidana yang didakwakan. Berkaitan dengan persoalan melawan hukum dalam perkara penipuan yang mengandung unsur wanprestasi pengadilan pada umumnya berpendapat bahwa perbuatan melawan hukum menjadi hilang apabila ada kontrak, perjanjian dan perikatan.<br />
<br />
Sebenarnya jika kita konsisten pada pendirian bahwa dalam perbuatan wanprestasi hanya ada sifat melawan perikatan yang materi dan substansinya berbeda dengan sifat melawan hukum, maka kita harus menyatakan bahwa unsur melawan hukum dalam perbuatan yang didakwakan itu tidak terpenuhi, sehingga putusan yang dijatuhkah haruslah putusan bebas bukan putusan lepas dari segala tuntutan hukum.<br />
<br />
G. KESIMPULAN<br />
Berdasarkan semua uraian di atas, maka dapat ditarik suatu benang merah bahwa antara wanprestasi dengan delik penipuan memiliki karakteristik perbuatan materiil yang berbeda baik dari unsur-unsur perbuatannya maupun dari penyebab lahirnya perbuatan tersebut. Ada beberapa hal yang dapat membedakan keduanya antara lain:<br />
1. Sifat melawan hukum dalam tindak pidana penipuan tidak sama dengan sifat melawan perikatan yang terkandung dalam perbuatan wanprestasi;<br />
2. Sifat melawan hukum dalam suatu tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum/aturan yang berlaku secara umum, sedangkan sifat melawan perikatan merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan aturan yang berlaku khusus yang dibuat/diperjanjikan oleh para pihak.<br />
3. Tidak melaksanakan prestasi (ingkar janji) tidak dapat disamakan dengan unsur tipu muslihat atau serangkaian kebohongan dalam pasal 378 KUHP karena ingkar janji merupakan bagian dari pelanggaran atas perikatan pokok.<br />
4. Penyerahan suatu prestasi karena kewajiban perikatan tidak sama dengan penyerahan prestasi karena tipu daya yang dilakukan untuk mempengaruhi kehendak seseorang dengan suatu kebohongan/keadaan palsu agar mau menyepakati suatu perjanjian <br />
5. Dengan tidak adanya unsur melawan hukum dan unsur menggerakan orang lain dengan nama palsu, keadaan palsu, tipu muslihat atau serangkaian kebohongan, maka perkara penipuan yang mengandung unsur wanprestasi lebih tepat jika diputus bebas dengan alasan bahwa salah satu/beberapa unsur tindak pidana dalam Pasal 378 KUHP tidak terpenuhi.<br />
<br />
Tulisan ini tidak ditujukan untuk menentang arus dalam dunia peradilan yang selama ini telah menjadi yurisprudensi tetap bahwa delik penipuan yang mengandung unsur wanprestasi ditentukan dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Namun dunia ilmu pengetahuan tidak boleh stagnan dengan sebuah teori yang ada. Jika ada keniscayaan dengan suatu temuan-temuan baru, maka setidaknya akan memperkaya khasanah perkembangan ilmu pengetahuan hukum yang ada. Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi wacana baru bagi kita dalam memahami perbedaan antara wanprestasi dan delik penipuan dalam hubungan kontraktual. Wallohualam... <br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
1. Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayumedia Publishing, Malang, 2006<br />
2. CST. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Hukum Pidana Untuk Tiap Orang, Pradnya Paramita, Jakarta, 2007<br />
3. J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I, Citra Aditya Bakti, Bandung 1995.<br />
4. Mr. E Utrecht, Hukum Pidana I, 1958.<br />
5. PAF. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997<br />
6. R. Achmad, S. Soema Dipradja, Pengertian Serta Sifatnya Melawan Hukum Bagi Terjadinya Tindak Pidana, Dihubungkan Dengan Beberapa Putusan Mahkamah Agung, Armico, Bandung, 1983, <br />
7. Saud Boylog, Perbedaan Hukum Privat dan Hukum Publik, http://sbsmedia.blogspot.com/2009/09/b-erdasarkan-isi-dan-kepentingannya.html<br />
8. Saefudien.DJ, Definisi Hukum, http://saefudiendjsh.blogspot.com/2009/08/definisi-hukum.html<br />
9. Simon, Kitab Pelajaran Hukum Pidana, Leerboek van Het Nederlanches Strafrecht, Pionir Jaya, Bandung, 1992, <br />
10. W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976<br />
11. Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Pidana Penipuan Yang Lahir Dari Hubungan Kontraktual, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta 2011D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-43962986673221939872011-04-10T22:57:00.000-07:002011-04-10T22:57:06.859-07:00TERM OF REFERENCE<!--[if !mso]> <style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style> <![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><img src="http://img2.blogblog.com/img/video_object.png" style="background-color: #b2b2b2; " class="BLOGGER-object-element tr_noresize tr_placeholder" id="ieooui" data-original-id="ieooui" /> <style>
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
</style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
table.MsoTableGrid
{mso-style-name:"Table Grid";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
border:solid windowtext 1.0pt;
mso-border-alt:solid windowtext .5pt;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-border-insideh:.5pt solid windowtext;
mso-border-insidev:.5pt solid windowtext;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> <br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 0cm 47.75pt 0.0001pt 45pt; text-align: center;"><b><u><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 18pt;"><br />
</span></u></b><b><u><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt;"></span></u></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Times,"Times New Roman",serif; margin: 0cm 47.75pt 0.0001pt 45pt; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b><span lang="PT-BR">RAPAT KOORDINASI ANTAR LEMBAGA PENEGAK HUKUM</span></b></span></div><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>I.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">PENDAHULUAN</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Latar Belakang</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Sistem peradilan pidana atau yang biasa disebut dengan <i>criminal justice system</i> merupakan pranata yang dimiliki oleh negara untuk tujuan menciptakan keamanan dan ketertiban dalam suatu wilayah kedaulatan Negara Republik Indonesia dengan berpedoman kepada sendi-sendi keadilan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Tujuan penegakan hukum tersebut semata-mata sebagai implementasi dari sistem negara hukum (<i>rechtstaat</i>) sebagaimana diatur dalam pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 (Hasil amandemen) yang kemudian dijabarkan dan diejawantahkan oleh beberapa undang-undang organik dibawahnya tentang mekanisme dan tata cara penegakan hukum yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga <i>criminal justice system</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Konsekwensi negara hukum, selain daripada adanya pemisahaan kekuasaan dan terbentuknya lembaga peradilan sebagai pemegang Kekuasaan kehakiman (<i>judisial power</i>), yang lebih penting adalah terciptanya supremasi hukum (<i>supremacy of law</i>) dalam setiap segi kehidupan berbangsa dan bernegara yang diimplementasikan dalam proses penegakan hukum dengan mengacu pada prinsip-prinsip penegakan yang adil, profesional dan bermartabat. Tujuan tersebut akan sulit tercapai jika tidak ada harmonisasi dan koordinasi diantara para penyelenggara penegakan hukum itu sendiri, karena sistem hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia menganut prinsip saling keterkaitan diantara masing-masing lembaga penegak hukum, sehingga jika tidak dibangun kesefahaman dan koodonasi yang baik dalam kerangka <i>criminal justice system</i>, maka akan sulit untuk dapat menciptakan proses penegakan hukum yang efektif.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Lembaga penegakan hukum pidana yang terdiri dari Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Lembaga Pemasyarakatan, Advokat dan<span> </span>Pemerintah Daerah sebagai <i>stake holder </i>terhadap Peraturan Daerah (PERDA) di wilayah Kabupaten Way Kanan, pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memberikan akses perlindungan hukum dan keadilan bagi seluruh komponen masyarakat di wilayah Kabupaten Way Kanan sesuai dengan peran dan kewenangan masing-masing secara proporsional. Diantara lembaga-lembaga penegakan hukum tersebut<span> </span>satu sama lain memiliki keterkaitan secara yuridis, baik dalam hal fungsi kontrol secara horizontal maupun sebagai fungsi koordinasi yudisial dalam proses pelaksanaan tindakan <i>pro justisia</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Proses penegakan hukum pidana (<i>criminal law enforcement</i>) mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang bersifat umum (KUHAP) maupun yang secara spesifik mengatur tata laksana pada masing-masing lembaga penegak hukum secara internal. <span> </span>Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan <i>pro justicia,</i> khususnya yang melibatkan kewenangan dari dua atau beberapa lembaga penegak hukum maka dalam implementasinya tidak jarang menimbulkan <i>miss komunikasi</i> dan <i>miss interpretasi </i>diantara lembaga-lembaga penegakan hukum, sehingga melahirkan permasalahan dan kesulitan-kesulitan didalam proses penerapan seraca riil dilapangan. Banyak yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan tersebut, namun pada umumnya disebabkan karena kurang adanya koordinasi dan kesefahaman secara lintas kelembagaan yang pada akhirnya cenderung melahirkan kebijakan yang <i>kontraproduktif</i> dengan kepentingan hukum para pencari keadilan (<i>justitiabelen</i>).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Harus diakui bahwa selain apa yang telah disebutkan diatas, terkadang Hukum Acara Pidana sendiri kurang memberikan pengaturan yang jelas terhadap suatu prosedur hukum tertentu atau bahkan sama sekali tidak ada aturannya, sehingga tidak jarang para penegak hukum mengalami kebingungan dan kesulitan dalam mengambil keputusan strategis diantara harus menggunakan <i>diskresi</i> atau tindakan-tindakan lain yang dianggap memberikan manfaat bagi kepentingan hukum yang ada. Kondisi tersebut hanya dapat diantisipasi dan diselesaikan dengan cara menyatukan pemahaman dengan pendekatan secara koordinatif antar semua lembaga penegak hukum plus pemerintah daerah dengan cara mengumpulkan dan menyerap semua persoalan yang terjadi dalam praktek penegakan hukum di wilayah kabupaten Way Kanan, lalu semua pemangku kepentingan melakukan <i>sharing </i>dan komunikasi efektif secara terfokus diantara seluruh komponen penegakan hukum untuk mencari solusi dan pemecahan masalah melalui forum komunikasi dan koordinasi antar lembaga penegak hukum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Rangkaian proses <i>criminal justice system</i> yang berawal dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan tidak bisa terlepas dari keberadaan pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan di tingkat daerah, sehingga harmonisasi diantara seluruh pemangku kepentingan dalam menciptakan keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten Way Kanan harus terjalin dengan baik dan harmonis. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Melalui Rapat Koordinasi Antar Lembaga Penegak Hukum ini diharapkan semua persoalan dapat terserap dan terpecahkan dengan prinsip bahwa forum koordinasi ini <b><i><u>tidak dibentuk untuk membahas tentang satu persoalan hukum yang sedang menjadi perkara</u></i></b> dan <b><i><u>tidak saling melakukan intervensi terhadap tugas dan kewenangan dalam proses penegakan hukum</u></i></b><i>.</i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Maksud dan Tujuan Kegiatan </span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify;"><b><i><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">1. <span> </span>Maksud Kegiatan</span></i></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Maksud dari kegiatan ini adalah:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Untuk mengetahui permasalahan dan kendala-kendala yang ada dalam pelaksanaan penegakan hukum pidana di wilayah Kabupaten Way Kanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas penegakan Hukum Pidana di wilayah Kabupaten Way Kanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Untuk menyerap keluhan masyarakat pencari keadilan (<i>justitiabelen</i>) menyangkut proses penegakan hukum di wilayah Kabupaten Way Kanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Untuk membangun harmoniasi dan sinergisasi antar lembaga penegak hukum plus pemerintah daerah di wilayah Kabupaten Way Kanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>e.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Untuk mencari indikator dan akar permasalahan yang menimbulkan potensi terjadinya tindak pidana di wilayah Kabupaten Way Kanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify;"><b><i><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">2. Tujuan Kegiatan</span></i></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Kegiatan ini bertujuan untuk:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Terpahaminya segala permasalahan dan kendala yang ada dalam proses penegakan hukum pidana sekaligus mencari solusi yang paling tepat untuk menaggulangi permasalahan dan kendala tersebut. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Agar memperoleh gambaran tentang sejauh mana efektivitas penegakan hukum pidana di wilayah Kabupaten Way Kanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Membuat sebuah nota kesepahaman diantara lembaga penegakan hukum pidana dan pemerintah daerah menyangkut implementasi proses penegakan hukum di wilayah Kabupaten Way Kanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Agar tercipta hubungan yang harmonis dan sinergis antara lembaga penegakan hukum pidana plus pemerintah daerah dengan prinsip saling menghormati tugas dan kewenangan masing-masing dalam tujuan menciptakan keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten Way Kanan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Manfaat Kegiatan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Kegiatan ini berguna dari segi praktis yang berkaitan dengan efektifitas proses penegakan hukum yang berwawasan profesionalisme dan perlindungan HAM bagi para pencari keadilan, sehingga penerapan hukum pidana dapat menjadi sarana yang efektif dalam menciptakan keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten Way Kanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Sedangkan dari segi sosiologis, akan tercipta hubungan yang koordinatif dan harmonis diantara lembaga penegak hukum pidana plus pemerintah daerah untuk saling menunjang tugas dan kewenangan masing-masing sehingga diharapkan segala persoalan yang timbul dalam praktek penegakan hukum dapat ditanggulangi secara arif dan bijaksana sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Tema Kegiatan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Kegiatan ini bertemakan: “<b>DENGAN FORUM KOORDINASI ANTAR LEMBAGA PENEGAK HUKUM KITA WUJUDKAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI WILAYAH KABUPATEN WAY KANAN MELALUI PROSES PENEGAKAN HUKUM YANG PROFESIONAL DAN BERMARTABAT”. </b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">E. Input dan Output Kegiatan</span></b></div><table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoTableGrid" style="border-collapse: collapse; border: medium none; margin-left: 32.4pt; width: 528px;"><tbody>
<tr> <td style="background: none repeat scroll 0% 0% rgb(224, 224, 224); border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Input</span></b></div></td> <td style="background: none repeat scroll 0% 0% rgb(224, 224, 224); border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: solid solid solid none; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Output</span></b></div></td> </tr>
<tr> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-style: none solid solid; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Teridentifikasinya segala permasalahan dan kendala di lapangan dalam proses penegakan hukum pidana di Kabupaten Way Kanan</span></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Ditemukannya solusi dan pemecahan masalah atas semua persoalan dan kendala yang terjadi dilapangan</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-style: none solid solid; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Terserapnya masukan-masukan yang positif dan konstruktif bagi proses penegakan hukum pidana di wilayah Kabupaten Way Kanan</span></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Terbentuknya pola penangan perkara pidana yang lebih baik yang mengedepankan profesionalitas dan kinerja yang baik dalam proses penegakan hukum pidana di wilayah Kabupaten Way Kanan</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-style: none solid solid; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Munculnya pemahaman bersama dikalangan para penegak hukum dan <i>stake holder</i> pemerintah daerah dalam mewujudkan proses penegakan hukum pidana yang efektif dan bermartabat</span></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Terbentuknya nota kesepahaman yang dapat menjadi pedoman dalam proses penegakan hukum di wilayah Kabupaten Way Kanan</span></div></td> </tr>
<tr> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-style: none solid solid; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Terbentuknya pola komunikasi dan koordinasi yang efektif di bidang penegakan hukum pidana berdasarkan tugas dan kewenangan masing masing </span></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 198pt;" valign="top" width="264"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Terciptanya harmoniasi dan sinergisasi diantara lembaga penegak hukum dan pemerintah daerah dalam proses penegakan hukum berdasarkan prinsip tidak saling melakukan intervensi terhadap tugas dan kewenangan masing-masing.</span></div></td> </tr>
</tbody></table><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>II.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">PENUNJANG PELAKSANAAN KEGIATAN </span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Tempat Kegiatan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Kegiatan ini akan dilaksanakan di suatu tempat di wilayah Kabupaten Way Kanan dengan sarana dan prasarana yang difasilitasi oleh Pemeritah Daerah Kabupaten Way Kanan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Panitia Kegiatan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Panitia kegiatan ini di bentuk dari setiap unsur kelembagaan berdasarkan kebutuhan dalam pelaksanaan kegiatan ini yang antara lain terdiri dari:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Penasehat (forkopinda)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Ketua;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Sekretaris;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Bendahara;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Tim Perumus</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Beberapa orang tenaga penunjang kegiatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Peserta Kegiatan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify;"><span lang="IT" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Peserta kegiatan ini terdiri dari:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Para</span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"> Hakim</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Para</span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"> Jaksa/Penuntut Umum</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Para</span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"> Penyidik Polri</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Para Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Para Petugas Pemasyarakatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Para Advokat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Para Anggota Satpol PP</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>8.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Staf Bagian Hukum PEMDA.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>D.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Teknik Pengumpulan Informasi dan data </span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pengumpulan informasi dan data menyangkut permasalahan dan kendala-kendala yang dihadapi oleh para penegak hukum dan pemerintah daerah dalam proses penegakan hukum pidana ini akan di ambil dengan cara menyebarkan formulir isian ke masing-masing lembaga penegakan hukum yang ada di wilayah kabupaten Way Kanan untuk diisi berdasarkan permasalahan dan kendala yang dialami dalam proses penegakan hukum yang kemudian akan menjadi bahan diskusi dalam rapat koordinasi untuk mencari solusi dan pemecahannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 53.85pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>III.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">STRATEGI PELAKSANAAN KEGIATAN</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Kegiatan ini di bagi dalam 3 (tiga) tahapan antara lain: </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>A.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span lang="SV" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Tahapan </span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pra Kegiatan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pada tahapan pra kegiatan ini meliputi beberapa sub kegiatan antara lain:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pembentukan panitia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Workshop panitia</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pembentukan instrumen kegiatan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Penyebaran daftar isian permasalahan dan kendala kepada seluruh lembaga penegakan hukum plus pemerintah daerah di kabupaten Way Kanan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Penyusunan data untuk menjadi bahan dalam rapat koordinasi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>B.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Tahapan</span></b><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"> <b>Kegiatan pokok</b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Rapat koordinasi merupakan tahap puncak acara dimana pokok kegiatannya adalah mendiskusikan secara bersama dari setiap permasalahan dan kendala yang dialami oleh lembaga penegakan hukum plus pemerintah daerah melalui pendekatan komunikasi dan koordinasi agar pada akhirnya bisa melahirkan sebuah kesepahaman bersama yang dapat menjadi pedoman bagi para penegak hukum dan pemerintah daerah untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban di wilayah Kabupaten Way Kanan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pada acara puncak tersebut, akan dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pembukaan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pemaparan permasalahan dan kendala-kendala yang ada</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Diskusi dan pemecahan masalah</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Penandatanganan nota kesepahaman </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="PT-BR" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Penutupan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>C.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Tahapan Penyusunan Laporan </span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pada tahap penyusunan laporan hasil kegiatan ini akan dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan antara lain:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span lang="FI" style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Perumusan dan penyusunan naskah </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Pencetakan naskah/pembukuan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Serah terima buku nota kesepahaman tentang pedoman pelaksanaan proses penegakan hukum pidana di kabupaten Way Kanan kepada pemerintah daerah kabupaten Way Kanan dan kepada seluruh lembaga penegakan hukum pidana.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 72pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Sosialisasi dan distribusi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;"><span>IV.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span></b><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">AGENDA KEGIATAN</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 27pt; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt; line-height: 150%;">Keseluruhan kegiatan ini rencananya akan dilaksanakan selama dua minggu dengan perincian sebagai berikut:</span></div><table border="1" cellpadding="0" cellspacing="0" class="MsoTableGrid" style="border-collapse: collapse; border: medium none; margin-left: 5.4pt;"><tbody>
<tr> <td style="background: none repeat scroll 0% 0% rgb(224, 224, 224); border: 1pt solid windowtext; padding: 0cm 5.4pt; width: 116.95pt;" valign="top" width="156"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt;">Kegiatan</span></b></div></td> <td style="background: none repeat scroll 0% 0% rgb(224, 224, 224); border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: solid solid solid none; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 99.05pt;" valign="top" width="132"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt;">minggu</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt;">kesatu</span></b></div></td> <td style="background: none repeat scroll 0% 0% rgb(224, 224, 224); border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: solid solid solid none; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 90pt;" valign="top" width="120"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt;">Minggu</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt;">Kedua</span></b></div></td> <td style="background: none repeat scroll 0% 0% rgb(224, 224, 224); border-color: windowtext windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: solid solid solid none; border-width: 1pt 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 117pt;" valign="top" width="156"> <div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua"; font-size: 14pt;">Keterangan</span></b></div></td> </tr>
<tr> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-style: none solid solid; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 116.95pt;" valign="top" width="156"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";">Pra Kegiatan</span></b></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 99.05pt;" valign="top" width="132"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span> </span>xxxxxx</span></b></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 90pt;" valign="top" width="120"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><br />
</div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 117pt;" valign="top" width="156"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";">Panitia </span></b></div></td> </tr>
<tr> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-style: none solid solid; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 116.95pt;" valign="top" width="156"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";">Kegiatan Pokok</span></b></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 99.05pt;" valign="top" width="132"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span> </span></span></b></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 90pt;" valign="top" width="120"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span> </span>x</span></b></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 117pt;" valign="top" width="156"> <div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";">Panitia &</span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";">Peserta</span></b></div></td> </tr>
<tr> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext; border-style: none solid solid; border-width: medium 1pt 1pt; padding: 0cm 5.4pt; width: 116.95pt;" valign="top" width="156"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";">Laporan Akhir</span></b></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 99.05pt;" valign="top" width="132"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";"><span> </span></span></b></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 90pt;" valign="top" width="120"> <div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";">xxx</span></b></div></td> <td style="border-color: -moz-use-text-color windowtext windowtext -moz-use-text-color; border-style: none solid solid none; border-width: medium 1pt 1pt medium; padding: 0cm 5.4pt; width: 117pt;" valign="top" width="156"> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "Book Antiqua";">Panitia</span></b></div></td> </tr>
</tbody></table><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><br />
</div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-26455704890960260162011-04-04T21:10:00.000-07:002011-04-04T21:10:50.207-07:00PERATURAN TENTANG “POKOK-POKOK PELAKSANAAN KEHIDUPAN ADAT LEMBAGA HUKOM ADAT LAOT KOTA SABANG” <br />
<br />
BAB I KETENTUAN UMUM <br />
Pasal 1 Yang dimaksud dalam peraturan ini dengan : 1. Hukum adat laot adalah seperangkat aturan yang bersumber dari kaidah-kaidah adat yang mengatur tentang kehidupan masarakat adat nelayan tentang masalah-masalah kelautan 2. Lembaga hukom adat laot adalah struktur organisasi adat yang terdiri dari pemangku adat dan masarakat adat nelayan dalam ruang lingkup hukum adat laot di wilayah Kota Sabang 3. Pemerintah daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Sabang. 4. Muspida adalah musyawarah pimpinan daerah Kota Sabang 5. Dinas perikanan adalah Dinas Perikanan Kota Sabang 6. Panglima laot adalah pemimpin pada lembaga adat laot yang bertugas memimpin kehidupan adat di bidang kelautan dalam wilayah kota atau wilayah lho’ Sabang. 7. Dewan pakar adalah orang-orang cendikiawan yang memiliki keahlian dibidang ilmu pengetahuan yang berasal dari unsur praktisi atau akademisi yang berfungsi membantu dalam pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia dilingkungan para nelayan. 8. Nelayan adalah masarkat sabang yang menggantungkan kehidupannya kepada kekayaan laot 9. Perikanan adalah segala jenis usaha yang berhubungan dengan penangkapan ikan yang menggunakan sarana dan alat penangkap ikan. 10. Pelayaran adalah perjalanan mengarungi lautan dalam upaya melakukan penangkapan ikan dilaut. 11. Sarana transport perikanan adalah alat pengapung diatas perairan laut untuk kegiatan penangkapan ikan. 12. Badan usaha milik adat adalah badan usaha yang yang dibentuk dan bernaung dibawah lembaga adat yang dikelola dari nelayan oleh nelayan dan untuk nelayan. 13. Alat tangkap ikan adalah perkakas-perkakas baik yang bersifat tradisional maupun modern untuk melakukan penangkapan ikan dilaut. 14. Pawang laot adalah gelar adat seorang nelayan yang karena keahliannya dalam bidang pelayaran dan penangkapan ikan (perikanan) 15. Persidangan adat adalah lembaga penyelesaian sengketa dan pelanggaran adat dalam lingkup lembaga adat laot 16. Khanduri Laot adalah prosesi ritual sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas rizki berupa kekayaan laut. 17. Uang adat adalah hak pendapatan adat yang diperoleh dari sumbangan para nelayan yang memiliki alat transportasi perikanan. 18. Hak pendapatan lembaga adat adalah hak ekonomi sebagai pendapatan lembaga adat dalam menjalankan roda organisasi adat 19. Uang meja adalah uang pendaftaran perkara pada lembaga persidangan adat laot. 20. Lho’ adalah teluk atau sebuah wilayah perairan yang menjorok kedaratan sebagai wilayah hukum adat. 21. Pemimpin sidang adalah panglima laot karena jabatannya sebagai pemimpin persidangan adat yang berwenang menyelesaikan perkara sengketa dan pelanggaran adat berdasarkan musyawarah mufakat 22. Penasehat Persidangan adalah tokoh masarakat atau seseorang yang dianggap ahli dan memahami tentang materi yang dipersidangkan, yang ditunjuk oleh lembaga adat untuk menilai dan menentukan tentang melanggar atau tidaknya/salah atau tidaknya dalam perkara di persidangan adat. 23. Petugas keamanan adat adalah nelayan atau pawang laot yang ditunjuk oleh lembaga adat untuk bertugas mengamankan dan mengawasi pelaksanaan kehidupan adat sekaligus melaksanakan putusan pemimpin sidang. 24. Musyawarah umum nelayan adalah rapat yang dihadiri oleh para nelayan dan atau pawang laot diwilayah hukum lho’ 25. Musyawarah umum panglima laot adalah rapat yang dihadiri oleh para panglima laot lho’ diseluruh wilayah Sabang. 26. Musyawarah umum lembaga hukom adat laot adalah rapat seluruh komponen lembaga adat laot<br />
<br />
BAB II LEMBAGA HUKOM ADAT LAOT<br />
Pasal 2 (1) Lembaga adat laot Sabang terdiri dari Lembaga Adat Laot Kota dan Lembaga Adat Laot Lho’ (2) Lembaga Adat Laot Kota secara kelembagaan dibawah Pemerintah Kota Sabang sedangkan secara organisasi berada di bawah Lembaga Adat Laot Propinsi Nanggro Aceh Darussalam. (3) Lembaga adat laot lho’ secara kelembagaan berada dibawah Mukim sedangkan secara organisasi berada di bawah Lembaga Adat Laot Kota. Pasal 3 (1) Lembaga Adat Laot Kota Sabang dipimpin oleh seorang panglima yang disebut panglima laot kota (2) Sedangkan lembaga adat laot lho’ dipimpin oleh seorang panglima yang disebut panglima Laot Lho’ Pasal 4 (1) Lembaga adat laot kota meliputi seluruh wilayah hukum adat Kota Sabang (2) Lembaga Adat Laot Lho’ meliputi wilayah hukum adat di wilayah teluk (lho’) yang antara lain terdiri dari: Wilayah Hukum Lho’ Pasiran Wilayah Hukum Lho’ Ie Meulee Wilayah Hukum Lho’ Balohan Wilayah Hukum Lho’ Anoi Itam Wilayah Hukum Lho’ Pria Laot Wilayah Hukum Lho’ Berawang Wilayah Hukum Lho’ Keuneukai Wilayah Hukum Lho’ Paya Keuneukai Wilayah Hukum Lho’ Iboih Wilayah Hukum Lho’ Jaboi (3) Pemekaran satu wilayah hukum adat lho’ atau peleburan antara dua wilayah hukum adat lho harus dengan persetujuan masarakat hukum adat setempat, panglima laot lho’ dan panglima laot kota Sabang. Pasal 5 (1) Batas-batas wilayah hukum panglima laot lho’ ditentukan berdasarkan batas wilayah didarat yang ditarik garis lurus kelaut dari daratan yang terluar hingga sejauh-jauhnya berjarak 200 mil laut. (2) Batas wilayah didarat ditunjukan dengan suatu patok atau tanda-tanda yang dibuat oleh masing-masing pemangku adat pada wilayah hukum yang saling berbatasan. (3) Jika terjadi perselisihan mengenai batas wilayah hukum adat maka ditentukan melalui persidangan adat pada persidangan adat laot kota. (4) Tidak sekali-kali pembatasan terhadap wilayah laot dilakukan terhadap upaya pemanfaatan kekayaan laot <br />
<br />
BAB III SUSUNAN PEMANGKU ADAT LAOT FUNGSI, TUGAS DAN KEWENANGANNYA<br />
Pasal 6 (1) Susunan pemangku adat laot kota meliputi: a. 1 (satu) orang Panglima Laot b. 1 (satu) orang wakil panglima laot c. 3 (tiga) orang penasehat d. 2 (dua) orang sekretaris e. 2 (dua) orang bendahara (2) Susunan pemangku adat laot lho’ meliputi a. 1 (satu) orang panglima laot b. 1 (satu) orang wakil panglima laot c. 3 (tiga) orang penasehat d. 1 (satu) orang sekretaris e. 1 (satu) orang bendahara f. beberapa orang petugas keamanan adat (3) Susunan pemangku adat yang di maksud dalam ayat (1) dapat berubah sesuai dengan kondisi dan kebutuahan dalam kelembagaan masing-masing. (4) Disamping susunan pemangku adat sebagaimana pada Ayat (1) dalam lembaga adat laot kota dibentuk pula Dewan Pakar yang berjumlah sekurang-kurangnya 3 orang yang berasal dari unsur cendikiawan atau akademisi. (5) Dewan pakar berfungsi untuk membantu pemberdayaan dan pengembangan sumber daya manusia di lingkungan para nelayan.<br />
<br />
PANGLIMA LAOT DAN WAKIL PANGLIMA LAOT<br />
Pasal 7 (1) Panglima laot kota dan wakil dipilih dari nelayan atau pawang laot yang pernah menjadi Panglima laot Lho’ dan berdomisili di Kota Sabang berdasarkan musawarah umum panglima laot. (2) Panglima laot lho dan wakil dipilih dari nelayan atau pawang laot yang berdomosili diwilayah hukum adat lho masing-masing berdasarkan musawarah umum nelayan. Pasal 8 (1) Panglima laot kota dan wakil memegang jabatan selama 8 tahun kecuali jika terdapat keadaan dimana sebelum masa jabatan tersebut berdasarkan rapat umum para panglima laot lho’ dalam wilayah Kota Sabang, jabatan tersebut harus diganti. (2) Panglima laot lho’ dan wakil memegang jabatan selama 8 tahun kecuali jika terdapat keadaan dimana sebelum masa jabatan tersebut berdasarkan musyawarah umum nelayan dalam wilayah lho’ dimaksud, jabatan tersebut harus diganti. Pasal 9 (1) Panglima laot kota dan wakil dalam menjalankan tugas dan fungsinya berkantor di Kantor Panglima Laot Kota yang bertempat di dekat pusat pemerintahan Kota Sabang (2) Panglima laot lho’ dan wakil dalam menjalankan tugas dan fungsinya berkantor di kantor panglima laot lho yang berdekatan dengan balai nelayan wilayah lho’ yang bersangkutan. Pasal 10 (1) Syarat-syarat untuk dapat menjadi panglima laot kota dan wakil antara lain: a. Taat beragama dan mampu membaca Ayat Suci Al Quran b. Mampu membaca dan menulis c. Jujur, adil dan bijaksana d. Berdomisili di wilayah Kota Sabang e. Memahami tentang hukum adat laot f. Memiliki dedikasi dan perhatian terhadap nelayan g. Mempunyai hubungan baik dengan pemerintah (2) Syarat-syarat untuk dapat menjadi panglima laot lho’ dan wakil antara lain: a. Taat beragama dan mampu membaca Ayat Suci Al Quran b. Nelayan atau Pawang laot di wilayah lho’ yang bersangkutan c. Jujur, adil dan bijaksana d. Mampu membaca dan menulis e. Berdomisili di wilayah lho’ yang bersangkutan f. Memahami tentang hukum adat laot g. Memiliki dedikasi dan perhatian terhadap nelayan Pasal 11 (1) Panglima Laot berfungsi: a. Memimpin dalam pelaksanaan kehidupan adat dan hukum adat yang berhubungan dengan masalah pelayaran dan perikanan. b. Menjadi penghubung antara nelayan dan pemerintah c. Menjadi penampung aspirasi nelayan diwilayah hukumnya d. Menjadi pemimpin sidang dalam persidangan adat e. Menjadi wakil dari para nelayan untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka memperjuangkan kepentingan para nelayan dalam wilayah hukumnya. f. Menegakan hukum adat laot sesuai dengan peraturan hukum adat yang berlaku. (2) Panglima laot bertugas: a. Menyelesaikan masalah antara sesama nelayan atau antara nelayan dengan pihak lain yang menyangkut tentang sengketa kelautan di wilayah hukumnya. b. Menyelesaikan masalah tentang pelanggaran hukum adat yang terjadi dalam wilayah hukumnya. c. Memimpin rapat-rapat dan musyawarah untuk kepentingan lembaga adat. d. Mengawasi penerapan hukum adat laot dalam segala aspek dan melaksanakan penindakan terhadap pelanggaran adat. e. Tugas-tugas lain yang berhubungan dengan kepentingan para nelayan di wilayah hukumnya. (3) Dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya Panglima laot berwenang: a. Menetapkan dan memutuskan setiap aturan-aturan adat yang berlaku pada wilayah adat masing-masing b. Memberikan perintah kepada petugas keamanan adat untuk kepentingan lembaga adapt c. Melakukan koordinasi dan hubungan-hubungan dengan lembaga-lembaga lain dalam lingkup lembaga hukum negara. d. Kewenangan-keweangan lain untuk kepentingan lembaga adapt yang tidak bertentangan dengan aturan hukum adapt dan hukum Negara Pasal 12 (1) Wakil panglima laot bertugas untuk membantu tugas-tugas panglima laot dan menggantikan peran panglima laot ketika panglima laot berhalangan sementara maupun berhalangan tetap. (2) Dalam hal panglima laot berhalangan tetap maka wakil panglima laot menggantikan semua tugas dan fungsi panglima laot sampai dengan adanya keputusan rapat umum nelayan. Pasal 13 (1) Panglima laot dan jajarannya berhak mendapatkan insentif setiap bulannya dari Pemerintah Daerah Kota Sabang sesuai dengan tingkat hirarky kelembagaannya. (2) Besarnya penghasilan tersebut antara lain: a. Panglima laot kota berhak mendapat insentif sebesar Rp. 750.000 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan dan wakil panglima laot kota berhak mendapat insentif sebesar Rp. 650.000 (enam ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan b. Panglima laot lho’ berhak mendapatkan insentif sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) perbulan dan wakil panglima laot kota berhak mendapat insentif sebesar Rp. 400.000 (empat ratus ribu rupiah) perbulan Pasal 14 Pemilihan panglima laot kota dilakukan dalam musyawarah umum panglima laot dan pemilihan panglima laot lho’ dilakukan dalam musawarah umum nelayan wilayah lho’ masing-masing yang bertempat dibalai nelayan atau ditempat lain berdasarkan situasi dan kondisi setempat. Pasal 15 (1) Sebelum diadakan musyawarah umum untuk pemilihan panglima laot dibentuk sebuah panitia kecil yang berjumlah 10 orang untuk mengatur mekanisme pemilihannya. (2) Panitia untuk pemilihan panglima laot kota diambil wakil-wakil nelayan dari seluruh lho’ yang ada di Sabang sedangkan panitia untuk pemilihan panglima laot lho’ diambil dari anggota nelayan diwilayah hukum lho yang bersangkutan. Pasal 16 (1) Rapat umum panglima laot untuk pemilihan panglima laot kota harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7 orang panglima laot lho’ yang ada di Wilayah Sabang dan sekurang-kurangnya 10 orang pawang laot yang ada di Sabang. (2) Rapat umum nelayan untuk pemilihan panglima laot lho’ harus dihadiri oleh 50% jumlah nelayan yang ada di wilayah lho tersebut. dan dari yang hadir paling sedikit terdapat 5 orang pawang laot. Pasal 17 (1) Calon untuk dilakukan pemilihan panglima laot kota dan wakil minimal 5 orang dan maksimal 7 orang. (2) Calon untuk dilakukan pemilihan panglima laot lho’ dan wakil minimal 3 orang dan maksimal 5 orang. (3) Calon yang mendapat suara terbanyak dalam pemungutan suara menjadi panglima laot dan calon yang mendapat suara terbanyak kedua menjadi wakil panglima laot. Pasal 18 (1) Pemilihan panglima laot dilakukan secara musawarah mufakat namun jika tidak ditemukan kata mufakat yang bulat maka dilakukan pemungutan suara. (2) Hasil pemungutan suara dari para anggota rapat umum dianggap sah jika 50%+1 dari suara yang ada dinyatakan sah oleh panitia pemilihan. Pasal 19 (1) Musyawarah umum untuk Pemilihan panglima laot kota dilakukan setiap 8 tahun sekali. (2) Musyawarah umum untuk Pemilihan panglima laot lho’ dilakukan setiap 8 tahun sekali. Pasal 20 Dalam hal dianggap perlu sewaktu-waktu panglima laot kota dapat menetapkan untuk diadakan musyawarah umum lembaga adat laot untuk membahas persoalan yang sifatnya sangat penting dan atau menyangkut hayat hidup para nelayan secara global. Pasal 21 Panglima laot memegang jabatan untuk satu masa jabatan dan setelahnya dapat dipih kembali untuk satu masa jabatan lagi. Pasal 22 Mekanisme dan prosedur pemilihan Panglima laot di tentukan oleh masing-masing lembaga dengan berdasarkan musyawarah mufakat yang diliputi asas kekeluargaan. Pasal 23 (1) Panglima Laot Kota dilantik dikukuhkan dengan Surat Keputusan dari Walikota Sabang, (2) Panglima laot Lho’ dilantik dan dikukuhkan dengan surat keputusan dari Camat dimana wilayah lho’ tersebut berada. Pasal 24 (1) Sebelum memangku jabatannya panglima laot kota disumpah oleh panglima laot Propinsi Nanggro Aceh Darussalam (2) Sebelum memangku jabatannya panglima laot lho’ disumpah oleh panglima laot kota Pasal 25 Panglima laot dan atau wakil panglima laot diganti karena : - Meninggal Dunia - Karena masa jabatan berakhir - Mengalami sakit yang parah sehingga tidak mampu untuk menjalankan lagi kepemimpinannya. - Melakukan suatu perbuatan yang dapat melukai para nelayan secara umum. - Telah bersikap yang tidak adil sehingga menimbulkan permasalahan dalam komunitas adat nelayan sendiri - Tidak mampu untuk memperjuangkan kepentingan para nelayan lagi - Tidak dapat menjadi contoh yang baik bagi para nelayan. - Melakukan penggaran adat yang sifatnya telah menjadi ketentuan adat yang turun temurun<br />
<br />
SEKRETARIS <br />
Pasal 26 (1) Sekretaris ditunjuk dan diangkat oleh panglima laot berdasarkan kecakapannya dengan persetujuan anggota dalam rapat umum nelayan. (2) Sekretaris bertugas membantu panglima laot dalam hal administrasi dan notulensi dalam rapat-rapat dan musyawarah. (3) Masa jabatan sekretaris sesuai dengan masa jabatan panglima laot kecuali sebelum masa jabatannya berakhir panglima laot melakukan pergantian berdasarkan kesepakatan dengan para nelayan Pasal 27 (1) Sekretaris panglima laot kota berhak mendapatkan insentif dari Pemerintan Kota Sabang sebesar Rp. 350. 000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan (2) Sekretaris panglima laot lho berhak mendapatkan insentif dari Pemerintah Kota Sabang sebesar Rp. 250. 000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan BENDAHARA Pasal 28 (1) bendahara ditunjuk dan diangkat oleh panglima laot berdasarkan kecakapannya dengan persetujuan anggota dalam rapat umum nelayan. (2) Bendahara bertugas membantu panglima laot dalam hal keuangan lembaga adat laot (3) Masa jabatan bendahara sesuai dengan masa jabatan panglima laot kecuali sebelum masa jabatannya berakhir panglima laot melakukan pergantian berdasarkan kesepakatan dengan para nelayan. Pasal 29 (3) Bendahara panglima laot kota berhak mendapatkan insentif dari Pemerintah Kota Sabang sebesar Rp. 350. 000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan (4) Bendahara panglima laot lho berhak mendapatkan insentif dari Pemerintah Kota Sabang sebesar Rp. 250. 000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan. PENASEHAT Pasal 30 Penasehat Panglima laot terdiri dari 3 (tiga) orang yang berasal dari 3 unsur yang antara lain: b. Unsur pemerintah c. Unsur tokoh agama d. Unsur tokoh adapt Pasal 31 (1) Penasehat panglima laot kota yang berasal dari unsur pemerintah adalah kepala dinas perikanan Kota Sabang karena jabatannya. (2) Penasehat panglima laot kota yang berasal dari unsur tokoh agama adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Kota Sabang karena jabatannya (3) Penasehat panglima laot kota yang berasal dari unsur tokoh adat adalah Ketua Majelis Adat Aceh Kota Sabang karena jabatannya . Pasal 32 (1) Penasehat panglima laot lho yang berasal dari unsur pemerintah adalah Imam Mukim dalam masing-masing wilayah lho’ karena jabatannya. (2) Penasehat panglima laot lho yang berasal dari unsur tokoh agama adalah Imam meunasah dalam masing-masing wilayah lho’ yang bersangkutan (3) Penasehat panglima laot kota yang berasal dari unsur tokoh adat adalah tokoh masarakat di wilayah lho’ tersebut, yang dianggap memahami tentang hukum adat laot. Pasal 33 (1) Penasehat bertugas memberikan nasihat dan pendapat kepada panglima laot baik diminta maupun tidak diminta. (2) Nasehat dan pendapat penasehat bersifat mengikat dan wajib untuk dipertimbangkan oleh panglima laot. PETUGAS KEAMANAN ADAT Pasal 34 (1) Petugas keamanan adat dibentuk pada masing-masing panglima laot lho’ (2) Petugas keamanan adat diangkat oleh panglima laot yang berasal dari nelayan dan /pawang laot berdasarkan pemilihan oleh anggota nelayan dalam musyawarah umum nelayan. (3) Petugas keamana adat dalam masing-masing lembaga adat laot lho’ paling sedikit berjumlah 5 orang dan paling banyak berjumlah 10 orang. Pasal 35 (1) Petugas keamanan adat bertugas: a. Menjaga dan memelihara kehidupan adat dalam masarakat adat nelayan b. Melakukan pengamanan dalam pelaksanaan persidangan adat c. Mengamankan pelaksanaan penangkapan ikan dilaot dalam wilayah hukum adat masing-masing d. Menjaga dan memelihara sarana transport perikanan dan barang-barang lain yang dalam penahanan lembaga adat. e. Melaksanakan putusan persidangan adat. f. Melakukan pertolongan terhadap musibah dan kecelakaan dilaut g. Menjaga ketertiban dan kemanan dilaut bersama-sama dengan petugas keamanan laut seperti POLAIR, KAMLA maupun petugas keamanan lain yang berwenang (2) Petugas keamanan adat berwenang melakukan tindakan a. Melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap pelanggar aturan/ ketentuan hukum adat laot b. Melakukan penahanan sarana transport perikanan, alat-alat tangkap ikan dan benda-benda lain yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan untuk kepentingan persidangan adat c. Melakukan penyitaan hasil tangkapan ikan berdasarkan keputusan sidang persidangan adat d. Menyerahkan pelaku pelanggaran dan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelanggarannya kepada petugas penegak hukum dalam lingkup hukum Negara jika pelanggaran tersebut bersifat tindak pidana. Pasal 36 (1) Petugas keamanan adat hanya dapat melakukan pengejaran dan atau penangkapan jika orang yang disangka melanggar sedang atau sesaat baru selesai melakukan pelanggaran tersebut. (2) Jika pada saat terjadinya pelanggaran, Petugas keamanan adat di wilayah tersebut sedang tidak ada, maka setiap nelayan berhak melakukan pengejaran dan penangkapan namun sesegera mungkin yang ditangkap harus diserahkan kepada petugas keamanan adat. Pasal 37 Petugas keamanan berhak mendapatkan insentif dari Pemerintah Kota Sabang sebesar Rp. 350.000 (tiga ratus lima puluh ribu rupiah) perbulan. Pasal 38 Petugas keamanan bertugas di wilayah hukum adat masing-masing, kecuali berdasarkan perintah panglima laot kota dalam hal pengamanan gabungan.<br />
<br />
BAB IV HUKUM ADAT LAOT MEKANISME PEMBENTUKAN HUKUM ADAT<br />
Pasal 39 (1) Hukum adat laot terbentuk karena suatu kebiasaan yang telah berlangsung lama secara turun temurun dan memiliki daya mengikat dalam masarakat adat nelayan (2) Pengecualian pada ayat (1) hukum adat juga dapat terbentuk karena kesepakatan dari komponen masarakat adat dalam suatu wilayah hukum adat dan di cetuskan oleh panglima laot sebagai pemimpin adat. Pasal 40 Masing-Masing wilayah hukum lho berwenang untuk membentuk dan menentukan aturan adat masing-masing. Pasal 41 (1) Aturan adat baru merupakan hukum adat jika tidak bertentangan dengan hukum agama dan hukum negara. (2) Jika aturan adat ternyata bertentangan dengan hukum agama dan atau hukum negara maka demi hukum aturan tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat. (3) Jika aturan adat berakibat mengganggu terhadap kelangsungan hayat hidup para nelayan maka aturan tersebut dapat dibatalkan Pasal 42 (1) Aturan adat dalam suatu wilayah lho baru mengikat secara hukum adat jika aturan tersebut telah di beritahukan kepada Panglima laot Kota untuk dicatat dalam lembaran adat, dan di umumkan di seluruh wilayah lho’ yang ada di Sabang. (2) Panglima Laot Kota berwenang membatalkan aturan adat yang ternyata bertentangan dengan pasal 41 diatas; (3) Pembatalan tersebut dilakukan dengan surat keputusan yang ditembuskan kepada seluruh wilayah hukum lho’ yang ada di Sabang;<br />
<br />
SANKSI ADAT<br />
Pasal 43 Sanksi adat terdiri dari: a. Denda b. Penyitaan hasil tangkapan ikan c. Penahanan sarana transportasi perikanan untuk sementara waktu d. Penyitaan alat tangkap ikan. Pasal 44 Sanksi adat dijatuhkan dengan mempertimbangkan berat dan ringannya pelanggaran. Pasal 45 Sanksi denda dapat dijatuhkan untuk paling rendah Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah dan paling tinggi Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah). Pasal 46 Sanksi penyitaan hasil tangkapan ikan dapat dijatuhkan untuk seluruh atau sebagian hasil tangkapan. Pasal 47 Sanksi penahanan saranan transportasi perikanan dapat dijatuhkan untuk paling singkat 3 (tiga) hari dan paling lama 5 (lima) hari. Pasal 48 Sanksi penyitaan alat tangkap ikan dapat dijatuhkan jika alat tangkap ikan tersebut bersifat merusak dan memusnahkan ekosistem laut. Pasal 49 Barang-barang berupa sarana transportasi perikanan dan alat tangkap perikanan yang ditahan atau disita harus disimpan ditempat yang aman dengan penjagaan oleh petugas keamanan adat. Pasal 50 (1) Selain dari sanksi tersebut pada Pasal 43 maka dapat dijatuhkan pula sanksi subsider terhadap kemungkinan tidak dilakukannya pembayaran atas putusan denda (2) Sanksi subsider tersebut berupa penahanan boat untuk paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 14 (empat belas) hari. Pasal 51 (1) Sanksi adat sebagaimana pada Pasal 43 dapat dijatuhkan salah satu jenis atau beberapa jenis sesuai dengan berat dan ringannya pelanggaran. (2) Dengan alasan-alasan tertentu Panglima laot berdasarkan kesepakatan dengan para anggota sidang dalam persidangan adat dapat membebaskan sipelanggar dari penjatuhan sanksi. Pasal 52 (1) Penjatuhan sanksi senantiasa harus dihindari jika akan sangat mengganggu kehidupan ekonomi si pelanggar. (2) Pertimbangan mengenai dijatuhkannya atau tidak sanksi terhadap sipelanggar merupakan kewenangan panglima laot dengan terlebih dahulu meminta saran-saran dari anggota persidangan.<br />
<br />
PANTANG LAOT<br />
Pasal 53 (1) Pantang Laot adalah larangan untuk melakukan penangkapan ikan dan segala jenis biota laot lainya (2) Terhadap kegiatan pelayaran yang tidak melakukan penangkapan ikan dan segala jenis biota laot lainya tidak berlaku pantang laot (3) pelanggaran terhadap ketentuan pantang laot merupakan pelanggaran adat Pasal 54 (1) Masing-masing wilayah hukum adat berhak menentukan pantang laot sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah adat setempat (2) Penentuan mengenai hari pantang laot sedapat mungkin tidak sampai mengganggu kondisi ekonomi masarakat nelayan setempat. ADAT SOSIAL LAOT Pasal 55 (1) Setiap masarakat adat nelayan Kota Sabang wajib senantiasa menumbuhkan sikap gotong-royong dan saling tolong-menolong (2) Siapapun yang melihat, mengetahui atau menyaksikan ada anggota nelayan atau siapa saja yang mengalami kesulitan, kecelakaan atau ganguan ditengah laot maka wajib untuk melakukan pertolongan (3) Pertolongan yang dilakukan harus sampai dengan orang/nelayan yang perlu ditolong tersebut terbebas dari bahaya di laot. (4) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (2) diatas merupakan pelanggaran adat dalam katagori yang berat<br />
<br />
BAB V LEMBAGA PERSIDANGAN ADAT LAOT STRUKTUR PERSIDANGAN ADAT<br />
Pasal 56 (1) Persidangan adat terdiri dari dua tingkatan yaitu persidangan adat laot kota dan persidangan adat laot lho’ (2) Persidangan adat laot kota bertempat di balai nelayan lembaga adat laot kota (3) Persidangan laot lho’ bertempat dibalai nelayan pada masing-masing wilayah hukum lho’ PERANGKAT PERSIDANGAN Pasal 57 Perangkat persidangan adat laot kota terdiri dari: a. Panglima laot karena jabatannya sebagai pemimpin sidang b. Beberapa orang Penasehat Persidangan adat yang jumlahnya harus ganjil, berasal dari tokoh masarakat, Tokoh Adat atau orang yang dianggap ahli dan memahami perkara yang disidangkan. c. 1 (satu) orang sekretaris sidang adat yang merupakan sekretaris panglima laot d. Anggota persidangan. Pasal 58 Pemimpin sidang berwenang untuk: a. Memimpin dan mengatur jalannya persidangan b. Menyatakan bebas atau dihukum c. Menjatuhkan sanksi jika berdasarkan penilaian Penasehat Persidangan orang yang disangka melanggar bersalah dalam perkara pelanggaran aturan adat d. Menyatakan pihak mana yang harus melakukan sesuatu, membayar sesuatu dan mengganti sesuatu dalam sengketa perdata adat berdasarkan penilaian Penasehat Persidangan pihak mana yang dinilai bersalah. e. Mendamaikan para pihak dipersidangan. Pasal 59 (1) Penasehat Persidangan adat sebagaimana pada ayat (1) huruf b di ditunjuk oleh panglima laot dari tokoh masarakat, Tokoh Adat atau seseorang yang dianggap ahli atau memahami persoalan yang disidangkan. (2) Penasehat Persidangan adat yang ditunjuk harus independent atau netral baik terhadap pihak yang berperkara maupun terhadap permasalahan yang disidangkan. (3) Penasehat Persidangan adat dalam persidangan pelanggaran menentukan tentang melanggar atau tidaknya terhadap ketentuan adat yang di tuduhkan. (4) Penasehat Persidangan adat dalam persidangan sengketa perdata adat menentukan pihak mana yang bersalah. Pasal 60 Sekretaris bertugas mencatat segala sesuatu yang terjadi di dalam persidangan termasuk mencatat dalam buku khusus butir-butir putusan pemimpin sidang. Pasal 61 Anggota sidang membantu dalam mencari penyelesaian perkara yang sedang di sidangkan dengan cara memberikan saran atau pendapat. <br />
<br />
KEWENANGAN PERSIDANGAN ADAT<br />
Pasal 62 (1) Persidangan adat berwenang menyelesaikan perkara-perkara adat dikalangan para nelayan. (2) Perkara adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah “perselisihan”, “sengketa” dan “pelanggaran”. Pasal 63 (1) Perselisihan adalah persoalan dalam hubungan kemasyarakatan antara nelayan dengan nelayan atau antara nelayan dengan bukan nelayan (2) Perselisihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terjadi dalam bentuk perbedaan pendapat yang menimbulkan ketegangan, pertengkaran, pertikaian, perkelahian atau bentuk-bentuk lain yang dapat menimbulkan keresahan dalam masarakat. Pasal 64 Sengketa adalah perselisihan dalam ruang lingkup hukum perdata adat tentang hak-hak keperdataan adat antara seorang nelayan atau sekelompok nelayan dengan seorang nelayan atau sekelompok nelayan yang lainnya dalam bidang pelayaran dan/ perikanan. Pasal 65 Pelanggaran adalah tindakan yang telah menyalahi ketentuan yang dilarang atau tidak melakukan suatu keharusan dalam ketentuan hukum adat laot yang berlaku. Pasal 66 (1) Persidangan adat laut kota berwenang menyelesaikan perkara perselisihan dan sengketa diantara para nelayan yang berada dalam wilayah lho’ yang berbeda. (2) Disamping kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) persidangan adat laut kota juga berwenang mnyelesaikan perkara perselisihan, sengketa dan pelanggaran yang tidak mampu diselesaikan oleh persidangan adat lho. (3) Persidangan adat laot lho berwenang menyelesaikan perselisihan, sengketa dan pelanggaran dalam wilayah hukum adat masing-masing lho’. Pasal 67 (1) Kewenangan persidangan adat dalam menyelesaikan perkara perselisihan atau senketa ditentukan berdasarkan domisili nelayan yang bersengketa. (2) Jika diantara yang berselisih atau bersengketa kesemuanya berdomisili dalam satu wilayah lho’ yang sama maka persidangan adat lho’ yang bersangkutan yang berwenang menyelesaikannya. (3) Jika diantara nelayan yang berselisih atau bersengketa berlainan wilayah lho’, maka persidangan adat laut kota yang berwenang menyelesaikannya. (4) Jika nelayan nelayan berselisih atau bersengketa dengan yang bukan nelayan maka yang menyelesaikan adalah persidangan adat dimana si nelayan berdomisili. Pasal 68 (1) Dalam perkara pelanggaran persidangan adat yang berwenang adalah persidangan adat lho’ diwilayah mana pelanggaran tersebut terjadi. Pasal 69 (1) Jika suatu tindakan pelanggaran adat yang dimaksud ternyata juga pelanggaran terhadap hukum pidana negara maka pihak lembaga adat wajib menyerahkan perkara tersebut kepada pihak penegak hukum dalam lingkup hukum negara. (2) Penyerahan perkara tersebut kepada sistem persidangan negara tidak menutup kemungkinan panglima laot untuk dan atas nama para nelayan mengajukan gugatan ganti kerugian secara class action kepada Persidangan Negeri jika akibat perbuatan tersebut berdampak besar bagi kehidupan ekosistem laut.<br />
<br />
ASAS-ASAS PERSIDANGAN ADAT<br />
Pasal 70 (1) Persidangan adat dilakukan secara terbuka untuk umum. (2) Pengecualian dari ayat (1) diatas persidangan dapat dilakukan secara tertutup jika nyata-nyata akan mengakibatkan jatuhnya harga diri seseorang. (3) Penentuan persidangan dapat dilakukan secara tertutup atau tidak merupakan kewenangan pemimpin sidang dengan saran dari anggota persidangan. Pasal 71 Suasana persidangan harus senantiasa dilandasi dengan sikap kekeluargaan. Pasal 72 Setiap orang yang disangka melanggar aturan adat harus dianggap belum bersalah sampai dengan putusan pemimpin sidang dijatuhkan. Pasal 73 Orang yang disangka melanggar aturan adat wajib diberi kesempatan untuk membela diri. Pasal 74 (1) Tidak sekali-kali dapat dinyatakan bersalah jika pelanggaran dilakukan dalam keadaan darurat atau dalam menjalankan tugas negara. (2) Kewenangan untuk menilai keadaan tersebut darurat atau tidak adalah kewenangan Penasehat Persidangan adat (penengah) dalam persidangan. Pasal 75 (1) Alat bukti dalam perkara adat meliputi: a. Saksi b. Benda-benda yang berhubungan dengan penangkapan ikan c. Bukti-bukti lain yang berhubungan dengan perkara yang disidangkan (2) setiap saksi yang dihadirkan dipersidangan adat disumpah dibawah kitab suci oleh seorang tengku meunasah Pasal 76 Persidangan harus dihadiri oleh minimal 5 orang anggota persidangan yang berasal dari para nelayan atau pawang laot. Pasal 77 (1) Keputusan dalam persidangan diambil berdasarkan musawarah mufakat (2) Jika mufakat tidak tercapai maka diambil dengan suara terbanyak dari anggota sidang. Pasal 78 (1) Setiap penjatuhan putusan dalam perkara perdata adat sedapat mungkin tidak dalam bentuk menang atau kalah tapi merupakan suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. (2) Dalam keadaan yang sangat memaksa Pemimpin sidang dalam perkara perdata adat dapat menjatuhkan putusan berupa kewajiban untuk menyerahkan sesuatu atau membayar sejumlah uang atau mengganti sesuatu berdasarkan kesepakatan pendapat dari para anggota persidangan dengan mempertimbangkan secara bijaksana kemampuan orang yang dihukum. Pasal 79 Putusan berupa hukuman sanksi adat terhadap sipelanggar harus senantiasa disesuaikan dengan kemampuan sipelanggar dan kondisi ekonomi sipelanggar. Pasal 80 (1) Dalam perkara perselisihan pemimpin sidang tidak harus mengeluarkan putusan kecuali jika dalam penyelesaian tersebut terdapat hal-hal yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang berselisih maka dituangkan kedalam putusan. (2) Dalam setiap persidangan perkara perselisihan harus senantiasa diakhiri dengan saling memaafkan diantara pihak yang berselisih Pasal 81 (3) Setiap pelaksanaan putusan dilakukan secara sukarela dengan bantuan petugas keamanan adat. (4) Hukuman berupa sanksi adat tidak boleh dijatuhkan jika akan berdampak sangat besar terhadap perekonomian pihak yang dihukum. Pasal 82 Keputusan persidangan adat laot kota maupun keputusan persidangan adat bersifat final dan mengikat.<br />
<br />
MEKANISME PERSIDANGAN<br />
Perkara Sengketa Perdata Adat Pasal 83 (1) Pada saat melaporkan gugatannya pihak yang merasa dilanggar hak perdata adatnya diwajibkan untuk membayar uang meja sebesar Rp. 20.000 (dua puluh ribu rupiah). (2) Laporan gugatan hanya diterima di kantor panglima laot pada hari senin sampai dengan hari rabu dari pukul 10.00 Wib sampai dengan pukul 15.00 Wib (3) Laporan gugatan dicatat oleh sekretaris panglima laot untuk kemudian dilakukan pemanggilan kepada masing-masing pihak (4) Pemanggilan untuk persidangan harus sudah diterima oleh para pihak selambat-lambatnya 3 hari sebelum hari persidangan. Pasal 84 (1) Persidangan adat terhadap sengketa perdata adat dilaksanakan pada setiap hari jumat dari pukul 08.00 Wib sampai dengan pukul 11.00 Wib, Pasal 85 (1) Jika setelah dipanggil pada hari persidangan penggugat tidak hadir maka gugatan dinyatakan gugur. (2) Jika setelah dipanggil pada hari persidangan tergugat tidak hadir maka dilakukan pemanggilan sekali-lagi untuk persidangan jumat berikutnya. (3) Jika setelah dipanggil dua kali berturut-turut tergugat tidak datang maka persidangan dapat diputuskan dengan tanpa kehadiran tergugat berdasarkan bukti-bukti yang ada. Pasal 86 Pemimpin sidang tidak dapat menentukan putusan dalam perkara sengketa perdata adat kecuali dengan dua alat bukti yang dapat dipertanggungjawabkan di persidangan. Pasal 87 Persidangan diputus dengan mendengar keterangan masing-masing pihak dan mempertimbangkan semua alat-alat bukti yang dihadirkan oleh masing-masing pihak. Pasal 88 (1) Setiap persidangan diputus pada hari itu juga kecuali karena alasan-alasan tertentu dapat ditunda sampai dengan persidangan hari jumat berikutnya. (2) Terhadap perkara perdata adat yang tidak dapat diputus pada hari jumat itu maka pada hari jumat berikutnya Pemimpin sidang harus menjatuhkan putusannya. Pasal 89 (1) Setelah masing-masing pihak mendapat giliran untuk mengemukakan keterangannya dan mengajukan bukti-buktinya maka pemimpin sidang menanyakan kepada Penasehat Persidangan adat siapakah yang bersalah. (2) Setelah ditentukan pihak mana yang bersalah maka Pemimpin sidang bermusyawarah dengan para pihak yang bersengketa dan anggota persidangan untuk mencari penyelesaian masalahnya dan kemudian pemimpin sidang menentukan putusannya. Pasal 90 Setiap putusan perkara sengketa perdata adat dilaksanakan oleh masing-masing pihak secara sukarela dengan bantuan petugas keamanan adat Perkara Pelanggaran Pasal 91 (1) Persidangan perkara pelanggaran dilakukan pada hari pelanggaran tersebut terjadi (2) Jika tidak mungkin disidangkan pada hari itu juga maka persidangan dapat dilakukan pada hari berikutnya dengan prinsip sesegera mungkin perkara pelanggaran tersebut disidangkan (3) Jika sampai dengan hari ke 7 (tujuh) hari sejak pelanggaran tersebut terjadi perkaranya tidak juga disidangkan maka perkara pelanggaran tersebut demi hukum menjadi gugur dan segala bentuk tindakan sementara yang antara lain: a. Jika alat transportasi perikanan dan alat tangkap ikannya sudah ditahan maka sesegera mungkin harus dikembalikan. b. Jika hasil tangkapan ikannya telah disita atau dilelang maka uang hasil pelelangan tersebut harus segera dikembalikan. Pasal 92 (1) Dalam sidang pelanggaran pertama-tama orang yang disangka melanggar di hadapkan dipersidangan oleh petugas keamanan adat dalam keadaan bebas beserta saksi-saksi dan atau benda-benda yang berhubungan dengan pelanggarannya. (2) Setelah mendengar keterangan saksi-saksi yang telah disumpah maka orang yang disangka melanggar diberi hak untuk membela diri. (3) Kemudian Penasehat Persidangan adat menilai apakah perbuatan orang yang disangka melanggar tersebut bersalah atau tidak. (4) Pemimpin sidang kemudian meminta pendapat anggota persidangan untuk menentukan putusannya. (5) Masing-masing anggota persidangan mempunyai hak suara dalam menentukan putusan. (6) Setelah meminta mendapatkan kata mufakat dari anggota persidangan maka Pemimpin sidang menjatuhkan putusan. (7) Jika pendapat dari anggota persidangan tidak dihasilkan kata mufakat maka diambil dengan suara terbanyak. Pasal 93 Setelah diputuskan maka segala hasil keputusan pemimpin sidang dilaksanakan oleh petugas keamanan adat. Perkara Perselisihan Pasal 94 (1) Persidangan perkara perselisihan dilakukan pada hari ketika terjadinya perselisihan (2) Jika terhadap perkara perselisihan tidak dapat disidangkan pada hari itu juga maka dapat dilakukan persidangan pada hari berikutnya dengan prinsip sesegera mungkin perselisihan tersebut dapat diselesaikan. Pasal 95 Dalam perkara perselisihan pihak-pihak yang berselisih dipanggil kedalam ruang persidangan dengan pengawalan petugas keamanan adat. Pasal 96 Pertama-tama sebelum dimulainya persidangan pemimpin sidang berusaha untuk mendinginkan suasana sehingga persidangan berjalan dalam suasana yang dingin Pasal 97 (1) Dalam perkara perselisihan Penasehat Persidangan sedapat mungkin ditunjuk dari seorang tokoh agama yang bisa memberikan nasihat keagamaan kepada para pihak yang berselisih (2) Penasehat Persidangan adat dalam perkara perselisihan hanya memberi nasihat keagamaan dan mengusulkan penyelesaiannya (3) Pemimpin sidang, pihak-pihak yang berselisih beserta anggota sidang selanjunya bermusyawarah untuk mencari penyelesaiannya (4) setelah ditemukan penyelesaiannya maka kedua belah pihak yang berselisih didamaikan dengan saling bermaafan di depan pemimpin sidang. Pasal 98 Dalam perkara perselisihan putusan tidak perlu dijatuhkan terkecuali jika dari hasil musyawarah berdasarkan kesepakan pihak-pihak yang berselisih ditentukan tentang syarat-syarat dan perjanjian-perjanjian tertentu yang perlu untuk dikuatkan dalam putusan pemimpin sidang.<br />
<br />
BAB VI HUBUNGAN PANGLIMA LAOT DENGAN LEMBAGA LAIN<br />
Pasal 99 (1) Unsur-unsur pimpinan di daerah yang terdiri dari: a. Walikota Sabang b. Ketua Pengadilan Negeri Sabang c. Ketua Mahkamah Syariah Sabang d. Kepala Kejaksaan Negeri Sabang e. Kepala Kepolisian Resort Sabang f. Komandan LANAL Sabang g. Kepala Navigasi Sabang Karena jabatannya merupakan pelindung lembaga adat laot (1) Pelindung berperan aktif dalam melindungi dan mengawasi kehidupan adat dalam lembaga adat laot. Pasal 100 Panglima laot harus senantiasa menjaga hubungan baik dengan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan kegiatan pelayaran dan perikanan. Pasal 101 Dalam hal diperlukan panglima laot dapat membantu atau meminta bantuan aparat TNI Angkatan Laut (KAMLA) atau Kepolisian RI (AIRUD) dalam hal terjadinya pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan di laut.. Pasal 102 Panglima laot harus diikutsertakan dalam hal upaya penanggulangan pencemaran laut atau penanggulangan akibat kecelakaan dilaut. Pasal 103 (1) Panglima laot dapat memberikan saran kepada Pemerintah Daerah dalam hal pengambilan kebikajan yang berhubungan dengan laot. (2) Jika kebijakan tersebut secara langsung menyangkut hajat hidup para nelayan maka wajib terlebih dahulu meminta pendapat panglima laot kota<br />
<br />
BAB VII HAK PENDAPATAN LEMBAGA ADAT<br />
Pasal 104 (1) Lembaga adat berhak mendapatkan subsidi dari Pemerintah Kota Sabang sebagai pendapatan lembaga guna menjalankan organisasinya. (2) Pendapatan tersebut sebesar Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) perbulan bagi lembaga adat laot kota dan Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) perbulan bagi lembaga adat laot lho’. Pasal 105 (1) Lembaga adat berhak memungut “uang adat” atas: a. Pemilik sarana transportasi perikanan berdasarkan jenis dan macamnya. b. Toke-toke bangku, muge-muge dan pelaku-pelaku usaha lain yang berhubungan dengan usaha perikanan dan kelautan. (2) Uang adat tersebut dipungut setahun satu kali dengan melihat kemampuan dan kesanggupan secara ekonomi berdasarkan kepemilikan sarana transport perikanan dan jenis usahanya. (3) Uang adat yang dapat ditarik paling rendah sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) dan paling tinggi sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) (4) Uang adat tersebut menjadi kas lembaga adat laot lho’ dengan ketentuan 20% dari nilai keseluruhan uang adat tersebut menjadi hak lembaga laot kota. (5) Pemungutan uang adat dilakukan oleh petugas keamanan adat setiap bulan Januari dan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Januari sudah selesai terkumpul. Pasal 106 Selain dari pungutan sebagaimana tercantum dalam Pasal 105 diatas uang adat juga dapat dipungut dari iuran-iuran para nelayan yang tidak bertentangan dengan hukum adat dan hukum negara dengan tetap berpedoman kepada kemampuan dari orang yang dipungut Pasal 107 (1) Setiap jual beli, sewa menyewa, gadai maupun perjanjian keperdataan lain yang dapat menimbukan manfaat ekonomi harus dengan sepengetahuan panglima laot lho’ pada masing-masing wilayah lho’ yang bersangkutan. (2) Dari setiap perjanjian tersebut pada ayat (1) menjadi hak lembaga adat 2,5% dari nilai perjanjian. (3) Ketentuan 2,5% tersebut 1% merupakan hak lembaga laot kota dan 1,5% merupakan hak lembaga laot lho yang bersangkutan. (4) Pihak yang menerima uang dalam perjanjian tersebut yang berkewajiban untuk membayar 2,5% hak lembaga. (5) Uang tersebut dimasukan kepada kas lembaga adat laot. Pasal 108 (1) Untuk mendapatkan sebuah surat keterangan SIB, SIP, IUP, SKP, SIKPPI dan SIKPI yang Kapal atau alat transportasi perikanannya didaftarkan diwilayah Kota Sabang maka sebelumnya harus mendapat surat rekomendasi dari panglima laot kota. (2) Dari penerbitan surat rekomendasi tersebut bagi pemohon dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) (3) Uang dari biaya administrasi tersebut menjadi uang kas lembaga adat laot kota. Pasal 109 Segala pendapatan yang menjadi kas lembaga dipergunakan untuk kepentingan rumah tangga lembaga dengan penggunaan yang disesuaikan berdasarkan peruntukan yang benar dan tepat. Pasal 110 (1) Pemasukan dan pengeluaran keuangan lembaga adat harus dicatat dalam sebuah pembukuan (2) Pencatatan tersebut dilakukan oleh bendahara panglima laot Pasal 111 Segala pengeluaran dan penggunaan uang kas lembaga setiap tahun harus dipertanggungjawabkan oleh panglima laot kepada para nelayan dalam rapat umum tahunan.<br />
<br />
BAB VIII KHANDURI LAOT<br />
Pasal 112 Khanduri Laot wajib dilaksanakan oleh masing-masing lembaga laot lho’ dan lembaga adat laot kota. Pasal 113 (1) Pelaksanaan khanduri laot lho’ sedapat mugkin dilaksanakan setiap satu tahu satu kali. (2) Namun jika tidak mungkin dilaksankan satu tahun berurutan maka dalam tiga tahun minimal dapat dilaksankan satu kali khanduri laot. (3) Kenduri laot akbar pada lembaga adat laot kota dapat dilaksanakan sekurang-kurangnya 5 tahun satu kali. Pasal 114 (1) Mekanisme pelaksanaan khanduri laot dilakukan berdasarkan ketentuan dan kebijakan masing-masing wilayah hukum adat yang bersangkutan. (2) Prosesi khanduri laot sebagaimana dalam ayat (1) tidak boleh bertententangan dengan ketentuan hukum agama dan hukum negara. Pasal 115 (1) Biaya pelaksanaan khanduri laot diambil dari iuran sukarela para nelayan pada masing-masing wilayah hukum adat yang bersangkutan berdasarkan musyawarah dan mufakat para nelayan dan pemangku adat. (2) Selain dari iuran para nelayan biaya khanduri dapat juga diperoleh dari sumber lain dengan menggunakan cara-cara yang tidak melanggar aturan adat dan aturan hukum negara. Pasal 116 (1) Pelaksanaan khanduri laot harus diberitahukan kepada panglima laot kota dan/ seluruh panglima laot lho’ yang ada di Sabang (2) Pantang laot kenduri dapat ditentukan selama-lamanya 3 hari sejak kenduri laot dilaksanakan. (3) Jika pelaksanaan khanduri laot tidak diberitahukan maka tidak berlaku pantang laot khanduri.<br />
<br />
BAB IX BADAN USAHA MILIK ADAT<br />
Pasal 117 (1) Lembaga adat laot yang terdiri dari sekumpulan nelayan dapat membuat badan usaha dibawah naungan lembaga adat. (2) Badan usaha tersebut dibentuk dari nelayan oleh nelayan dan untuk nelayan.<br />
<br />
KOPERASI NELAYAN <br />
Pasal 118 (1) Koperasi nelayan dapat dibentuk pada Lembaga Adat Laot Kota yang meliputi seluruh wilayah hukum adat Kota Sabang maupun pad lembaga adat laot lho’ yang meliputi wilayah hukum panglima laot lho’ (2) Koeperasi tersebut beranggotakan para nelayan sesuai dengan tingkat lembaga adat yang menaunginya. (3) Koperasi nelayan betujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan. Pasal 119 Jenis usaha jasa koperasi disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kebutuhan nelayan. Pasal 120 (1) Permodalan koperasi diperoleh dari anggota dalam bentuk simpanan anggota. (2) Selain dari yang disebutkan pada ayat (1) permodalan koperasi dapat diperoleh dari sumber lain yang tidak bertentangan dengan aturan adat maupun aturan negara.<br />
<br />
BADAN USAHA LAIN<br />
Pasal 121 Disamping koperasi sebagai badan usaha milik adat lembaga adat dapat membentuk badan usaha lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum adat maupun hukum Negara dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan nelayan.<br />
<br />
BAB X KETENTUAN PERALIHAN<br />
Pasal 122 (1) Dalam waktu 6 bulan sejak peraturan ini disahkan maka terhadap segala sesuatu yang telah berjalan sebelum peraturan ini disahkan tidak sesuai dengan yang diatur dalam peraturan ini sejauh mungkin disesuaikan sebagaimana yang diatur dalam peraturan ini.<br />
<br />
BABV XI KETENTUAN PENUTUP<br />
Pasal 123 Peraturan ini disebut Peraturan Tentang Pokok-Pokok Pelaksanaan Kehidupan Adat Lembaga Hukom Adat Laot Kota Sabang. Pasal 124 Peraturan ini berlaku sejak disahkan dalam Rapat Umum Lembaga Adat Laot Kota Sabang. Naskah peraturan ini disahkan dalam MUSYAWARAH UMUM LEMBAGA HUKOM ADAT LAOT KOTA SABANG yang dilaksanakan di S A B A N G Pada Hari S E L A S A tanggal 20 F E B R U A R I Tahun 2007 oleh : PANGLIMA LAOT KOTA SABANG dto M. JUSUF DJAMIN PANGLIMA LAOT LHO’ PASIRAN dto HASAN BASRI PANGLIMA LAOT LHO, IE MEULEE dto KARNAINI PANGLIMA LAOT LHO’ BALOHAN dto ISMAIL TAHER PANGLIMA LAOT LHO’ KEUNEUKAI Dto BASARI PANGLIMA LAOT LHO PRIA LAOT dto AGUS A RAHMAN PANGLIMA LAOT LHO’ PAYA KEUNEUKAI dto RAJALI PANGLIMA LAOT LHO’ BERAWANG dto RAJALI RANI PANGLIMA LAOT LHO’ ANOI ITAM dto MAWARDI PANGLIMA LAOT LHO’ IBOIH dto LUKMAN PANGLIMA LAOT LHO’ JABOI dto HASBALLAH<br />
<br />
Ket: Peraturan ini disusun berdasarkan Hasil Penelitian dalam Buku Hukum Adat Laut Sabang Kearifan-Kearifan Yang Terlupakan karya: D.Y. Witanto, SHD.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-68397511217958209752011-02-17T20:21:00.000-08:002011-02-20T22:50:42.084-08:00<div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><span style="font-size: x-large;"><b>PIDANA CAMBUK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM DI ACEH</b></span></div><div class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"></div><div align="center" class="MsoNormal" style="margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span lang="PT-BR" style="font-size: 14pt;">D.Y. WITANTO, SH</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="SV">Propinsi Nanggro Aceh Darussalam berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 1999 memiliki 4 (empat) keistimewaan yang antara lain: </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><i><span lang="SV">Penyelenggaraan Kehidupan beragama</span></i><span lang="SV">, </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><i><span lang="FI">Penyelenggaraan Kehidupan Adat</span></i><span lang="FI">, </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><i><span lang="FI">Penyelenggaraan Pendidikan</span></i><span lang="FI"> </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><i><span lang="FI">Peran Ulama dalan penetapan kebijakan Daerah.</span></i><span lang="FI"> </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Dalam Pasal 4 Undang-Undang tersebut disebutkan, bahwa penyelenggaraan kehidupan beragama diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan Syariat Islam bagi para pemeluknya, dari momentum itulah kemudian Pemerintah Aceh menindaklanjuti dengan membentuk beberapa Qanun (peraturan setingkat PERDA) yang bertujuan untuk mengimplementasikan Syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat di bidang <i>Aqidah, Ibadah, Syi’ar </i>dan <i>Jinayat</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Dalam penerapan Hukum Pidana Islam <i>(Jinayat)</i> di Aceh muncul beberapa lembaga hukum baru sebagai pembaharuan dalam sistem Hukum Pidana (<i>Criminal Justice System</i>) yang berlaku di Indonesia, konsep-konsep hukum berdasarkan Ketentuan Al-Qur’an dan Al Hadist yang di kemas menjadi aturan hukum positif mulai menjadi acuan yang <i>konstruktif</i> dalam pembangunan hukum dimasa yang akan datang, Aceh merupakan pemrakarsa pertama yang menerapkan Syariat Islam sebagai hukum posistif di Indonesia. Namun demikian dalam praktiknya tentu tidak terlepas dari berbagai kendala baik secara y<i>uridis normatif </i>maupun <i>implementatif </i>dilapangan, hal ini akan menjadi masa pembelajaran dan penyesuaian yang cukup panjang hingga sampai pada tujuan akhir untuk menciptakan Masyarakat Aceh yang tertib, aman dan tentram sesuai dengan fundamen-fundamen ke-Islaman yang <i>kaffah</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Dalam Sistem Hukum Pidana Islam (<i>jinayat</i>) terdapat beberapa jenis sanksi pidana yang berlaku antara lain: <i>Qishosh</i>, <i>Had</i>, dan <i>Ta’zir</i>. Dari beberapa Qanun Jinayat yang saat ini berlaku diantaranya mulai mencantumkan ancaman hukuman berupa <i>had</i> dan <i>Ta’zir </i>yaitu cambuk dan denda yang dapat kita temukan dalam beberapa Qanun antara lain <i>Qanun</i> <i>Khalwat, Meisir </i>dan<i> Khamer</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Hukuman cambuk <i>(slash punishment) </i>merupakan sebuah lembaga pemidanaan baru dalam sistem hukum pidana positif di Indonesia, yang mana dalam sistem pemidanaan menurut Pasal 10 <i>Wetboek van Straftrecht </i>(diterjemahkan: KUHP) tidak pernah mengenal jenis <i>hukuman cambuk</i>, <i>jilid</i> maupun <i>dera</i>, sehingga menjadi hal yang cukup unik untuk dikaji mengenai proses <i>translasi</i> dari sistem pemidanaan <i>Eropa Continental</i> ke sistem pemidanaan Syariat Islam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Dalam ranah implementatif memang masih banyak terjadi pro dan kontra tentang penerapan hukuman pidana cambuk, baik dikalangan para ahli hukum maupun para praktisi berdasarkan berbagai sudut pandang dan latar belakang pemikiran yang beraneka ragam, namun ditengah wacana dan isu pro dan kontra terhadap proses penegakan Syariat Islam dengan sanksi hukuman cambuk tersebut, antusias masyarakat Aceh dalam penegakan Syariat Islam terus menjadi semangat dan motifasi bagi tegaknya Hukum Pidana Islam yang berbasis pada Al Qur’an dan Al Hadist.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Disatu sisi sebuah aturan hukum harus memiliki daya mengikat yang kuat sebagai dasar bagi pelaksanaan <i>law enforcement,</i> namun disisi lain aturan hukum juga tidak boleh kehilangan jati dirnya sebagai norma yang memiliki nilai kepastian (<i>Recht Zekerheid</i>) sehingga para pencari keadilan tidak menjadi kebingungan dalam menghadapi persoalan hukum, dan tentunya penegakan hukum itu sendiri harus memberikan manfaat yang lebih baik, bagi pelaku tindak pidana secara <i>persoonen</i> maupun bagi pembangunan hukum secara universal.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Penerapan Hukum Pidana Islam di Aceh merupakan sebuah <i>Pilot Project</i> bagi sebuah system hukum pidana di Indonesia, yang sampai saat ini pelaksanaanya masih dalam tahap <i>adaptasi</i>, sehingga perlu adanya suatu penyesuaian-penyesuain dan perbaikan-perbaikan untuk menuju tertib hukum yang lebih baik dan yang tidak kalah pentingya adalah, perlu adanya suatu tolok ukur yang jelas bagi efektifitas penerapan Syariat Islam di Aceh, sehingga segi-segi kemanfaatan hukum dan tujuan hukum sebagai sarana untuk menciptakan masyarakat yang aman dan tertib dapat tercapai dengan baik.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Sistem pemidanaan yang berlaku dalam hukum pidana nasional memang harus kita akui belum dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi pembinaan prilaku, karena ditinjau dari segi efek jera ternyata hukuman penjara tidak begitu menjadi <i>shock terapy </i>bagi para pelaku tindak pidana, hal mana terbukti dengan banyaknya pelaku kejahatan yang telah menjalani hukuman penjara kemudian mengulangi kembali perbuatannya, bahkan banyak yang diantaranya keluar masuk penjara karena sistem pembianaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan ketika menjalani hukuman tidak mampu merubah prilaku para narapidana menjadi lebih baik..</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Penerapan hukuman cambuk cukup menjadi harapan dalam memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana, karena dengan dilakukannya eksekusi cambuk dimuka umum diharapkan secara <i>psykologis</i> akan berdampak lebih besar ketimbang hukuman penjara yang pelaksanaannya dilakukan secara ter-<i>isolir</i> di tempat yang tertutup. Selain itu dampak positif yang juga diharapkan adanya efek pencegahan (<i>prefentif power)</i> bagi masyarakat secara luas untuk tidak melakukan perbuatan yang serupa. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Dari beberapa ukuran yang dapat menentukan efektifitas penerapan Syariat Islam, aspek jera dari hukuman cambuk akan menjadi sebuah <i>variable</i> yang cukup <i>significant</i>, sehingga dapat menjadi sarana pembinaan prilaku bagi para terpidana dan dapat mencegah bagi timbulnya inisiatif kejahatan. Dari beberapa pelanggaran Syari’at yang terjadi, hanya beberapa persen saja yang perkaranya dilanjutkan ke pengadilan, hal itu debabkan karena dalam sistem penegakan Syari’at Islam lebih menggunakan pendekan pembinaan, sehingga para Polisi Syari’at (<i>wilayatul hisbah</i>) lebih banyak dibekali pendidikan yang berbasis pembinaan ahlak sedangkan penindakan (<i>law enforcement)</i> merupakan upaya yang bersifat <i>ultimum remidium</i>, artinya tindakan refresif baru dilakukan terhadap pelaku pelanggaran yang telah melewati beberapa proses peringatan atau jika telah melanggar aturan syariat dalam katagori yang berat.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"> <span lang="FI">Selain sulitnya mengejawantahkan unsur-unsur delik dalam rumusan Qanun, para penegak hukum juga harus berhadapan dengan proses <i>implementasi</i> yang rumit dari hukum materiil yang berbasis Al Qur’an kepada hukum acara yang berbasis undang-undang (KUHAP) yang pembentukannya tidak berorientasi pada ketentuan Syariat, sehingga timbul beberapa persoalan pelik ketika KUHAP dijadikan sebagai hukum acara dalam pelaksanaan Penegakan Syari’at yang ada di Aceh.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Itu hanya merupakan salah satu contoh kecil dari banyaknya persoalan hukum yang terjadi dalam penerapan Syariat Islam di Aceh, sehingga memang perlu adanya proses yang panjang dalam mencapai kemapanan hukum melalui pranata-pranata hukum baru yang sesuai dengan sumber-sumber hukum yang melandasinya. Teramat sulit untuk memaksakan KUHAP sebagai hukum acara dalam Peradilan Syari’at, karena ancaman pidana cambuk tidak pernah dikenal dalam sistem pidana nasional.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Ironisnya belum selesai persoalan itu mendapatkan solusi, muncul lagi gagasan-gagasan baru untuk memperluas ruang lingkup Hukum Pidana Islam dengan mencoba merumuskan beberapa tindak pidana yang berlaku nasional dalam bentuk pelanggaran Syariat, misalnya Tindak Pidana Korupsi, dan Ilegal loging dengan menerapkan ancaman pidana cambuk bahkan ada wacana untuk menerapkan pidana ”<i>potong tangan</i>” bagi para koruptor dan pelaku Ilegal loging. Hal ini akan menjadi beban persoalan baru, ketika permasalahan yang ada belum terpecahkan sudah mulai membuat wacana pembaharuan hukum yang jauh lebih rumit.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Fenomena ini mungkin sebagai <i>ekspresi </i>dan<i> espektasi</i> masyarakat Aceh yang begitu antusias untuk menegakan Syariat Islam di wilayah Aceh secara universal, semangat keIslaman itu terus mendorong agar semua pranata hukum berorientasi kepada hukum agama. Hal ini bisa berimplikasi posistif manakala ada <i>harmonisasi</i> antara sumber hukum yang mendasari pembentukan hukumnya dengan aturan-aturan organik yang menjadi wahana <i>implemetasi</i> di lapangan, karena jika aturan pelaksanaan itu tidak sejalan dengan aturan dasarnya, yang akan timbul justru adalah kesemberawutan didalam tatanan hukum yang ada di Aceh. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 27pt;"><span lang="FI">Harus kita akui bahwa proses <i>Islamisasi normatif</i> yang terjadi di Aceh merupakan sebuah <i>revolusi hukum</i> di Indonesia, namun tahapan penyesuaian dengan para pelaku kepentingan di masyarakat tetap akan berjalan secara <i>evolusi</i> karena kesiapan mental dan psikologis dari masyarakat Aceh sendiri tidak begitu serta merta mampu menerima perubahan ini dalam waktu sekejap, maka yang perlu dilakukan oleh para penentu kebijakan di Aceh adalah memberikan sebuah pembekalan dan pemahaman yang memadai tentang makna <i>yuridis, sosiologis</i> dan <i>filosofis</i> dari pemberlakuan hukuman cambuk, agar orang tidak berfikiran bahwa dengan pelaksanaan hukuman cambuk yang dilakukan ditengah-tengah khalayak ramai itu, sebagai pelanggaran hak asasi manusia.</span></div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-12614580296075007522011-02-17T01:09:00.000-08:002011-02-17T01:19:12.562-08:00<div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><b><span lang="SV" style="font-size: 18pt;">METODA PENYELESAIAN KONFLIK</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><b><span lang="SV" style="font-size: 14pt;">DALAM DIMENSI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT PESISIR PANTAI SABANG</span></b><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="FI"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[1]</span></b></span></span></b></span></a><b><span lang="SV" style="font-size: 14pt;"></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; text-align: center;"><b><span lang="SV">(Perspektif Dalam Sudut Pandang Sosio-Cultural)</span></b><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; text-align: center;"><span style="font-size: x-small;"><b><span lang="SV"><span style="font-size: small;"> D.Y. WITANTO, SH</span> </span></b></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="SV"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[2]</span></b></span></span></b></span></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">A.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b><span lang="SV">PENDAHULUAN</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Sabang terletak di sebuah pulau kecil diantara persimpangan Selat Malaka yang berjarak dua setengah jam dari kutaraja,<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></a> pulau itu bernama ”<i>Pulau Weh</i>” yang konon menurut hikayat sejarah pernah menjadi tempat pembuangan dan pengasingan para penjahat kelas kakap di jaman Kerajaan Aceh dan pernah menjadi pusat rehabilitasi penyakit jiwa di jaman kolonial Belanda.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></a> Secara geografis wilayah Pulau Weh dikelilingi oleh laut dengan struktur garis pantai yang berliku-liku, sehingga pada beberapa tempat terlihat perairan yang menjorok ke darat membentuk sebuah kuala (<i>lhok</i>)<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[5]</span></span></span></a>. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Penduduk Sabang berdasarkan jenis mata pencahariannya termasuk ke dalam golongan penduduk yang <i>heterogen</i>, namun khusus pada wilayah pesisir pantai mulai dari <i>ujong bau<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[6]</span></b></span></span></a></i> sampai dengan <i>ujong sekei<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[7]</span></b></span></span></a></i> menunjukan <i>klasifikasi</i> jenis penduduk yang <i>homogen,</i> yaitu: sebagai nelayan tradisional dan pelaku bisnis-bisnis perikanan. Pola <i>homogenitas</i> dari jenis mata pencaharian tersebut dipengaruhi oleh struktur alam di Pulau Weh yang pada umumnya terdiri dari pantai dan bukit-bukit karang, sehingga tidak begitu cocok untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dalam komunitas masyarakat pesisir terdapat sebuah kearifan lokal (<i>local wisdom</i>) yang menjadi bagian dari identitas budaya (<i>cultural identity)</i> dalam melakukan pola-pola interaksi, baik secara individual maupun komunal, kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam aktifitas kehidupan masyarakat pesisir itu biasa disebut ”<i>Hukom Adat Laot</i>”<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[8]</span></span></span></a> yaitu suatu ketentuan adat tentang segala persoalan kelautan dan bisnis perikanan tradisional. <i>Lembaga Hukom Adat Laot</i> dipimpin dan diketuai oleh seorang pemangku adat yang bernama ”<i>panglima laut</i>”. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Panglima laut adalah seorang pemimpin adat yang dipilih dari seorang pawang laut yang berpengalaman dan menguasai seluk beluk tentang hukum adat yang berlaku di wilayah setempat. <i>Eksistensi</i> panglima laut sebenarnya telah diakui sejak jaman Kesultanan Aceh, bahkan pada masa itu panglima laut merupakan jabatan formal dalam sebuah pemerintahan. Menurut <i>Hoesein Djajadiningrat</i> Panglima Laot adalah <i>“Hoofd eener baai ie hoofd van een gilde van poekat bazen (pawang met toesteming van den oeleebalang ook Panglima Laot genoemd)”</i></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><i><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-size: 12pt;">[9]</span></b></span></i></span></a> <span lang="SV">yang artinya pemimpin atau ketua dalam sebuah <i>lhok</i> atau kuala yang mengetuai sebuah pukat ikan yang dipilih dari pawang pukat dengan persetujuan pemerintahan pada saat itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Hukum adat laut memiliki karakteristik yang mengagumkan karena mengandung nilai-nilai kearifan yang mampu memelihara ketentraman, kerukunan, keseimbangan dan kedamaian hidup.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[10]</span></span></span></a> Hukum adat laut mengandung nilai-nilai <i>religius</i> berdasarkan <i>Syariat Islam</i> sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat pesisir. Dalam kaitannya dengan <i>local wisdom</i>, maka keberadaan hukum adat laut sangat berperan dalam membentuk prilaku dan kebiasaan para nelayan ketika melakukan aktifitas kelautan dan proses penyelesaian konflik yang terjadi dilingkungan komunitas adat.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dalam hal yang berhubungan dengan pemanfaatan laut, konflik kepentingan diantara para nelayan tidak bisa dihindari, terlebih Sabang memiliki 10 (depuluh) wilayah hukum adat laut yang masing-masing memiliki aturan adat yang berbeda-beda, hal itu diakibatkan oleh perbedaan letak geografis dan struktur garis pantai di masing-masing <i>lhok</i>. Dalam hal terjadi konflik dalam komunitas adat, metode penyelesaian yang digunakan oleh para pemangku adat sangat menarik karena menggunakan pendekatan <i>sosio kultural </i>dan kearifan-kearifan para pemangku adat. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Hasil keputusan adat cukup efektif karena hampir semua konflik yang terjadi selalu dapat diselesaikan secara tuntas. Sosok panglima laut begitu berpengaruh dalam menentukan keputusan adat, namun dia tidak menjelma sebagai seorang pemimpin yang <i>otoriter</i> karena setiap keputusan adat yang diambil selalu merupakan hasil musyawarah dengan tokoh-tokoh adat nelayan. Terdapat beberapa <i>indikator</i> kenapa sosok panglima laut sangat dihormati dikalangan para nelayan, salah satu indikator itu adalah karena panglima laut dipilih oleh para nelayan berdasarkan seleksi moral yang sangat panjang, sehingga seorang panglima laut benar-benar adalah orang yang terpilih diantara sekian banyak pawang-pawang laut diwilayah itu. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">B.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b><span lang="SV">BENTUK-BENTUK KONFLIK, SANKSI DAN ATURAN ADAT YANG BERLAKU DALAM HUKUM ADAT LAUT</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Konflik merupakan konsekwensi dari sebuah <i>interaksi</i>, dalam komunitas adat nelayan di Sabang konflik dibagi menjadi 3 katagori yang antara lain: <i>pelanggaran, sengketa</i>, dan <i>perselisihan</i> ketiga jenis konflik tersebut dibedakan berdasarkan ruang lingkup persoalannya, berdasarkan hasil <i>korespondensi</i> dari para <i>stake holder,</i> maka ketiga katagori konflik tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><i><span lang="SV">Pelanggaran adalah</span></i><span lang="SV"> <i>suatu bentuk tindakan yang telah menyalahi ketentuan yang dilarang atau mengabaikan sesuatu yang diwajibkan oleh hukum adat laut</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span><i><span lang="SV">Sengketa adalah</span></i><span lang="SV"> <i>persoalan tentang hak-hak keperdataan adat antara seorang nelayan dengan nelayan lainnya dalam hal pemanfaatan laut dan bisnis perikanan</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><i>-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></i><i><span lang="SV">Perselisihan adalah</span></i><span lang="SV"> <i>persoalan-persoalan lain yang bersifat pertengkaran, pertikaian, perkelahian atau bentuk-bentuk lain yang menimbulkan keresahan dilingkungan para nelayan.</i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Konflik yang terjadi di kalangan nelayan dapat dipicu oleh banyak hal misalnya ketika melaut mereka sama-sama memperebutkan sekawanan ikan pada saat sedang <i>berpayung</i><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[11]</span></span></span></a> atau karena adanya pembagian <i>hareukat</i><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[12]</span></span></span></a> yang tidak adil antara <i>pawang</i>,<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[13]</span></span></span></a> <i>toke bangku<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[14]</span></b></span></span></a></i> dan <i>toke perahu</i>.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[15]</span></span></span></a> hal itu sudah menjadi kelaziman dalam situasi keseharian para nelayan, konflik itu terkadang sampai menimbulkan perkelahian dan pertumpahan darah bahkan ada yang melebar menjadi konflik antar kelompok. Selain konflik yang terjadi karena adanya pertentangan kepentingan diantara dua pihak, konflik juga bisa terjadi karena adanya aturan adat yang terlanggar oleh salah seorang anggota nelayan, terhadap pelanggaran tersebut lembaga adat akan memberikan sanksi terhadap si pelanggar berdasarkan jenis dan sifat pelanggarannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Berdasarkan hasil penelitian terdapat sekurang-kurangnya 5 bentuk pantangan adat yang berlaku antara lain: </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI">1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="FI">Pantang melaut pada malam jumat; </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Pantang melaut pada hari <i>khandur;</i>, </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI">3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="FI">Pantang penggunaan jenis alat tangkap tertentu seperti pukat harimau, zat kimia dan bahan peledak;</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Pantang melaut pada hari musibah laut; </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Pantang melaut pada hari-hari besar nelayan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Selain aturan yang bersifat larangan (<i>pantangan</i>), hukum adat laut juga memiliki aturan yang bersifat keharusan yang biasa dikenal dengan ”<i>adat sosial laut</i>” antara lain berbentuk:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Kewajiban untuk memberikan pertolongan pada nelayan yang sedang mendapat musibah di laut;</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Kewajiban untuk melakukan pencarian terhadap nelayan yang hilang/hanyut di laut selama 3 hari penuh</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Kewajiban untuk melakukan gotong royong yang diwajibkan oleh lembaga adat</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify;"><span lang="SV">Terhadap bentuk-bentuk pelanggaran diatas lembaga hukum adat laut memiliki beberapa jenis sanksi yang dapat diterapkan terhadap para pelanggar antara lain:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Peringatan/teguran</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Kewajiban melaksanakan khanduri </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Pelarangan perahu untuk melaut dalam jangka waktu tertentu, </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Penarikan hasil tangkapan, </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Denda </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">6.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Perampasan alat tangkap yang membahayakan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Keistimewaan dari hukum adat bukanlah pada jenis dan bentuk sanksi, namun pada pengaruh terhadap pola prilaku masyarakat, efek <i>psycologis </i>dari sanksi adat jauh lebih besar dibandingkan dengan sanksi dalam hukum formal, sehingga ada dua kecenderungan untuk mengartikan sanksi tersebut dalam hukum adat sebagai suatu rangsangan untuk berbuat atau tidak berbuat.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[16]</span></span></span></a> </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">C.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b><span lang="SV">METODE PENYELESAIAN KONFLIK DALAM KOMUNITAS ADAT MASYARAKAT PESISIR</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Hukum adat laut yang berlaku di Sabang pada prinsipnya merupakan bentuk perpaduan antara hukum agama (<i>Syariat Islam</i>) dan adat istiadat murni (<i>budaya</i> dan <i>animisme</i>) namun dalam <i>implementasinya</i> Hukum Islam lebih mendominasi dan terus mendesak keberadaan unsur <i>animisme</i> dalam setiap prilaku dan <i>prosesi</i> adat, hal ini disebabkan karena 94,56%<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[17]</span></span></span></a> penduduk di Sabang adalah pemeluk Agama Islam yang termasuk dalam katagori pemeluk agama yang <i>fanatik</i>. Hukum adat di Sabang dan juga di Aceh pada umumnya merupakan <i>refleksi</i> dari hukum agama,<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[18]</span></span></span></a> kondisi ini sering digambarkan sebagai bukti dari <i>teory receptio in complexu </i>yang berlaku di Aceh.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn19" name="_ftnref19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[19]</span></span></span></a> Proses Islamisasi pada kehidupan adat dapat tercermin dalam beberapa ritual adat seperti ”<i>peusijuk</i>”<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn20" name="_ftnref20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[20]</span></span></span></a> dan ”<i>khanduri</i>”<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn21" name="_ftnref21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[21]</span></span></span></a> dimana tata cara pelaksanaannya telah banyak mengalami persesuaian-persesuaian dengan ajaran Islam, seperti doa dan bahasa pengantarnya telah menggunakan bacaan-bacaan dari ayat-ayat suci Al Qur’an.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Proses penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh lembaga hukom adat laot diselenggarakan di sebuah tempat yang biasa dinamakan ”<i>bale pasi</i>”<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn22" name="_ftnref22" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[22]</span></span></span></a> yaitu suatu tempat yang berbentuk bangunan panggung tanpa dinding pembatas ruangan. Penyelesaian konflik dilakukan secara ”<i>duek pakat</i>”<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn23" name="_ftnref23" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[23]</span></span></span></a> atau musyawarah dengan <i>prosesi</i> yang hampir mirip dengan persidangan pada proses <i>litigasi</i>.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn24" name="_ftnref24" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[24]</span></span></span></a> Panglima laut selain akan mengundang para pihak yang terlibat konflik juga akan mengundang seluruh pawang-pawang, nelayan dan tokoh-tokoh adat untuk berkumpul guna menyelesaikan permasalahan yang terjadi, jika permasalahan itu dianggap cukup besar, maka akan diundang juga seorang <i>Imeum Meunasah<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn25" name="_ftnref25" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[25]</span></b></span></span></a></i> yang biasanya adalah seorang ulama di wilayah setempat.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Waktu penyelesaian sengketa selalu dipilih pada hari Jum’at yaitu mulai dari pagi hari sampai dengan sesaat sebelum Shalat Jum’at, alasan pemilihan hari Jumat sebagai waktu penyelesaian konflik adalah karena dianggap bahwa hari Jumat merupakan hari yang <i>sakral</i> bagi umat Islam. Dalam setiap proses penyelesaian konflik terdapat sebuah semangat bahwa sebelum Adzan Shalat Jumat berbunyi semua permasalahan yang dimusyawarahkan harus sudah selesai, sehingga penyelesaian konflik akan diakhiri dengan Shalat Jumat dan makan-makan bersama.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Walaupun prosedur penyelesaian konflik dalam lembaga adat masih sangat <i>konservatif</i> dan tradisional,<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn26" name="_ftnref26" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[26]</span></span></span></a> namun dalam proses penyelenggaraannya menunjukan beberapa prinsip yang dapat dipandang sangat efektif. Beberapa prinsip tersebut antara lain:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><i>-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></i><i><span lang="SV">Proses penyelesaian dengan menggunakan pendekatan musyawarah mufakat </span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><i>-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></i><i><span lang="SV">Pengaruh dan kewibawaan para pemangku adat berperan sangat besar dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi;</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><i>-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></i><i><span lang="SV">Keputusan adat bersifat final dan hampir selalu tidak ada pengingkaran dari pihak-pihak yang terlibat konflik </span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><i>-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></i><i><span lang="SV">Penjatuhan sanksi disesuaikan dengan kemampuan si pelanggar sehingga tidak menyengsarakan anak istri dan keluarga si pelanggar.</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><i>-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></i><i><span lang="FI">Pelaksanaan keputusan adat dilakukan secara sularela </span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><i>-<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></i><i><span lang="FI">Sengketa dan pertikaian berakhir dengan terjalinnya ikatan persaudaraan dan kekerabatan baru diantara yang bertikai misalnya: antara mereka yang bertikai akan ditetapkan secara adat sebagai saudara angkat.</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI">Sanksi adat yang telah dijatuhkan akan memiliki pengaruh yang sangat besar bagi si pelanggar, sehingga si pelanggar akan berusaha untuk melaksanakan atau menjalani sanksi itu secara sukarela tanpa harus dipaksa oleh perangkat-perangkat adat. Jika dia tidak melaksanakan sanksi yang telah ditetapkan oleh lembaga adat, maka dia akan ditetapkan sebagai orang yang berkhianat terhadap adat, dan itu akan menimbulkan aib seumur hidup bagi si pelanggar. Perasaan malu dan tanggung jawab yang ditunjukan oleh masyarakat adat dalam melaksanakan sanksi secara sukarela merupakan bentuk kearifan yang sangat berharga, sehingga perlu dikembangakan dan ditularkan kedalam aspek-aspek sosial yang lain secara lebih luas dalam kehidupan masyarakat modern. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI">Panglima Laut memiliki peranan yang dominan dalam mengarahkan proses penyelesaian konflik, terkadang dia bertindak layaknya seorang <i>mediator</i>, kadang seperti seorang <i>moderator</i> bahkan sesekali dia menunjukan sikap layaknya seorang Hakim ketika harus menjatuhkan keputusan kepada pihak-pihak yang telah melanggar aturan adat yang berlaku. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI">Dalam konflik yang terjadi antar beberapa wilayah hukum adat, para pemangku adat pada masing-masing wilayah akan <i>bernegosiasi</i> untuk mengambil jalan penyelesaian yang terbaik. Pada setiap akhir penyelesaian akan ditandai dengan penyelenggaraan <i>khanduri</i>, jika konflik itu bersifat besar dan melibatkan masyarakat banyak, maka akan diadakan <i>khanduri </i>kampung (khanduri besar) dengan penyembelihan beberapa ekor lembu dan para nelayan dari dua kelompok yang bertikai akan berbaur bergotong royong dalam penyelenggaraan acara <i>khanduri</i> tersebut. Pada saat pelaksanaan <i>khanduri</i> pasca konflik suasana kerukunan akan terlihat begitu harmonis bahkan tidak terlihat lagi adanya tanda-tanda bahwa mereka pernah bertikai karena semua terlibat dalam suasana meriah <i>prosesi khanduri</i>, inilah yang kemudian menjadi <i>adagium</i> yang berkembang di kalangan masyarakat adat pesisir pantai Sabang bahwa: ”<i>setiap konflik yang terjadi selalu diakhiri dengan makan bersama</i>”.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">D.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b><span lang="SV">TITIK SINGGUNG PENEGAKAN HUKUM ANTARA LEMBAGA ADAT DAN LEMBAGA PENEGAK HUKUM FORMAL</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Suatu tindakan yang dipandang sebagai pelanggaran aturan adat terkadang juga termasuk dalam ruang lingkup pelanggaran hukum pidana, misalnya: tindakan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak atau terjadinya perkelahian antar nelayan. Dalam kaitannya dengan persoalan <i>koneksitas</i> pada peristiwa yang dipandang sebagai suatu pelanggaran terhadap dua aturan hukum yang berlaku dalam dua kompetensi yang berbeda, maka antara lembaga adat dan lembaga penegak hukum formal akan melakukan koordinasi tentang proses penegakan hukum yang paling efektif.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Diantara para pemangku adat dan lembaga penegak hukum formal telah terjadi kesepakatan secara tidak tertulis tentang proses penyelesaian persoalan-persoalan yang mencakup dua lingkup kewenangan lembaga hukum tersebut. Kesepakatan itu diletarbelakangi oleh alasan bahwa hukum adat laut masih hidup dan berlaku efektif di lingkungan masyarakat pesisir sehingga lembaga hukum formal tidak punya alasan untuk mengesampingkan <i>eksistensi</i> lembaga adat dalam menyelesaikan persoalan dalam ruang lingkup hukum adat yang berlaku. Selain itu, penyelesaian konflik secara adat dipandang dapat memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan penyelesaian secara hukum positif, sehingga tujuan dari penegakan hukum formal untuk menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat pada hakekatnya telah tercapai dengan sendirinya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Ada kecenderungan secara<i> implementatif</i> bahwa bagi konflik-konflik yang berskala kecil dan sederhana biasanya penegak hukum formil akan memberikan kesempatan yang luas kepada lembaga adat untuk menyelesaikannya, sedangkan bagi konflik-konflik yang berskala besar dan dapat menimbulkan keresahan di masyarakat yang tidak mampu diselesaikan oleh lembaga adat, maka penegak hukum formil akan mengambil alih penanganannya berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, namun tetap tidak menghilangkan hak bagi lembaga adat untuk tetap menjatuhkan sanksi adat kepada si pelanggar setelah si pelanggar selesai menjalani proses berdasarkan prosedur hukum negara yang berlaku.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV">E.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b><span lang="SV">PENUTUP</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Diantara realita potret penegakan hukum yang semakin menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat dan <i>justitiabelen</i>, ternyata konsep dan nilai-nilai kultural Bangsa Indonesia yang dianggap kuno, <i>konservatif</i> dan ketinggalan jaman justru menunjukan <i>asumsi</i> yang positif karena terbukti memiliki metode penyelesaian konflik yang lebih efektif dibandingkan dengan konsep yang ditawarkan oleh hukum positif, hasil penyelelesaian yang tuntas bahkan mampu menciptakan hubungan kekerabatan baru pasca konflik dalam proses penyelesaian secara adat merupakan suatu kondisi yang <i>kontradiktif</i> dengan metoda penyelesaian konflik secara <i>litigasi</i>, permusuhan dan pertikaian abadi diantara pihak-pihak yang bersengketa hampir selalu tidak bisa dihindari pasca proses penyelesaian konflik secara <i>litigasi</i>, karena penyelesaian yang dihasilkan hanya bersifat formil dan <i>pragmatis</i>.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Kearifan lokal merupakan asset bangsa yang harus dikembangkan karena substansinya memiliki karakteristik yang khas dan asli dari nilai-nilai budaya Bangsa Indonesia yang tercermin dalam prilaku dan pola hidup masyarakat adat di wilayah tertentu. Semoga dengan tulisan ini kita selalu teringatkan bahwa budaya dan adat istiadat kita memiliki teknik dan cara penyelesaian konflik yang cukup arif dalam menyelesaikan segala persoalan yang terjadi di masyarakat.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b><span lang="SV">DAFTAR PUSTAKA</span></b></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><br />
</div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Badan Pusat Statistik (BPS) dan BAPPEDA Kota Sabang. <i>Sabang Dalam Angka Tahun 2004</i></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><span lang="SV">Denys Lombard, <i>Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636),</i> Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2007</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><span lang="SV">I Gede AB Wiranata, <i>Hukum Adat Indonesia</i>, <i>Perkembangan dari Masa ke Masa</i>, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><span lang="SV">Mia Koning van der veen, <i>Dromen over Sabang</i>, Avanti Zaltbommel, Rhenen, 1991</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><span lang="SV">Muhammad Adli Abdullah dkk, <i>Selama Kearifan Adalah Kekayaan</i>, Lembaga Hukom Adat Laot Aceh/Panglima Laot Aceh dan Yayasan Kehati, Banda Aceh</span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Soerjono Soekanto, <i>Suatu Tinjauan Sosiologis Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial</i>, Alumni Bandung, 1982</span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">T. Djuned, <i>Pengaruh Hukum Islam Terhadap Pembentukan Hukum Adat</i>, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, Banda Aceh</span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: -54pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">-------------, <i>Panglima Laot dalam Hukum Positif di Indonesia</i>, Makalah dalam acara Duek Pakat Adat laut/Panglima Laot se-Aceh</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[1]</span></span></span></a><span lang="FI"> Tulisan ini merupakan intisari dari hasil penelitian penulis tentang Hukum Adat Laut di Sabang.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[2]</span></span></span></a> Penulis adalah Hakim pada Pengadilan Negeri Blambangan Umpu <br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></a> <span style="font-size: 10pt;">Denys Lombard, Kerajaan Aceh Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, 2007, hal: 70. ket: Kutaraja merupakan nama penyebutan untuk Banda Aceh pada jaman Kesultanan Aceh, Kutaraja berarti kota tempat berdiamnya raja</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[4]</span></span></span></a><span lang="SV"> Mia Koning van der veen, Dromen over Sabang, Avanti Zaltbommel, Rhenen, 1991, hal: 104</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[5]</span></span></span></a><span lang="SV"> Lhok adalah teluk atau kuala yang menjadi daerah atau wilayah penambatan perahu dan pusat aktifitas para nelayan.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[6]</span></span></span></a><span lang="SV"> Ujong Bau adalah wilayah terjauh Pulau Weh dimana terletak titik kilometer 0 Indonesia.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[7]</span></span></span></a><span lang="SV"> Ujong sekei adalah wilayah yang menghadap ke Pulau Sumatera terletak di samping Pelabuhan Balohan</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[8]</span></span></span></a><span lang="SV"> Hukom Adat Laot jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya adalah Hukum Adat Laut</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[9]</span></span></span></a><span lang="SV"> T. Mohd. </span>Juned, Panglima Laot dalam Hukum Positif di Indonesia, dalam acara Duek Pakat Adat laut/Panglima Laot se-Aceh<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[10]</span></span></span></a> Muhammad Adli Abdullah dkk, Selama Kearifan Adalah Kekayaan, Lembaga Hukom Adat Laot Aceh/Panglima Laot Aceh dan Yayasan Kehati, Banda Aceh, hal: 51<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[11]</span></span></span></a> Berpayung adalah kegiatan menebar pukat dilaut, oleh karena biasanya pukat ditebar secara memutar membentuk lingkaran maka terlihat seperti sebuah payung besar.<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[12]</span></span></span></a> Hareukat adalah hak pembagian atas hasil tangkapan ikan menurut hukum adat yang berlaku, pembagian tersebut dihitung berdasarkan besaran prosentase<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[13]</span></span></span></a> Pawang adalah nahkoda kapal atau perahu.<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[14]</span></span></span></a> Toke bangku adalah pemilik modal dalam usaha (bisnis) penangkapan ikan<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[15]</span></span></span></a> Toke perahu adalah pemilik sarana transportasi yang digunakan oleh pawang untuk melakukan aktifitas perikanan.<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref16" name="_ftn16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[16]</span></span></span></a> Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologis Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, hal: 20<br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref17" name="_ftn17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[17]</span></span></span></a> <span lang="SV"> Sabang Dalam Angka Tahun 2004 Badan Pusat Statistik (BPS) dan BAPPEDA Kota Sabang.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref18" name="_ftn18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[18]</span></span></span></a><span lang="SV"> T. Djuned, Pengaruh Hukum Islam Terhadap Pembentukan Hukum Adat, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, hal: 263</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref19" name="_ftn19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[19]</span></span></span></a> <span lang="SV"> </span>I Gede AB Wiranata, Hukum Adat Indonesia, Perkembangan dari Masa ke Masa, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal: 64<span lang="SV"></span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref20" name="_ftn20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[20]</span></span></span></a> <span lang="SV"> Istilah “<i>peusijuk</i>” asal katanya adalah <i>sijuk</i> yang berasal dari Bahasa Aceh artinya <i>dingin</i> atau <i>damai</i>, sehingga peusijuk dapat diartikan suatu proses ritual adat untuk mendapatkan suatu suasana yang damai atau tentram. Disebut sebagai proses ritual adat, karena bersumber kepada adat istiadat walaupun dalam pelaksanaannya lebih merupakan suatu acara keagamaan yaitu berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar diberikan suatu kesejukan dan kedamaian terhadap suasana yang baru.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref21" name="_ftn21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[21]</span></span></span></a> <span lang="SV"> Khanduri berdasarkan dari beberapa sumber berarti <i>“Syukuran dengan makan-makan bersama</i>” yaitu suatu acara memotong hewan ternak berupa kerbau atau sapi yang dagingnya dibuat gule atau sayur, lalu diundanglah seluruh warga kampung, untuk makan bersama biasanya khanduri dilakukan pasca perdamaian konflik atau dalam hal khanduri laot dilakukan secara rutin dalam rentang waktu tertentu.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref22" name="_ftn22" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[22]</span></span></span></a><span lang="SV"> Bale pasi adalah balai tempat para nelayan untuk berkumpul dan bermusyawarah, bale pasi terletak di daerah pesisir pantai yang lokasinya tidak jauh dari areal penambatan perahu, selain sebagai tempat bermusyawarah bale pasi juga biasanya sekaligus berfungsi sebagai meunasah.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref23" name="_ftn23" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[23]</span></span></span></a><span lang="SV"> Duek Pakat dalam Bahasa Indonesia artinya: Duek= duduk sedangkan pakat= sepakat, sehingga jika digambungkan, maka akan berarti ”suatu proses duduk bersama untuk mencari sebuah kesepakatan bersama”.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref24" name="_ftn24" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[24]</span></span></span></a><span lang="SV"> Dalam proses persidangan adat, panglima laut bertindak seperti seorang hakim pada proses persidangan di pengadilan yaitu sebagai pemimpin persidangan, walaupun dalam hal pengambilan keputusan agak berbeda karena dilakukan berdasarkan musyawarah dengan para tokoh adat dan pawang-pawang.</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref25" name="_ftn25" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[25]</span></span></span></a><span lang="SV"> Imeum Meunasah adalah seorang imam pada mesjid di daerah setempat yang berasal dari kalangan “teungku” (ulama)</span><br />
<br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref26" name="_ftn26" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;">[26]</span></span></span></a><span lang="SV"> I Gede AB Wiranata, Hukum Adat Indonesia, Perkembangan dari Masa ke Masa, Op.Cit, hal: 68</span> <br />
<div id="ftn26"></div></div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-39374114251651921542011-02-17T00:48:00.000-08:002011-02-17T00:48:11.512-08:00<div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><img src="http://img2.blogblog.com/img/video_object.png" style="background-color: #b2b2b2; " class="BLOGGER-object-element tr_noresize tr_placeholder" id="ieooui" data-original-id="ieooui" /> <style>
st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
</style> <![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:#0400;
mso-fareast-language:#0400;
mso-bidi-language:#0400;}
</style> <![endif]--> </div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span lang="FI" style="font-size: 14pt;">PARATE EKSEKUSI vs EKSEKUSI GROSSE AKTA</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span lang="FI" style="font-size: 14pt;">Dalam Lembaga jaminan Hak Tanggungan</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><b><span lang="FI" style="font-size: 14pt;"><span style="font-size: small;">D.Y. Witanto, SH</span><br />
<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="FI" style="font-size: 14pt;"></span></b></span></span></span></a></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: center;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV"><span>A.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="SV">PENDAHULUAN</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dalam perjanjian kredit sering pihak kreditur berada dalam posisi yang tidak diuntungkan ketika lawan janjinya (debitur) lalai dalam melaksanakan prestasinya (<i>wanprestasi</i>) padahal utangnya telah melewati batas jatuh tempo pembayaran, hal ini disebabkan karena proses untuk mengambil pelunasan melalui penjualan objek jaminan tidak semudah seperti yang kita bayangkan, apalagi jika debitur atau si pemilik jaminan tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya, maka akan selalu ada cara untuk dapat menghambat proses pelunasan dengan objek jaminan, baik dengan upaya-upaya yang disediakan menurut prosedur hukum acara perdata,</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[2]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV"> maupun dengan cara-cara lain yang pada akhirnya dimaksudkan agar si kreditur gagal atau tidak berhasil mendapatkan pelunasan dengan objek jaminan miliknya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pada asasnya tidak ada kredit yang tidak mengandung jaminan,</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV"> karena undang-undang telah menentukan bahwa setiap kebendaan milik debitur baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan atas utang-utangnya (ex: Pasal 1131 KUH Perdata), namun meskipun undang-undang telah menentukan demikian bukan berarti bahwa setiap proses pelunasan dengan objek jaminan akan berjalan dengan lancar dan mudah, karena kenyataanya pihak kreditur yang menghadapi persoalan kredit macet (wanprestasi) selalu harus dihadapkan dengan segala macam problem dan masalah dalam upaya mengambil pelunasan piutangnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Kreditur pemegang hak kebendaan yang diberikan oleh jaminan hipotik, gadai, hak tanggungan dan fidusia adalah jaminan yang bersifat perbendaan (<i>zakelijk zakerheidsrechten</i>).</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></span></span></a><span lang="FI"> </span><span lang="SV">Para pemegang jaminan kebendaan akan selalu didahulukan dari kreditur-kreditur kongkuren untuk dapat mengambil pelunasan dari objek jaminan milik debitur.<span> </span>Hak-hak istimewa itu antara lain: hak untuk melakukan penjualan atas kekuasaan sendiri (<i>parate eksekusi</i>) dan hak untuk melakukan eksekusi secara grosse dengan menggunakan titel eksekutorial ”DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” yang tercantum dalam jaminan-jaminan kebendaan melalui <i>fiat</i> ketua pengadilan negeri berdasarkan Pasal 244 HIR/258 Rbg.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Hak jaminan kebendaan berisi hak untuk pelunasan utang (<i>vehaalsrecht</i>) dan tidak mengandung hak untuk memiliki bendanya (<i>verval beding</i>), kreditur pemegang jaminan diberikan hak oleh undang-undang maupun hak untuk memperjanjikan kuasa untuk menjual sendiri objek jaminan tersebut ketika dikemudian hari debitur wanprestasi.</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[5]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV"> Berdasarkan ketentuan undang-undang, kreditur pemegang jaminan kebendaan, dapat memilih beberapa alternatif pelunanasan piutangnya melalui beberapa cara antara lain: </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV"><span>1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="SV">Dengan cara melakukan penjualan objek jaminan atas kekuasaanya sendiri atau yang kemudian disebut <i>parate eksekusi</i> bagi pemegang jaminan pertama;</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV"><span>2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="SV">Dengan menggunakan titel eksekutorial melalui fiat ketua pengadilan negeri dengan menggunakan ketentuan Pasal 224 HIR/258 Rbg tentang eksekusi grosse akta; </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV"><span>3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><span lang="SV">Dengan cara penjualan dibawah tangan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak untuk mendapatkan harga penjualan yang lebih tinggi;</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV">Beberapa alternatif diatas dapat menjadi pilihan bagi pemegang jaminan kebendaan untuk melunasi hak-hak piutangnya, sejumlah utang pokok dan bunga. Kemudahan yang ditawarkan undang-undang dalam kenyatannya tidak selalu mudah untuk ditempuh, terlebih didalam praktiknya proses pelaksanaan parate eksekusi telah mengalami pergeseran makna, karena dewasa ini penjualan objek jaminan dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi) tidak dapat lagi dipergunakan oleh para kreditur pertama dalam Jaminan Hak Tanggungan dengan alasan bahwa setiap penjualan umum (lelang) terhadap objek jaminan harus melalui <i>fiat </i>ketua pengadilan.<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="SV" style="font-size: 12pt;">[6]</span></span></span></span></a> Secara logika, jika parate eksekusi masih harus melalui <i>fiat </i>dari ketua pengadilan, maka dimana lagi letak <i>parat</i>-nya sebagai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri? </span><span lang="FI">Bukankah parate eksekusi pada prinsipnya merupakan suatu pelaksanaan eksekusi yang disederhanakan tanpa melibatkan pengadilan? Jika dalam parate eksekusi masih harus adanya perintah berdasarkan penetapan ketua pengadilan, maka penjualan tersebut bukan lagi ”<i>atas kekuasaan sendiri</i>” melainkan <i>”atas kekuasaan pengadilan</i>” sehingga tidak lagi ada bedanya dengan <i>eksekusi grosse akta</i> dan eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT).</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI">Kesemberawutan diatas dilatarbelakangi oleh adanya kekeliruan para pembentuk undang-undang dan lembaga peradilan dalam memahami dua lembaga eksekusi yaitu antara <i>parate eksekusi</i> dengan <i>eksekusi</i> <i>grosse akta</i>. Pendirian lembaga peradilan (Yurisprudensi) yang kemudian ditindak lanjuti oleh keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Jaminan Hak Tanggungan yang telah mencampuradukan antara pengertian parate eksekusi dengan eksekusi grosse akta, hal ini menimbulkan kebingungan pada banyak kalangan terutama para pemegang jaminan (kreditur) yang sebelumnya telah memperjanjikan hak untuk melakukan penjualan objek jaminan atas kekuasaannya sendiri, apalagi dengan dengan adanya pertimbangan Putusan MA-RI Nomor: 3201 K/Pdt/1984 yang menyatakan bahwa penjualan objek jaminan tanpa melalui pengadilan merupakan ”<i>perbuatan melawan hukum</i>”, hal tersebut telah menimbulkan ketakutan bagi para pelaksana lelang untuk menerima permohonan pelelalangan berdasarkan titel parate eksekusi dari para pemegang jaminan pertama.<span> </span></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span>B.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></b><b>PENGATURAN PARATE EKSEKUSI MENURUT UNDANG-UNDANG</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Parate eksekusi atau hak untuk melakukan penjualan atas kekuasaan sendiri dapat kita temukan dalam beberapa lembaga jaminan kebendaan antara lain:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 27pt; text-align: justify; text-indent: -20.4pt;"><span>·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Gadai;</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 27pt; text-align: justify; text-indent: -20.4pt;"><span>·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Hipotik (yang saat ini hanya berlaku atas benda berg) </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 27pt; text-align: justify; text-indent: -20.4pt;"><span>·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Hak tanggunganrak selain tanah)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 27pt; text-align: justify; text-indent: -20.4pt;"><span>·<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Fidusia</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span lang="PT-BR">Pasal 1155 Ayat (1) KUH Perdata mengatur tentang hak parate eksekusi pada lembaga gadai:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><i><span lang="PT-BR">”apabila oleh para pihak tidak telah diperjanjikan lain, maka siberpiutang adalah berhak, jika siberutang atau si pemberi gadai bercidera janji setelah tenggang waktu yang ditentukan lampau, atau jika telah tidak ditentukan suatu tenggang waktu setelah dilakukannya suatu peringatan, untuk membayar, menyuruh menjual barangnya gadai di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta atas syarat-syarat yang lazim berlaku dengan maksud untuk mengambil pelunasan jumlah piutangnnya beserta bunga dan biaya dari pendapatan penjualan tersebut”</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span lang="PT-BR">Pasal 1178 Ayat (2) KUH Perdata mengatur tentang hak parate eksekusi untuk lembaga hipotik:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><i><span lang="PT-BR">”namun diperkenankanlah kepada siberpiutang hipotik pertama untuk, pada waktu diberikannya hipotik dengan tegas minta diperjanjikan bahwa, jika uang pokok tidak dilunasi semestinya atau jika bunga yang terutang tidak bayar ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil yang diperikatkan dimuka umum untuk mengambil pelunasan uang pokok maupun bunga serta biaya dari pendapatan penjualan itu. Janji tersebut dibukukan dalam register-register umum sedangkan penjualan lelang harus dilakukan menurut cara sebagaimana diatur dalam Pasal 1211”</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV">Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Jaminan Hak Tanggungan menyebutkan:</span></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><i><span lang="SV">”Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”</span></i></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><span lang="SV">Pasal 15 Ayat (3) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia menyebutkan:</span></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><i><span lang="SV">”Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri”</span></i></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Kalau kita perhatikan Pasal 1155 Ayat (1) KUH Perdata diatas, maka sebenarnya pembentuk undang-undang telah menentukan bahwa setiap pemegang jaminan gadai demi hukum selalu akan memiliki kewenangan parate eksekusi, kecuali jika sejak awal para pihak telah memperjanjikan lain. Artinya sekalipun tidak diperjanjikan, maka dianggap hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri itu selalu turut diperjanjikan. Hal ini dapat kita fahami mengingat pada jaminan gadai objek jaminannya dikuasai oleh si kreditur, sehingga dengan adanya peralihan penguasaan itu (atas objek benda bergerak) sepatutnya si pemegang jaminan memiliki hak untuk melakukan penjualan atas kekuasaannya sendiri ketika si debitur wanprestasi. </span></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Berbeda dengan prinsip yang diberikan undang-undang terhadap lembaga hipotik undang-undang mensyaratkan agar hak untuk dapat melakukan penjualan atas kekuasaan sendiri itu dinyatakan secara tegas dalam perjanjiannya. Prinsip ini di ikuti oleh Jaminan Hak Tanggungan dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996. Sedangkan jaminan fidusia memiliki karakteristik yang sama dengan jaminan gadai dimana para pihak tidak perlu memperjanjikan akan ada hak parate eksekusi undang-undang telah secara otomatis memberikan hak tersebut kepada si kreditur.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV"><span>C.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="SV">KONFLIK PENALARAN MENGENAI KLAUSULA ”<i>MENJUAL ATAS KEKUASAAN SENDIRI</i>” </span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), kita dapat menemukan klausula ”<i>hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri</i>” atau ”<i>beding van eigenmactig verkoop</i>” adalah dari kalimat<span> </span>”... <i>maka ia akan diberi kuasa secara mutlak untuk menjual persil yang terikat itu dimuka umum</i>...” dalam Pasal 1178 ayat (2)<span> </span>KUH Perdata yang mengatur tentang lembaga jaminan hipotik. Ketentuan tersebut diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hipotik pertama dalam bentuk sarana/cara pelunasan yang selalu siap ditangan pada waktu ia membutuhkannya, sehingga orang menyebutnya sebagai eksekusi yang selalu siap di tangan atau parate eksekusi.</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[7]</span></span></span></span></span></a><span lang="FI"> </span><span lang="SV">Ketentuan yang maknanya sejenis dengan Pasal 1178 Ayat (2) KUH Perdata diatas dapat kita temukan juga dalam Pasal 1155 Ayat (1) KUH Perdata yang mengatur tentang jaminan gadai, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Ketentuan hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri dalam jaminan hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996, mengalami <i>miss understanding</i> dari pembuat undang-undang karena telah memberikan pengertian yang tidak konsisten dan saling bersinggungan dengan apa yang dimaksud dalam Pasal 224 HIR/258 Rbg tentang eksekusi grosse akta. Hal itu dapat kita lihat pada ketentuan penjelasan atas Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996 pada bagian umum sub 9 dimana terdapat pernyataan yang berbunyi sebagai berikut: ...”<i>dipandang perlu untuk memasukan secara khusus ketentuan tentang eksekusi hak tanggungan dalam undang-undang ini yaitu yang mengatur tentang lembaga parate eksekusi sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 224 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui dan Pasal 258 Reglemen Acara Perdata untuk Daerah Luar jawa dan Madura</i>”. Jika kita telaah penjelasan undang-undang diatas menggambarkan bahwa pembentuk undang-undang tidak memahami perbedaan antara parate eksekusi dengan eksekusi grosse akta, sehingga pembentuk undang-undang menganggap bahwa parate eksekusi tunduk pada ketentuan Pasal 224 HIR/258 Rbg padahal parate eksekusi sama sekali tidak berhubungan dengan Pasal 224HIR/258 Rbg. Berbeda dengan apa yang disebutkan dalam penjelasan sub 9 tersebut justru dalam ketentuan Pasal 20 Ayat (1) Bab V dua lembaga eksekusi tersebut dipisahkan secara tegas. Jadi disinilah letak <i>inkonsistensinya</i> karena antara ketentuan dalam batang tubuh Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 dengan ketentuan penjelasannya telah saling bertentangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Jauh sebelum adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 memang telah terjadi pencampuradukan pengertian antara lembaga parate eksekusi dengan eksekusi grosse akta, yaitu dengan munculnya Putusan MA-RI Nomor: 3201 K/Pdt/1984 tertanggal 30 Januari 1986 terhadap sengketa tentang pelaksanaan parate eksekusi yang dilakukan oleh kreditur pemegang hipotik, dalam putusannya MA-RI memberikan perimbangan bahwa penjualan lelang (parete eksekusi) tersebut sebagai perbuatan melawan hukum<i>,</i></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[8]</span></span></span></span></span></a><span lang="FI"> </span><span lang="SV">sehingga Sutardjo dalam makalahnya yang berjudul ”<i>Penyelesaian Kredit macet Melalui Lelang”</i> pernah menyebutkan bahwa: ketentuan Pasal 1178 Ayat (2) KUH Perdata telah dilumpuhkan oleh Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3201/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986.</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[9]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Riwayat pendirian pengadilan menyangkut penjualan lelang melalui hak parate eksekusi berawal dari masuknya gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung yang mana atas gugatan tersebut PN Bandung menjatuhkan putusan tertanggal 20 Mei 1980 No. 425/1979/G/Bdg yang amar putusannya antara lain: </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 9pt; text-align: justify;"><i><span lang="SV">menyatakan bahwa tindakan perbuatan Tergugat I dan II dengan perantaraan Tergugat III melelang umum tanah dan bangunan setempat terkenal dengan nama ”shoping center kandaga” pada hari Senin Tanggal 10 Desember 1979, tanpa melalui Ketua Pengadilan Negeri Klas I Bandung adalah merupakan perbuatan yang melawan hukum</span></i><span lang="SV">.</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[10]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pada tingkat banding atas permohonan Tergugat telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung dengan putusannya tanggal 17 November 1981 No. 76/1981/Perd/Pt.B yang amar putusannya dalam pokok perkara antara lain: </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 9pt; text-align: justify;"><i><span lang="SV">Menyatakan bahwa pembelian lelang yang dilaksanakan Terbanding, semula Tergugat IV dalam konvensi, Penggugat IV dalam rekonvensi untuk sebagian dengan perantaraan Kantor Lelang Negara Bandung atas persil serta bangunan pertokoan sebagaimana terurai dalam risalah lelang tanggal 10 Desember 1979 No. 184 adalah sah menurut hukum</span></i><span lang="SV">.</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[11]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung memberikan pertimbangan pada intinya sebagai berikut:</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 27pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV"><span>a.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><i><span lang="SV">bahwa berdasarkan Pasal 224 HIR pelaksanaan pelelangan sebagai akibat adanya Groose Akta Hipotik dengan memakai kepala ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan suatu putusan pengadilan, seharusnya dilaksanakan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri apabilan ternyata tidak terdapat perdamaian pelaksana</span></i></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 27pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV"><span>b.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><i><span lang="SV">bahwa ternyata di dalam perkara ini, pelaksanaan pelelangan tidak atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Bandung, tetapi dilaksanakan sendiri oleh Kepala kantor Lelang Negara Bandung atas perintah Tergugat asal I (Bank Kreditur), oleh karenanya, maka lelang tersebut adalah bertentangan dengan Pasal 224 HIR sehingga pelelangan tersebut adalah tidak sah.</span></i><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 27pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV"><span>c.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span><i><span lang="SV">Bahwa dengan demikian, maka para Tergugat asal (Bank Kreditur-Kantor Lelang Negara dan pembeli lelang) telah melakukan perbuatan melawan hukum.</span></i><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><i><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[12]</span></b></span></span></span></i></span></a><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Kesesatan dalam memahami pengertian parate eksekusi pernah disampaikan juga oleh Budi Harsono dalam sebuah seminar dengan menyatakan bahwa <i>”bagi kreditor pemegang hipotik atas tanah, hukum menyediakan 2 (dua) kemudahan dalam melaksanakan eksekusi jika debitur cidera janji. Tanpa harus melalui pengajuan gugatan perdata biasa menurut Pasal 224 HIR kreditor dapat minta kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk diadakan apa yang disebt parate eksekusi”.</i></span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><i><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><b><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[13]</span></b></span></span></span></i></span></a><span lang="FI"> </span><span lang="SV">Memang benar bahwa jaminan hipotik/hak tanggungan memiliki dua lembaga eksekusi yaitu eksekusi grosse akte dan parate eksekusi berdasarkan hak yang telah diperjanjiakan antara kreditur dan debitur bahwa kreditur diberikan hak untuk menjual objek jaminan dalam kekuasaanya sendiri. Namun walaupun kedua lembaga tersebut melekat pada satu kreditur karena kebetulan sebagai pemegang hipotik/hak tanggungan pertama, secara substansial dua lembaga tersebut jelas sangat berbeda karena hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) tidak tunduk pada Pasal 224 HIR/258 Rbg.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Beberapa kesimpangsiuran ini bukan hanya membuat para pemegang jaminan hak tanggungan menjadi kebingungan, namun juga telah membuat para petugas pelaksana lelang menjadi ragu untuk melaksanakan penjualan umum atas objek jaminan yang tidak melalui <i>fiat</i> ketua pengadilan negeri dan akibatnya para petugas kantor lelang selalu menolak pengajuan penjualan umum yang dimintakan tanpa adanya penetapan dari ketua pengadilan,</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[14]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV"> dengan alasan khawatir jika dikemudian hari penjualan lelangnya dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, hal ini jelas akan mempersulit kreditur pemegang jaminan pertama untuk melakukan pelunasannya secara secerhana dan mudah.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b><span lang="SV"><span>D.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></span></b><b><span lang="SV">PARATE EKSEKUSI DAN TITEL EKSEKUTORIAL</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Titel eksekutorial yang berbunyi ”DEMI KETUHANAN YANG MAHA ESA” memang merupakan simbol bahwa suatu dokumen atau naskah memiliki kekuatan eksekusi (pelaksanaan secara paksa) dengan bantuan alat negara. Dokumen atau naskah tersebut bisa dalam bentuk putusan pengadilan, grosse akta hipotik, sertifikat hak tanggungan, sertifikat fidusia, surat paksa yang dikeluarkan oleh PUPN maupun grosse akta pengakuan utang. Atas adanya titel eksekutorial tersebut si pemegangnya dapat mengajukan permohonan pelaksanaan secara paksa kepada pengadilan dan pengadilan akan melaksanakannya melalui prosedur eksekusi.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Ada anggapan bahwa parate eksekusi dijalankan berdasarkan titel eksekutorial yang tercantum dalam grosse akta hipotik atau sertifikat hak tanggungan/fidusia,</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[15]</span></span></span></span></span></a><span lang="SV"> padahal kekuatan untuk melaksanakan parate eksekusi bukan didasarkan atas suatu titel eksekutorial melainkan didasarkan atas kuasa mutlak yang diberikan oleh si pemberi jaminan (debitur) kepada si pemegang jaminan (kreditur) dalam bentuk <i>mandat</i>.</span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI"><span><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="FI" style="font-size: 12pt;">[16]</span></span></span></span></span></a><span lang="FI"> </span><span lang="SV">Sebagai bukti sederhana adalah pada jaminan gadai, meskipun pada jaminan gadai tanpa adanya titel eksekutorial namun pemegang jaminan tetap dapat melakukan parate eksekusi jika batas waktu penebusan telah terlewati, sehingga ada atau tidaknya titel eksekutorial sama sekali tidak berhubungan dengan ada atau tidaknya kewenangan kreditur pemegang jaminan pertama untuk melakukan penjualan atas kekuasaannya sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan maupun Undang-Undang Fidusia pada bab yang mengatur tentang eksekusi telah dirumuskan secara terpisah antara eksekusi dengan menggunakan titel eksekutorial dengan parate eksekusi berdasarkan hak untuk melakukan penjualan atas kekuasaan sendiri. Jadi sebenarnya aturan hukum yang ada sudah cukup jelas walaupun disatu sisi dan lainnya terdapat kesimpangsiuran pengertian antara parate eksekusi dengan eksekusi grosse akta, sehingga keragu-raguan selama ini karena adanya pendapat bahwa pelaksanaan penjualan umum objek jaminan tanpa <i>fiat</i> ketua pengadilan adalah suatu perbuatan melawan hukum sudah mulai dijawab dengan keluarnya beberapa Surat Edaran Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) No. SE-21/PN/1998 jo SE-23/PN/2000/ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, maka lembaga parate eksekusi seharusnya dapat dihidupkan kembali untuk membantu para kreditor dalam mengatasi masalah kredit macet di dunia perbankan. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm; text-align: justify;"><b><span lang="SV">DAFTAR PUSTAKA</span></b></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 62.95pt; text-align: justify; text-indent: -62.95pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">J. Satrio, <i><u>Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet</u></i>, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993. </span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 62.95pt; text-align: justify; text-indent: -62.95pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Wirjono Prodjodikoro, <i><u>Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda</u></i>, cet ke-5 Intermasa, Jakarta, 1986.</span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 62.95pt; text-align: justify; text-indent: -62.95pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, <i><u>Hukum Perdata, Hukum Benda</u></i> cet ke-4, Liberty, Yogyakarta, 1981.</span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 62.95pt; text-align: justify; text-indent: -62.95pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Yahya Harahap, <i><u>Kedudukan Grosse Akte Dalam Perkembangan Hukum di Indonesia</u></i>, Media Notariat no: 8-9 tahun III Oktober 1988.</span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 62.95pt; text-align: justify; text-indent: -62.95pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">J Satrio, <i><u>Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Hak Tanggungan Buku I</u></i>, Citra Aditya Bakti Bandung, 1997, hal: 224, lihat juga J. Satrio Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra Aditya Bandung, 1993.</span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 62.95pt; text-align: justify; text-indent: -62.95pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">H.P. Panggabean, <i><u>Himpunan Keputusan MA-RI mengenai Perjanjian Kredit Perbankan jilid I.</u></i></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 62.95pt; text-align: justify; text-indent: -62.95pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sutardjo, <i><u>Penyelesaian Kredit Macet Melalui Lelang, Makalah Dalam Panel Diskusi UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Tantangan dan Pelaksanaannya</u></i></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 62.95pt; text-indent: -62.95pt;"><span lang="SV" style="font-size: 12pt; line-height: 150%;">Herowati Poesoko, <i><u>Parate Eksekusi Objek Hak Tanggungan</u></i>, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2007.</span></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br clear="all" /> <hr align="left" size="1" width="33%" />Sumber: Varia Peradilan Bulan September 2010</div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-81170983216325741872011-02-17T00:36:00.000-08:002011-02-17T00:51:14.284-08:00<div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin: 0cm 42.05pt 0.0001pt 45pt; text-align: center;"><b><span style="font-size: 14pt;">BENARKAH DEPONERING DAN PUTUSAN PRAPERADILAN ADALAH DUA </span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin: 0cm 42.05pt 0.0001pt 45pt; text-align: center;"><b><span style="font-size: 14pt;">PILIHAN BAGI JAKSA AGUNG?</span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><b>(Tinjauan Terhadap Kasus Hukum Bibit dan Chandra)</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; margin: 0cm 42.05pt 0.0001pt 27pt;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><b><i><span style="font-size: 14pt;"></span></i></b><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><b><i><span style="font-size: 14pt;"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-size: 14pt;"></span></b></span></span></i></b></span></a><b><i><span style="font-size: 14pt;"></span></i></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><b>D.Y. Witanto, SH</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>A.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>PENDAHULUAN</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Ketika Darmono selaku Plt. Jaksa Agung mengeluarkan keputusan untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (<i>deponering</i>) terhadap kasus Bibit Samad Rianto dan Candra M Hamzah, maka tidak lama setelah itu banyak bermunculan <i>statement</i> dalam bentuk pro dan kontra dari kalangan akademisi, praktisi dan politisi menyangkut proses penerbitan deponering tersebut yang oleh sebagian kalangan dianggap masih menyisakan beberapa persoalan, namun terlepas dari opini publik yang terus berkembang di masyarakat Kejaksaan Agung tetap berpegang teguh pada ketentuan Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang telah memberikan kewenangan kepada Jaksa Agung untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Berkaitan dengan penulisan ini, penulis tidak bermaksud untuk mengomentari kewenangan Jaksa Agung dalam mengeluarkan deponering terhadap kasus Bibit dan Chandra dari sisi Hukum Tata Negara, namun oleh karena penerbitan deponering tersebut telah menimbulkan pengaruh pada dimensi hukum yang begitu luas, maka sulit untuk membatasi pengkajian ini hanya sebatas pada ranah hukum pidana saja, karena lembaga deponering sendiri bukan <i>domain</i> dari hukum pidana atau setidak-tidaknya bukan bagian dari proses penegakan hukum pidana. </div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Secara umum tulisan ini akan menyoal tentang “<i>kedudukan hukum lembaga deponering dan putusan praperadilan di dalam undang-undang</i>”. Kenapa setiap penelaahan terhadap kasus perkara Bibit dan Chandra ini selalu menjadi kajian yang menarik?, karena sejak awal kasus ini telah banyak menarik perhatian masyarakat dengan istilah “<i>cicak versus buaya</i>” yang di populerkan oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duaji. Sisi lain yang juga menjadi keunikan pada kasus ini adalah karena Presiden SBY selaku Kepala Negara ikut turun tangan dalam persoalan ini dengan membentuk “<i>Tim Pencari Fakta</i>” yang di ketuai oleh Adnan Buyung Nasution yang kemudian lebih populer dengan nama “<i>Tim Delapan</i>”.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Berdasarkan rekomendasi dari Tim Delapan dan himbauan dari Presiden SBY agar perkara Bibit dan Chandra dihentikan, maka Kejaksaan Agung pada tanggal 1 Desember 2009 mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) berdasarkan Pasal 140 Ayat (2) KUHAP. Atas keluarnya SKKP tersebut, Anggodo Widjojo kemudian mengajukan permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan pada tanggal 19 April 2009 PN Jakarta Selatan menjatuhkan Putusan Praperadilan yang isinya mengabulkan permohonan Anggodo Widjojo dengan menyatakan bahwa “<i>SKPP tertanggal 1 Desember 2009 tidak sah</i>”. Atas putusan tersebut Kejaksaan Agung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta berdasarkan Pasal 83 Ayat (2) KUHAP dan Pengadilan Tinggi Jakarta kemudian menolak permohonan banding tersebut. Upaya Hukum terakhir yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung atas penolakan banding tersebut adalah mengajukan upaya Peninjuan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung dan upaya tersebut pun di tolak juga oleh Mahkamah Agung,</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Setelah semua upaya hukum telah dilalui, maka putusan praperadilan atas perkara Bibit dan Chandra menjadi berkekuatan hukum tetap (<i>in kracht van gewisde</i>) dan mengikat kepada pihak-pihak yang terkait dengan putusan itu. Berdasarkan Pasal 82 Ayat (3) huruf b KUHAP menyebutkan bahwa: “<i>dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan</i>”. Jika kita telaah rumusan Pasal 82 huruf b di atas, maka jelas bahwa Kejaksaan Agung seharusnya terikat dengan bunyi pasal tersebut, karena makna yang terkandung dalam ketentuan tersebut bersifat <i>imperatif</i>.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>B.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>PERMASALAHAN</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Menyimak kenyataan yang terjadi bahwa Kejaksaan Agung justru memilih untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum (deponering) berdasarkan Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan daripada melaksanakan Putusan Praperadilan berdasarkan Pasal 82 Ayat (3) huruf b KUHAP untuk melanjutkan penuntutan ke pengadilan, maka muncul dua pertanyaan menyangkut hal tersebut antara lain: <i>Apakah antara deponering dan Putusan Praperadilan berdasarkan dua ketentuan undang-undang merupakan sebuah pilihan bagi Jaksa Agung</i>? dan <i>apakah konsekuensi hukum yang akan timbul jika putusan praperadilan tentang tidak sahnya penghentian penuntutan dikesampingkani oleh Kejaksaan Agung dengan mengeluarkan deponering</i>?</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 45.1pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>C.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>PEMBAHASAN</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 45pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><b>C.1. Secara Hukum Jaksa Agung Tidak Punya Pilihan</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Sebagaimana disampaikan oleh Plt Jaksa Agung dalam sebuah Harian Suara Merdeka edisi 30 Oktober 2010, bahwa alasan dari keputusan deponering terhadap kasus Bibit dan Chandra adalah “<i>untuk melindungi kepentingan yang lebih luas, yakni dalam rangka mengamankan dan menyelamatkan pemberantasan korupsi di Indonesia</i>”. Memang berdasarkan sudut pandang sosiologis alasan penerbitan keputusan deponering tersebut sangat masuk akal, karena secara <i>de facto</i> mayoritas dari masyarakat Indonesia menghendaki agar kasus tersebut ditutup dan tidak dilanjutkan sampai ke pengadilan. Pada sisi lain dengan diajukannya Bibit dan Chandra ke pengadilan, maka status keduanya akan berubah menjadi “<i>terdakwa</i>” padahal menurut ketentuan Pasal 32 Ayat (1) huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan bahwa pimpinan KPK akan diberhentikan jika berstatus sebagai terdakwa, hal ini tentunya akan mengganggu kinerja dari lembaga KPK dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Berbeda dengan cara pandang berdasarkan pendekatan sosiologis, maka hukum akan memandang kasus Bibit dan Chandra berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana setiap peraturan perundang-undangan memiliki dimensi tertentu dalam mengatur tugas dan kewenangan institusi hukum. Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegakan hukum kedudukannya diatur oleh Undang-Undang No. 16 tahun 2004, namun dalam kaitannya sebagai bagian dari fungsi<i> criminal justice system</i> Kejaksaan tunduk pada hukum acara yang berlaku (KUHAP).</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Penerbitan keputusan deponering tidak berhubungan dengan persoalan ketersediaan bukti-bukti dan substansi tindak pidana yang sedang ditangani, sehingga alasan deponering bersifat <i>extra yudisial</i>, berbeda dengan SKPP yang merujuk pada ketersediaan bukti-bukti dan substansi tindak pidana berdasarkan Pasal 140 Ayat 2 huruf a. Deponering bukan bentuk dari kebijakan hukum acara pidana sehingga tidak bisa diuji oleh lembaga praperadilan. Walaupun deponering merupakan <i>hak prerogatif</i> penuh dari Jaksa Agung, namun dalam proses penerbitannya jaksa Agung harus terlebih dahulu meminta saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut yaitu lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, walaupun sifatnya tidak mengikat. Definisi dari “<i>kepentingan umum</i>” berdasarkan Ketentuan Penjelasan Pasal 35 huruf c Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Kembali kepada pertanyaan menarik menyangkut apakah deponering dan Putusan Praperadilan merupakan pilihan yang dapat dipilih oleh Jaksa Agung? Mari kita telaah dua lembaga hukum tersebut berdasarkan masing-masing ketentuan yang mengaturnya, Pasal 35 huruf c UU No 16 Tahun 2004 menyebutkan “<i>Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum</i>” jika kita golongkan diantara tugas dan wewenang menurut pasal di atas, maka jelas deponering bukan bagian dari tugas Jaksa Agung melainkan bagian dari kewenangan (<i>hak oportunitas</i>) yang dimiliki oleh Jaksa Agung, karena sifat dari deponering sendiri tidaklah wajib. Sekarang mari kita bandingkan dengan ketentuan Pasal 82 Ayat (3) huruf b KUHAP yang menyebutkan bahwa “<i>dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka <b>wajib</b> dilanjutkan”</i>. Kata “<i>wajib</i>” tentunya tidak dapat ditafsirkan lain selain dari makna <i>imperatif</i> dan memaksa, walaupun KUHAP sendiri tidak menentukan bentuk sanksi yang tegas jika ketentuan itu dilanggar. </div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Beranjak dari penelaahan dua aturan di atas, apakah masih mungkin kita mengatakan bahwa antara “<i>deponering</i>” dan “<i>melanjutkan penuntutan</i>” adalah dua pilihan bagi Jaksa Agung? Dan apakah mungkin kewajiban hukum dapat di kesampingkan oleh kewenangan hukum (hak)? Sehingga setelah adanya Putusan Praperadilan sesungguhnya Jaksa Agung sudah tidak bisa memilih selain dari melaksanakan isi putusan karena itulah yang diwajibkan oleh undang-undang (ex: Pasal 82 Ayat (3) huruf b KUHAP). Tentunya juga jangan lupa bahwa dua produk hukum yang mengatur masing-masing lembaga tersebut kedudukannya setingkat yaitu sama-sama diatur dalam undang-undang, berbeda halnya dengan kewenangan Presiden dalam memberikan <i>Grasi</i>, <i>Rehabilitasi</i>, <i>Amnesti</i> dan <i>Abolisi</i> yang kedudukannya diatur oleh konstitusi, sehingga dalam kasus ini tidak mungkin Jaksa Agung untuk menggunakan asas <i>lex superiori derogat legi inferiori</i> maupun asas <i>lex specialis derogat legi generalis </i>untuk mengesampingkan<i> </i>ketentuan Pasal 82 Ayat (3) huruf b KUHAP oleh ketentuan Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan, karena dua sifat pengaturannya jelas sangat berbeda, dimana UU Kejaksaan mengatur deponering dalam bentuk “<i>kewenangan” </i>atau<i> “hak</i>” sedangkan KUHAP mengatur pelaksanaan Putusan Praperadilan dalam bentuk “<i>kewajiban</i>”.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Terlepas dari apakah perkara ini mengandung muatan politik ataupun rekayasa dalam penanganannya, karena penulis memang tidak ingin terjebak untuk membahas persoalan itu, namun secara hukum Kejaksaan Agung sebenarnya telah terlambat dalam mengeluarkan deponering terhadap kasus Bibit dan Chandra. Jika deponering itu di keluarkan sebelum adanya Putusan Praperadilan, maka penghentian perkara tersebut secara hukum akan sempurna karena pada saat itu pengelolaan perkara masih merupakan “<i>hak” </i>atau <i>“kewenangan</i>” dari Kejaksaan Agung, untuk melanjutkan perkaranya kepengadilan atau dihentikan dengan penerbitan SKPP atau dikesampingkan dengan deponering, namun setelah adanya Putusan Praperadilan yang menyatakan “<i>penghentian penuntutan tidak sah</i>” maka hak pengelolaan perkara itu berubah menjadi “<i>kewajiban</i>” yaitu Kejaksaan menjadi wajib untuk melanjutkan penuntutan ke pengadilan, demikian ketentuan yang diatur dalam Pasal 82 Ayat (3) huruf b KUHAP.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><b><span lang="FI">C.2. Konsekwensi Hukum dari Tidak Dilaksanakannya Putusan </span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 45pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><b><span lang="FI"> Praperadilan</span></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;"><span lang="FI">Pada saat Majelis Permusyawaratan Rakyat melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka konsep tentang “<i>negara hukum</i>” merupakan salah satu ide yang mengemuka pada saat itu, sehingga dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen tertulis “<i>Negara Indonesia adalah negara hukum</i>”. pengertian negara hukum (<i>rechtstaat</i>) identik dengan istilah ”<i>supremasi hukum”</i> (<i>supremacy of law</i>) di mana hukum dijunjung tinggi sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. </span>Konsep dasar dari negara hukum menurut<i> </i>F.J. Stahl adalah adanya pengakuan hak-hak asasi manusia (<i>grondrechten</i>), pemisahan kekuasaan (<i>scheiding van machten</i>), pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (<i>wetmatigeheid van bestuur</i>) dan peradilan tata usaha negara (<i>administrative rechtspraak</i>). </div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Jika kita berbicara tentang “<i>supremasi hukum</i>”, maka kita akan dihadapkan pada suatu konsep dimana hukum akan menjadi <i>panglima</i> dalam segala aspek kehidupan, sedangkan <i>proyeksi</i> dari hukum itu sendiri salah satunya adalah putusan pengadilan sebagai <i>manifestasi</i> dari kekuasaan kehakiman. Jika proses hukum dikesampingkan oleh proses politik atau proses-proses yang lain, maka sebenarnya kita telah menghianati konsep negara hukum yang dianut oleh konstitusi.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Konsekwensi lain yang akan timbul dari tidak dilaksanakannya putusan praperadilan adalah munculnya <i>preseden </i>buruk bagi proses penegakan hukum pidana dimasa yang akan datang. Ketika pembangkangan terhadap putusan praperadilan tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran hukum, karena tidak ada sanksi apapun terhadap hal itu, maka akan menjadi persoalan yang cukup serius ketika sikap kehati-hatian dan ketelitian dalam melakukan tindakan <i>pro justisia</i> oleh institusi penyidikan dan penuntutan tidak lagi menjadi hal yang penting, bahkan dalam bentuk yang ekstrim mungkin saja dikemudian hari terjadi tindakan penahanan yang terus dilakukan walaupun penahanan itu telah dinanyatakan tidak sah oleh Hakim Praperadilan. Bukankah kondisi yang demikian merupakan bentuk penegakan hukum yang <i>kontra-produktif</i> dengan tujuan keadilan?</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Berdasarkan Pasal 80 KUHAP bahwa “<i>permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya</i>” berdasarkan putusan Praperadilan yang dikeluarkan oleh PN Jakarta Selatan bahwa Anggodo diakui sebagai “<i>Legal Standing</i>” atau pihak ketiga yang berkepentingan dalam perkara tersebut. Terlepas dari apa yang menjadi alasan Hakim Praperadilan dalam menentukan legal standing bagi Anggodo yang jelas Lembaga Praperadilan menganggap bahwa Anggodo sebagai pihak ketiga yang telah dirugikan dengan adanya penghentian penuntutan oleh Kejaksaan Agung. Jika dipandang dari sisi prosedural, maka tindakan Jaksa Agung telah mengabaikan prinsip keadilan hukum (<i>legal justice</i>) bagi pihak Pemohon Praperadilan dengan menggunakan pendekatan keadilan masyarakat (<i>social justice</i>) <b>---</b> “<b><i>terlepas dari kenyataan apakah pemohonnya itu adalah Anggodo (seorang terdakwa korupsi) atau bukan” </i></b>---</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><b>D.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></b><b>PENUTUP</b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 45.1pt;">Memang harus kita akui bahwa perjalanan kasus Bibit dan Chandra penuh dengan problematika, keanehan dan keganjilan, karena ketika masih pada tahap penyidikan di Kepolisian penanganan kasus tersebut sempat terseok-seok karena diserang oleh opini publik yang demikian hebat, namun pada akhirnya Kejaksaan tetap mengeluarkan formulir P-21 yang artinya berkas penyidikan dianggap lengkap. Setelah menerima pelimpahan perkara dari Kepolisian justru Kejaksaan menyatakan bahwa perkara tersebut tidak cukup bukti, sehingga tidak bisa dilanjutkan ke pengadilan dengan menerbitkan SKPP tertanggal 1 Desember 2009. Inilah yang kemudian memicu persoalan, karena SKPP menimbulkan hak untuk diajukannya praperadilan, padahal jika dari sejak awal Kejaksaan mengeluarkan deponering, maka akan tertutup segala kemungkinan timbulnya <i>miss understanding</i> terhadap penerapan dua aturan hukum.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Secara pribadi penulis sebenarnya ber-<i>empati</i> dengan proses perkara yang melibatkan Bibit dan Chandra, karena jika status Bibit dan Chandra dinaikan menjadi terdakwa, maka keduanya akan di non aktifkan dari pimpinan KPK, hal itu tentu akan menghambat kinerja KPK dalam menangani perkara-perkara korupsi yang terjadi di negeri ini, namun karena kita berbicara mengenai prosedur hukum, maka kita tidak bisa mengungkapkan pendapat berdasarkan perasaan dan rasa empati, karena dasar aturan yang menjadi acuannya sudah jelas dan terang dalam undang-undang, tinggal apakah kita akan melaksanakannya atau mencari perlunakan-perlunakan dari sisi yang kosong sebagai alasan untuk pembenaran. </div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 18pt; text-align: justify; text-indent: 45pt;">Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas penulis mengambil beberapa intisari yang menjadi kesimpulan dalam penulisan ini antara lain:</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Berdasakan ketentuan undang-undang, deponering merupakan bentuk “<i>kewenangan</i>” sedangkan putusan praperadilan merupakan bentuk “<i>kewajiban</i>” yang diamanatkan oleh undang-undang, sehingga keliru jika kewenangan hukum bisa <i>mengeliminasi</i> kewajiban hukum.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Tidak melaksanakan putusan praperadilan sebagai penjelmaan dari lembaga kekuasaan kehakiman merupakan bentuk pelanggaran konstitusi menyangkut konsep tentang “<i>Negara Hukum</i>” (ex: Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945)</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Pengingkaran terhadap putusan praperadilan dapat menimbulkan <i>preseden</i> buruk dan dampak psikologis bagi institusi penegakan hukum (penyidik dan penuntut umum) dimasa mendatang bahwa tidak melaksanakan perintah putusan praperadilan tidak menimbulkan sanksi yuridis apapun</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin: 6pt 0cm 6pt 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;">4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span>Dari sudut pandang pemohon praperadilan, bentuk pengingkaran terhadap putusan praperadilan juga merupakan bentuk pengabaian terhadap nilai-nilai keadilan hukum bagi pihak pemohon </div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 45.1pt;">Terlepas dari asumsi yuridis terhadap problematika yang terjadi pada kasus Bibit dan Chandra, keputusan Jaksa Agung dalam menerbitkan deponering harus kita hargai, karena penyelesaian persoalan yang terjadi di negara ini terkadang tidak bisa dilakukan dengan pendekatan hukum yang normal, sehingga perlu adanya anomali-anomali untuk menanggulangi persoalan yang juga bersifat abnormal.</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 17.85pt; text-align: justify; text-indent: 45.1pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%;"><b><u>DAFTAR PUSTAKA</u></b></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><span lang="FI">1.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="FI">Andi Hamzah, <i>Asas-Asas Hukum Pidana</i>, Rineka Cipta, Jakarta, 2008</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><span lang="FI">2.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="FI">Bagir Manan, <i>Sistem Peradilan Berwibawa, Suatu Pencarian</i>, Mahkamah Agung RI, 2005</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">3.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Oemar Seno Adji <i>Prasaran pada Seminar Ketatanegaraan Undang-Undang Dasar 1945</i>, Jakarta Seruling Masa</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">4.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Yahya harahap, <i>Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali</i>, Sinar Grafika, Jakarta, 2005</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">5.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP)</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">6.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; line-height: 150%; margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">7.<span style="font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span><span lang="SV">Harian Suara Merdeka edisi 30 Oktober 2010</span></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2947868399363015430#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 10pt;"><br />
</span></span></span></a><span lang="SV"></span></div></div></div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2947868399363015430.post-41997715644231863312011-02-15T21:26:00.000-08:002011-03-22T01:50:14.419-07:00HUKUM ACARA MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM DAN PERADILAN AGAMA<div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Harus diakui, bahwa mendamaikan para pihak yang sedang berperkara di pengadilan bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi jika sentimen pribadi lebih mengemuka dibanding pokok persoalan yang sebenarnya. Banyak faktor yang dapat menghambat keberhasilan dalam menuju perdamaian, diantara sekian banyak faktor tersebut, salah satunya adalah kurang tersediannya pranata hukum yang dapat membantu para pihak dalam memilih metode yang tepat bagi penyelesaian sengketanya. Hukum Acara Perdata, baik HIR maupun RBg masih mengandung nuansa kolonial, sehingga tidak begitu memberikan kontribusi bagi sistem penyelesaian sengketa yang memuaskan. Pasal 130 HIR/154 Rbg sebagai konsep dasar lembaga damai di pengadilan bagi perkara–perkara perdata pada kenyataanya tidak mampu menjadi pendorong bagi penyelesaian sengketa secara damai. Rendahnya tingkat keberhasilan lembaga damai di pengadilan banyak diakibatkan juga oleh lemahnya partisipasi para pihak terhadap proses perdamaian yang ditawarkan. Selain itu ketidaktersediaan prosedur yang memadai bagi proses perdamaian berdampak pada rendahnya prakarsa Hakim dalam mengupayakan perdamaian bagi para pihak yang berperkara.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Mahkamah Agung sebagai badan peradilan tertinggi memiliki kepentingan yang besar terhadap keberhasilan proses perdamaian, mengingat masalah penumpukan perkara di Mahkamah Agung secara tidak langsung diakibatkan oleh gagalnya proses perdamaian di tingkat <i>Judex Factie</i> yang ditindaklanjuti dengan tingginya penggunaan upaya hukum terhadap sengketa perdata yang diputuskan oleh pengadilan–pengadilan tingkat pertama. Kondisi tersebut lambat laun mulai diantisipasi oleh Mahkamah Agung dengan menerbitkan beberapa kebijakan strategis menyangkut upaya optimalisasi lembaga perdamaian pada lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama. Pada tahun 2002 Mahkamah Agung menerbitkan SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang <i>Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai</i>, yang kemudian di susul dengan keluarnya PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang <i>Prosedur Mediasi di Pengadilan</i>, yang berisi prosedur dan hukum acara bagi proses perdamaian yang sebelumnya hanya diatur oleh Pasal 130 HIR/154 RBg. Sejak saat itulah muncul konsep mediasi sebagai metode yang digunakan untuk mendayagunakan lembaga perdamaian di pengadilan yang sebelumnya dianggap tidak efektif. Kurang lebih 6 tahun sejak keluarnya PERMA No. 2 Tahun 2003, Mahkamah Agung melakukan revisi dengan menerbitkan PERMA No. 1 Tahun 2008. Munculnya PERMA baru tersebut menandai lahirnya beberapa perubahan dalam prosedur medaisi yang sebelumnya tidak diatur oleh PERMA No. 2 Tahun 2003.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Pengintegrasian lembaga mediasi kedalam proses berperkara di pengadilan merupakan upaya yang cukup memberikan harapan dapat terciptanya pelayanan bagi para pencari keadilan <i>(justitiabelen</i>) dalam menyelesaikan sengketa secara cepat, sederhana dan murah. Dengan diusungnya konsep mediasi kedalam proses berperkara, akan membuka kesempatan masuknya para mediator dari kalangan profesional yang memiliki keahlian khusus di bidang perundingan dan resolusi konflik. Hal itu tentunya akan sangat membatu pihak-pihak yang bersengketa dalam menemukan jalan penyelesaian yang terbaik bagi sengketanya.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">PERMA No. 1 Tahun 2008 telah mengatur secara rinci tentang prosedur dan hukum acara bagi proses mediasi, namun dalam praktiknya tidak selalu mudah untuk menerapkan suatu aturan kedalam tindakan secara riil dilapangan, banyak realita yang tidak sejalan dengan alam pikiran para pembentuk PERMA pada saat merumuskan PERMA tersebut, sehingga perlu adanya suatu penelaahan dan pengkajian terhadap norma-norma yang terkandung didalamnya untuk mencari solusi yang tepat dan akurat dalam mengantisipasi kendala dan kesulitan yang dihadapi dilapangan.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Kehadiran buku ini diharapkan dapat menjembatani antara norma-norma yang terkandung di dalam PERMA dengan kenyataan yang ada dalam praktek. Penulis sengaja menggunakan ilustrasi dan contoh-contoh kasus dalam beberapa pembahasan agar dapat terbangun logika dalam mencerna dan memahami segala persoalan dalam proses perdamaian di pengadilan yang secara karakteristik agak sedikit berbeda dengan proses penyelesaian sengketa diluar pengadilan menurut Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang <i>Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa</i>.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Buku HUKUM ACARA MEDIASI ini terdiri dari 5 Bab yang pada masing-masing bab terurai dalam beberapa sub bahasan antara lain sebagai berikut:</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b>BAGIAN</b><b> </b><b>I.</b><b> MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA</b></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">A. Sistematika Sengketa dalam Interaksi Sosial </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">B. Bentuk-Bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Arbitrase </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Konsultasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Negosiasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Mediasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Konsiliasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 6. Penilaian Ahli </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">C. Mediasi Dalam Kerangka Konflik </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">D. Asas-Asas Umum dalam Proses Mediasi</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Proses Mediasi Bersifat Informal </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Waktu Yang Dibutuhkan Relatif Singkat </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Penyelesaian Didasarkan Atas Kesepakatan Para Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Biaya Ringan dan Murah </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Prosesnya Tertutup dan Bersifat Rahasia </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 6. Kesepakatan Damai Bersifat Mengakhiri Perkara </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 7. Proses Mediasi dapat Mengesampingkan Pembuktian </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 8. Proses Mediasi Menggunakan Pendekatan Komunikasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 9. Hasil Mediasi Bersifat Win-Win Solution </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 10. Akta Perdamaian Bersifat Final Dan Binding </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b>BAGIAN II. RUANG LINGKUP PERMA </b></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b>MEDIASI </b></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">A. Latar Belakang Terbitnya Perma Mediasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">B. Mediasi dalam Proses Berperkara </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">C. Istilah Mediasi di Pengadilan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">D. Mediasi dan Optimalisasi Lembaga Perdamaian </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">E. Materi Sengketa Yang Tidak Bisa Didamaikan dengan Proses Mediasi</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Sengketa pada Pengadilan Niaga </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Sengketa pada Pengadilan Hubungan Industrial </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Keberatan atas Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Sengketa atas Keberatan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">F. Permasalahan tentang Materi Kesepakatan Damai</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">G. Pengertian Istilah Kesepakatan Damai menurut Perma Mediasi</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b>BAGIAN III. PERAN DAN FUNGSI MEDIATOR </b></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">A. Pengertian Mediator </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">B. Orang Yang Berhak Menjadi Mediator </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">C. Tipologi Mediator </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Mediator Otoritatif </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Mediator Social Network </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Mediator Independent </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">D. Strategi Mendamaikan Para Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">E. Peran Mediator Dalam Penyelesaian Konflik </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Diagnosa Konflik </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Identifikasi Masalah dan Kepentingan-Kepentingan Kritis </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Memperlancar dan Mengendalikan Komunikasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Membimbing untuk Melakukan Tawar Menawar dan Kompromi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Menyusun Agenda </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 6. Mengumpulkan Informasi Penting </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 7. Penyelesaian Masalah dengan Pilihan-pilihan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> F. Fungsi Mediator </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Sebagai Katalisator </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Sebagai Pendidik </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Sebagai Penerjemah </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Sebagai Nara Sumber </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Sebagai Penyandang Berita Jelek </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 6. Sebagai Agen Realitas </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 7. Sebagai Kambing Hitam </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> G. Permasalahan Tentang Mediator dari Hakim Pemeriksa Perkara </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> H. Honorarium Mediator </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b>BAGIAN IV. PROSES MEDIASI </b></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">A. Tahapan Pra Mediasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Syarat Kehadiran Para Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Hakim Wajib Menyampaikan Prosedur Mediasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Pemilihan Mediator </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Medaitor Terpilih Dinyatakan Dalam Penetapan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Hakim Pemeriksa Perkara Wajib Menunda Persidangan Pokok Perkaranya </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 6. Mediasi dengan Itikad Baik </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">B. Pembentukan Forum </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Pra Pembentukan Forum </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Proses Perkenalan dan Pengenalan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Penyampaian Prosedur Mediasi dan Informasi Penting </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Penyampaian Resume Perkara </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Pembentukan Jadwal Pertemuan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">C. Tujuan Pembentukan Forum </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Membuat Pertemuan Bersama </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Membimbing Para Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Menetapkan Rule/Aturan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Menciptakan Hubungan dan Kepercayaan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Menampung Pernyataan-Pernyataan Para Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 6. Melakukan Hearing </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 7. Mengembangkan dan Mengklarifikasi Informasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 8. Interaksi Model dan Disiplin </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">C. Pendalaman Masalah </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Kaukus </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Mengolah dan Mengembangkan Informasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Eksplorasi Kepentingan Para Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Menilai Kepentingan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Menggiring pada Proses Tawar-menawar Penyelesaian Masalah</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">D. Penyelesaian Akhir dan Penentuan Hasil Kesepakatan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Inventarisasi Butir-butir Kesepakatan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Perumusan Dokumen Kesepakatan Damai </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Penjelasan-penjelasan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Analisis dan Koreksi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Penandatangan Dokumen </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 6. Pengukuhan Menjadi Akta Perdamaian </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">E. Kesepakatan Diluar Pengadilan </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Sesuai Kehendak Para Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Tidak Bertentangan Dengan Hukum </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Tidak Merugikan Pihak Ketiga </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Dapat Dieksekusi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Beritikad Baik </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">F. Keterlibatan Ahli dalam Proses Mediasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">G. Berakhirnya Mediasi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 1. Ketidak Hadiran Para Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 2. Melewati Batas Waktu yang Diberikan Perma </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 3. Proses Mediasi dengan Itikad Tidak Baik </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 4. Adanya Kurang Pihak </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> 5. Syarat Kesepakatan Damai Tidak Terpenuhi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">H. Mediasi Pada Tahap Upaya Hukum. </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b>BAGIAN V. EKSEKUSI AKTA PERDAMAIAN </b></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">A. Kedudukan Akta Perdamaian dalam Hukum Eksekusi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">B. Permohonan Eksekusi </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">C. Aanmaning (Teguran) </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">D. Sita Eksekusi Obyek Perdamaian </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">E. Eksekusi Riil dan Eksekusi Pembayaran Uang (Verkoop Executie) Terhadap Akta</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"> Perdamaian </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div class="photo photo_none" style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><div class="photo_img"><img class="img" src="http://a3.sphotos.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc6/167823_1649533236480_1181431491_31519156_231920_n.jpg" /></div><div class="caption"><br />
<br />
Penerbit : Alfabeta Bandung<br />
ISBN : 978-602-8800-58-7<br />
Pengarang : D.Y. Witanto, SH<br />
Kode Buku : Hk10<br />
Jml. Halaman : 272 halaman <br />
Berat Buku : 350 gram<br />
Jenis Kertas isi : HVS 60 gram <br />
Kertas Cover : Art Paper 210 gr (laminassy glossy finishing)</div></div>D.Y. WITANTOhttp://www.blogger.com/profile/06172738737271107207noreply@blogger.com1